Beranda

Minggu, 12 Februari 2023

Bandar Sribhawono (Membuka Narasi)

 

Penulis: Adi Setiawan

Tugu di Lapangan Sribhawono (Dok. Penulis)

Bandar Sribhawono atau juga sering disebut Sribhawono rasanya tidak asing bagi warga Lampung, apalagi warga Lampung Timur dan sekitarnya. Daerah yang berbentuk kecamatan ini merupakan salah satu pusat pemukiman dan perekonomian di kabupaten Lampung Timur. Kecamatan Bandar Sribhawono  yang terdiri kurang lebih atas tujuh desa. Adapun tujuh desa itu adalah Bandar Agung, Mekar Jaya, Sadar Sriwijaya, Sribhawono, Srimenanti, Sripendowo, dan Waringin Jaya. Di wilayah tujuh desa ini adalah daerah pertanian, utamanya adalah tanaman perkebunan dan palawija. Jagung menjadi salah satu tanaman yang digandrungi oleh masyarakat untuk dibudidayakan.

Menilik dari sejarahnya, Sribhawono adalah sebuah daerah tujuan trasmigrasi, salah satunya program transmigrasi BRN pada tahun 1952. Penduduk yang dipindahkan ke Sribhawono  berasal dari daerah Batanghari dan Sekampung. Jumlah transmigran kurang lebih 200 Kk. Awal kedatangan mereka tinggal di sekitar Danau Kemuning. Pada perkembangannya mereka kemudian membuka hutan yang ditujukan sebagai lahan pemukiman dan pertanian. Peresmian Sribhawono  kemudian dilakukan oleh Mohammad Hatta pada tahun 1956, salah satu simbolisasinya adalah ditanam pohon beringin oleh orang nomor dua di Indonesia saat itu. Pohon yang kini telah tumbang itu, penanamannya bertembang di halaman masjid Sribhawono. Magnet Sribhawono kemudian juga berhasil membawa Presiden Suharto berkunjung ke Sribhawono sekitar tahun 1968. Ingatan masyarakat Sribhawono tentang kedatangan Presiden Suharto adalah kunjungan dengan mengendarai helikopter yang mendarat langsung di Lapangan Sribhawono.

Asal-usul nama Sribhawono berasal dari kata Sri dan Bhawono. Sri disinyalir merupakan penggabungan dari tiga nama tokoh yang berperan membuka daerah ini saat transmigrasi berlangsung. Ketiganya adalah Surowinoto, Rusli Mangkuprojo dan Ibrahim. Dari nama tiga orang itu lahirlah kata Sri. Sementara Bhawono berarti hutan. Maka jadilah nama Sribhawono. Selain itu kata Sri juga dikaitkan dengan padi atau pari dalam bahasa Jawa.

Daerah yang dianugrahi sumber daya air yang melimpah ini juga turut mengembangkan pertanian sawah. Keberadaan air yang melimpah juga diusahakan sebagai sarana rekreasi di Bandar Sribhawono, khususnya yang dilalui oleh aliran Kali Aro. Kali Aro merupakan salah satu sungai yang mengalir di Bandar Sribhawono. Mata air sungai ini berasal dari Danau Kemuning dengan debit air yang cukup besar dan jernih. Maka tak heran selain sebagai sarana irigasi. Air dari Danau Kemuning ini juga digunakan untuk sarana wisata air alami.

Danau Kemuning (Dok. Penulis)

Bandar Sribhawono  adalah daerah yang sangat strategis, selain dekat dengan Jalan Lintas Pantai Timur Sumatra yang menghubungkan berbagai kota/kabupaten di Lampung. Kecamatan ini juga dilalui oleh Jalan Ir. Sutami, sebuah jalan penting yang menghubungkan Bandar Sribhawono, Pugung Raharjo hingga Bandar Lampung. Maka tidak mengherankan jika adanya jalan-jalan tersebut membuat Bandar Sribhawono  cukup berkembang pesat.

Pusat kegiatan Kecamatan Bandar Sribhawono berada di Desa Sribhawono . Di sini terdapat sebuah lapangan atau alun-alun yang sangat luas. Lapangan itu memiliki keunikan dengan dengan keberadaan pohon beringin di sisi-sisinya. Penataan ruang di pusat kecamatan sangat unik, dapat dideskripsikan di sekeliling lapangan terdapat gedung-gedung atau fasilitas umum. Sebelah barat terdapat beberapa gedung pemerintahan seperti Kantor Kepala Desa Sribhawono  dan masjid. Di sisi utara terdapat ruko-ruko dan gereja. Sementara di sisi timur dan selatan mayoritas adalah pertokoan. Lapangan Sribhawono menjadi pusat kegiatan massa, seperti kegiatan upacara, kesenian, pertunjukan maupun olahraga.

Demikianlah sekelumit kisah Sribhawono, harapannya akan dapat dikembangkan narasi sejarah menyangkut Sribhawono sebagai bagian dari sejarah lokal di Lampung Timur. Bandar Sribhawono yang memiliki kemajuan pastinya memiliki beragam kisah dan cerita yang wajib ditelusuri, baik periode awal maupun periode modern.

 

Narasumber:

Bapak Imam Rofingi

Bapak Mardi Supriyo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar