Gempa besar pernah terjadi di Sumatra Selatan, titik gempa berada di daratan yang mengakibatkan ribuan rumah hancur dan ratusan manusia meninggal. Dampak gempa ini bahkan membuat terjadinya ledakan di Souh, Lampung Barat.
Oleh:
Adi Setiawan
Dampak Gempa di Krui
(Sumber:
Bataviaasch Nieuwsblad, 28 Juni 1933)
Daerah
Lampung, terutama di bagian baratnya merupakan daerah yang memiliki sejarah
akan bencana alam gempa bumi. Tercatat telah beberapa kali gempa bumi
menghampiri masyarakat di Lampung Barat dan sekitarnya. Hal ini tidak
mengherankan karena secara kewilayahan daerah Lampung bagian barat merupakan
letak dari lempeng dan sesar aktif. Aktivitas lempeng dan sesar inilah yang
membuat sering terjadinya getaran bumi dan memicu gempa.
Berbicara
mengenai bencana gempa bumi di Lampung, diantaranya pernah terjadi pada 25 Juni
1933 yang berdampak luas bagi masyarakat di pesisir barat Lampung. Gempa bumi
ini dikenal dengan Gempa Bumi Sumatra 1933 atau Gempa Liwa. Gempa bumi ini
diperkirakan memiliki magnitudo gelombang permukaan (Ms) sebesar 7,7 dan
terjadi pada kedalaman dangkal 20 km. Korban jiwa gempa ini mencapai lebih dari
700 orang yang tersebar di Karesidenan Lampung, Bengkulu dan Palembang.
Dampak Gempa di Kota Agung
(Sumber:
Bataviaasch Nieuwsblad, 28 Juni 1933)
Bataviaasch
Nieuwsblad yang terbit pada 28 Juni 1933 melaporkan
dampak gempa dibeberapa daerah di Lampung, seperti Kota Agung, Krui dan Liwa. Dampak
dari gempa ini telah membuat keretakan dan kehancuran jalan dan rumah-rumah
warga. Beberapa korban meninggal dakibatkan oleh tertimpa material bangunan
rumah. Bagi mereka yang selamat namun mengalami luka-luka disediakan penanganan
medis darurat.
Rumah
Sakit Perusahaan Sapatoehoe (Sindikat Pertanahan Sumatera Selatan) menyediakan
tempat penampungan sementara dan perawatan bagi korban luka. Selama hari Minggu
dan Senin, lebih dari 70 orang yang mengalami luka berat dirawat di sini,
sedangkan jumlah orang yang mengalami luka ringan yang dirawat tidak dapat
dihitung (Nieuwe Utrechtsche Courant, 25 Juli 1933).
Dampak
gempa di Krui mengakibatkan hancurnya masjid. Selain itu hampir sebagian besar
rumah di Krui hancur total atau rusak parah. Lima orang tewas dan sebelas
luka-luka di kota itu. Sementara itu dampak gempa di Danau Ranau mengakibatkan jumlah
korban 93 orang, sementara 70 orang luka berat.
Peta Daerah Terdampak Gempa
(Sumber:
Het Vaderland, 6 Agustus 1933)
Masih dalam pemberitaan Bataviaasch Nieuwsblad, menyebutkan bahwa dampak korban jiwa dari gempa ini mengakibatkan 29 meninggal dunia dan luka berat 19 orang di Sukau, 27 orang meninggal dunia di Kembahang dan ada sekitar 150 korban jiwa di Liwa. Gempa Sumatra tahun 1933 ini juga berdampak pada munculnya mata air panas serta memicu ledakan di Suoh dua minggu kemudian, serta menewaskan beberapa orang.
Kerusakan
jalan akibat gempa ini diantaranya terjadi pada ruas jalan perbatasan Palembang
hingga Liwa dan Jjalan antara Liwa hingga Krui. Kerusakan jalan ini adalah
karena longsoran tanah, yang muncul efek dari gempa bumi (Leeuwarder Nieuwsblad,
29 Juni 1933).
Soerabaijasch
Handelsblad pada 4 Juli 1933 memberitakan bahwa korban
gempa yang selamat beberapa diantara mereka memilih untuk mengungsi guan
mencari tempat berlindung yang aman. Di Liwa para pengungsi tampak membawa
barang-barang yang masih tersisa. Ketakutan dan kecemasan nampak dari
wajah-wajah pengungsi, beberapa diantara pengungsi bahkan mengakui kekurangan
makanan selama gempa terjadi, demikian berita Soerabaijasch Handelsblad.
Beberapa
foto lainnya tentang dampak gempa:
Dampak Gempa di Kota Agung
(Sumber:
Bataviaasch Nieuwsblad, 28 Juni 1933)
Kerusakan Bangunan
(Sumber: Soerabaijasch Handelsblad, 4 Juli 1933)
Referensi:
Bataviaasch
Nieuwsblad, 28 Juni 1933
Leeuwarder
Nieuwsblad, 29 Juni 1933
Nieuwe
Utrechtsche Courant, 25 Juli 1933
Soerabaijasch
Handelsblad, 4 Juli 1933
Tidak ada komentar:
Posting Komentar