Beranda

Senin, 30 Januari 2023

Dayung-dayung, Laju-laju: Kisah Migrasi di Kepulauan Indonesia

Penulis: Adi Setiawan

Perahu memainkan peran penting dalam pergerakan manusia di Kepulauan Indonesia masa lalu.

Perahu Bercadik (Sumber: Narasi Sejarah)

 

Indonesia sebagai kepulauan terbesar di dunia senantiasa memainkan peran yang aktual sebagai tempat pembauran migrasi manusia menuju wilayah-wilayah yang mengarah ke Oseania, seperti Papua Nugini, Australia, dan lebih jauh ke timur, pulau-pulau di Lautan Pasifik. Fenomena ini telah diamati dengan mengambil zaman prasejarah sebagai titik tolak dan menjadikan Indonesia sebagai tempat menetap terakhir, persilangan, dan hulu dari berbagai aliran genetis dan budaya (Hubert Forestier 2007:25).

Perpindahan manusia di kepulauan Indonesia, khususnya dari sebelah utara memang telah terjadi sejak masa pra-aksara. Dan hal ini kemudian berlanjut hingga masa saat ini. Perpindahan tersebut, telah menjadikan Indonesia sebagai wilayah dengan keaneragaman yang tinggi.

Perpindahan manusia pada masa pra-aksara ke Indonesia, para ahli mempunyai banyak penjelasan, adapun alasan mengapa mereka melakukan migrasi ke Indonesia di antara adalah keinginan manusia masa pra-aksara untuk mencari lingkungan baru yang menyediakan kebutuhan hidupnya, yang mungkin sudah tidak dapat dipenuhi ditempat asalnya. Selain itu perpindahan mereka erat kaitanya dengan kompetisi antar manusia, mereka yang tidak bisa memenangkan persaingan kemudian memilih bermigrasi dari tempat asalnya.

Indonesia sebagai wilayah lautan yang ditaburi gugusan pulau, yang terpisah dengan daratan benua Asia di sebelah utara tidak dapat dijangkau bila tanpa sarana angkut perairan. Migrasi yang dilakukan pada masa pra-aksara tentunya tidak akan dapat dilepaskan dari alat angkut berupa perahu. Walaupun fungsi awalnya, mungkin hanya terbatas pada bisa dipakai bergerak di atas air. Penggunaannya terutama untuk berburu dan memancing (Andi Nur Aminah 2011:24).

Namun besar kemungkinan jika perahu kemudian memiliki peran sentral dalam proses migrasi nenek moyang.Peranan penting perahu pada proses migrasi nenek moyang, dapat terlihat terutama dalam mengarungi lautan menuju kepulauan Indonesia.

Hubungan manusia Indonesia dengan perahu jika dilihat dari sisi sejarah telah berlangsung selama ribuan tahun. Hal ini dapat diperjelas dengan adanya data arkeologis yang menggambarkan tentang kegiatan manusia dengan perahu. Awalnya perahu yang ditemukan dan tergambar di gua-gua adalah jenis perahu jukung atau sekarang dengan istilah sampan (Mundardjito dkk 2009:38). 

Di gua-gua hunian di Pulau Muna, Sulawesi Tenggara terdapat lukisan mengenai aktivitas beberapa manusia yang sedang mendayung perahu. Bahkan dalam lukisan tersebut ada beberapa perahu yang tampak digambar menggunakan layar (Endjat Djaenuderadjat 2013:31).

Lukisan perahu dengan aktivitas manusia di dalamnya tersebut dianggap memiliki pola yang spektakuler. Hal tersebut diperkuat dengan adanya layar berbentuk persegi panjang dan pola garis vertikal. Melihat bentuknya, diduga perahu tersebut berfungsi sebagai perahu niaga atau untuk mencari ikan (Marwati Djoned dan Nugroho Notosusanto 2008:192). Lukisan perahu di dinding gua juga ditemukan  di Pulau Kei Kecil dan Teluk Seleman (Pulau Seram Utara). Bersamaan dengan lukisan perahu, pada umumnya di dinding gua-gua tersebut juga dijumpai beberapa lukisan lain seperti lukisan hewan buruan dan cap tangan.

Dari data arkeologis pula menerangkan bahwa penggunaan perahu telah berlangsung sejak masa neolitikum (masa batu muda). Temuan di beberapa tempat onggokan-onggokan sampah kulit kerang atau kyokkenmodinger di pantai timur Sumatera Utara/Aceh menunjukan adanya pemanfaatan hasil laut untuk menambah mata pencaharian bagi manusia, dan menurut analisa pemanfaatan hasil laut menunjukan adanya penggunaan adanya alat transportasi dengan perahu (Endjat Djaenuderadjat 2013:31).

Kehidupan manusia masa pra-aksara jika dilihat dari data arkeologi sepertinya mereka telah akrab dengan alat transportasi ini. Keperluan mereka dalam mencari makanan dan mobilitas tentu akan lebih mudah jika mereka menggunakan perahu, terlebih pada masa itu keadaan memang lebih mendukung jika mobilitas dilakukan di perairan dengan menggunakan perahu dibanding harus melalui hutan yang cukup menyulitkan. Jika kita bandingkan mungkin keadaan manusia masa itu sama dengan keadaan masyarakat di pedalaman pulau Kalimantan yang dalam kesehariannya sangat akrab dengan perahu dibanding moda transportasi darat.

Bambang Budi Utomo menjelaskan pada masa pra-aksara bentuk perahu masih sangat sederhana. Cara mereka membuat perahu adalah dengan memotong sebatang pohon lalu bagian tengahnya dikeruk dengan menggunakan alat sederhana, seperti beliung dari batu. Nampaknya mudah, tapi dalam kenyataannya cukup sulit. Dinding perahu harus dapat diperkirakan tebalnya. Tidak boleh terlalu tebal atau terlampau tipis. Jangan sampai badan perahu mudah pecah atau bocor apabila terantuk karang atau kandas di pantai yang keras. Apabila badannya sudah selesai, barulah diberi cadik di sisi kiri dan kanan badan perahu.

Perahu bercadik adalah perahu yang di bagian sampingnya memakai sayap dari kayu atau bambu sehingga tidak mudah terbalik. Perahu bercadik inilah yang menurut ahli sejarah dijadikan sebagai sarana migrasi nenek moyang dari daerah asalnya, Yunan di Cina Selatan ke wilayah Indonesia, mereka menggunakan perahu bercadik mengarungi lautan yang luas (M. Junaedi Al Anshori 2010:15).

Bangsa Proto Melayu (Melayu Tua) dan Deutro Melayu (Melayu Muda) adalah contoh bangsa yang menggunakan perahu bercadik saat perpindahannya ke kepulauan Indonesia. Gelombang kedatangan nenek moyang bangsa Indonesia ke kepulauan nusantara itu secara bergelombang. Gelombang pertama diperkirakan datang sekitar 2000-1500 SM, sedangkan gelombang kedua sekitar 1500-500 SM (Herimanto 2012:76).

       Perpindahan gelombang pertama yang dilakukan bangsa Melayu Tua menggunakan jenis perahu beradik satu sedangkan gelombang kedua yang dilakukan bangsa Melayu Muda telah menggunakan jenis perahu bercadik dua (ganda). Keberadaan perahu bercadik jika dilihat dari arus migrasi bangsa Proto Melayu maupun Deutro Melayu tentu telah berlangsung berabad-abad sebelum tarik Masehi. Hal ini tentu  sangat mengindikasikan bahwa kegiatan pelayaran di kepulauan Indonesia telah ada sejak ribuan tahun pula.


Referensi:

Al Anshori, M. Junaedi. 2010. Sejarah Nasional Indonesia: Masa Prasejarah Sampai Masa Proklamasi Kemerdekaan. Jakarta: Mitra Aksara Panaitan

Djaenuderadjat, Endjat. 2013. Atlas Pelabuhan-Pelabuhan Bersejarah Di Indonesia. Jakarta: Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kemdikbud

Forestier, Hubert. 2007. Ribuan Gunung, Ribuan Alat Batu Prasejarah Song Keplek, Gunung Sewu, Jawa Timur. Terj. Gustaf Sirait dkk. Jakarta : KPG

Herimanto. 2012. Sejarah Indonesia Masa Praaksara. Yogyakarta: Ombak

Poesponegoro, Marwati Djoened,  dan Nugroho Notosusanto (Ed). 2008. Sejarah Nasional Indonesia I: Zaman Prasejarah Indonesia.Edisi Revisi. Jakarta: Balai Pustaka




Tidak ada komentar:

Posting Komentar