Salah satu komponen dalam dunia ekonomi di Lampung adalah dalam etnis Tionghoa. Mereka memiliki beragam usaha, mulai dari perdagangan, industri maupun jasa. Lalu bagaimanakah kiprah pengusaha Tionghoa era kolonial di Lampung?
Oleh: Adi Setiawan
Sebuah Iklan Mobil dengan Menyertakan Nama Lim Giok Keng
(Sumber: Het Nieuws Van Den Dag Voor Nederlandsch-Indië, 23 Desember 1930)
Tionghoa
merupakan salah satu etnis yang terdapat di Indonesia. Etnis Tionghoa berdasarkan
latar belakang sejarahnya berasal dari daratan Tiongkok yang bermigrasi ke
Indonesia sejak berabad-abad lalu. Kedatangan etnis Tionghoa ke Indonesia tidak
terlepas dari kegiatan niaga dengan kerajaan-kerajaan yang ada di Indonesia saat
itu. Orang-orang Tionghoa kemudian banyak menetap di Indonesia, terutama di
kota-kota pelabuhan atau bandar perdagangan. Mereka lantas terlibat dalam jual
beli komoditas dengan masyarakat hingga daerah pedalaman.
Kegiatan
perdagangan yang dilakukan oleh orang-orang Tionghoa juga terjadi di Lampung.
Keberadaan komoditas lada menjadi salah satu daya tarik mereka untuk datang.
Pada Het Chineesche Zakenleven in Nederlandsch-Indië (1926:144-145) di
jelaskan bahwa masyarakat Tionghoa yang tinggal di Lampung hampir seluruhnya
adalah 'Singkeh', yang mempunyai sedikit atau tidak punya harta tetap. Orang
Tionghoa yang kaya jarang ditemukan dan sebagian besar pedagang Tionghoa
bekerja dengan kredit dari sesamanya, baik dari Singapura, atau dari Jawa. Mereka
juga mendapatkan kredit yang disediakan oleh cabang-cabang rumah dagang Eropa
yang berlokasi di Lampung.
Sementara
itu keterlibatan orang-orang Tionghoa dalam perdagangan lada terlihat di
beberapa kota di Lampung seperti Sukadana, Kotabumi, Cempaka, Labuhan
Maringgai, Kalianda. Kota Agung dan Talang Padang. Pedagang-pedagang Tionghoa
di daerah tersebut menunjukan persaingan dengan saudagar setempat yang disebut
Haji. Bahkan Di Teluk Betung pembeli utama lada adalah 5 orang
haji dan 5 orang Tionghoa.
Peranan
pedagang Tionghoa dalam perdagangan di Lampung bukan sekedar membeli lada. Pedagang
Tionghoa juga memainkan peranan dalam jaul beli padi di daerah kolonisasi.
Seperti di daerah kolonisasi Gedong Tataan, hasil panen padi yang sekitar 130.000
pikol padi pada tahun 1920 dan 300.000 pikol pada tahun 1924 sebagian besar
penjualan dibeli oleh pedagang Tionghoa. Penduduk Gedong Tataan, segera setelah
panen menjual sebagian besar padinya untuk mendapatkan uang tunai dari pedagang
Tionghoa, meskipun ada peluang untuk menyimpannya untuk mengantisipasi harga
yang lebih baik.
Sepak
terjang pedagang Tionghoa dalam perdagangan di Lampung diperkuat dengan
mendirikan suatu perkumpulan dagang. Tujuannya adalah untuk memerangi anjloknya
harga komoditas, seperti lada secara besar-besaran. (De Tijd: Godsdienstig-Staatkundig
Dagblad, 11 Desember 1933).
Salah
satu pengusaha Tionghoa yang cukup berperan dalam kepengurusan perkumpulan
pedagang Tionghoa adalah Lim Giok Keng. Lim Giok Keng memiliki usaha dalam hal
pembangkit listrik, pabrik es, jual beli minyak dan pengangkutan di Lampung,
khususnya Teluk Betung dan Tanjung Karang.
Pada
usaha perdagangan minyak, diberitakan dalam Het Nieuws Van Den Dag Voor Nederlandsch-Indië
3 November 1932, bahwa agen penjualan BPM dan Sonony bertemu di gedung
Asosiasi Perdagangan Tionghoa untuk menentukan tarif seragam yang diusulkan
oleh kedua perusahaan minyak tersebut untuk penjualan minyak bumi di Lampung.
Adapun pengusaha Tionghoa yang bertanggung jawab dalam atas perdagangan minyak
ini adalah Lim Giok Keng dan Tan Lam Tjo.
Pengusaha
Lim Giok Keng dalam bidang otomotif merupakan distributor mobil di daerah
Lampung. Pada tahun 1927, General Motors Agency berdiri di Lampung. Melalui
perusahaan ini Lim Giok Keng menjual mobil-mobil merk Chevrolet Truck, G.M.C
Truck, Pontiac Sedan, Buick Limousine. Nama perusahaan penjualan mobil milik
Lim Giok Keng tertera dalam iklan di beberapa koran Het Nieuws Van Den Dag
Voor Nederlandsch-Indië terbitan tahun 1928-1930. (Het Nieuws Van Den
Dag Voor Nederlandsch-Indië, 23 September1932).
(Sumber: Het Nieuws Van Den Dag Voor Nederlandsch-Indië, 13 April 1928)
Sementara
itu di bidang jasa angkutan, Lim Giok Keng juga terlibat dalam pengangkutan
barang dari Teluk Betung ke Oosthaven (Pelabuhan Panjang). Dalam usaha ini,
pengusaha Lim Giok Keng bersaing ketat dengan jasa angkutan milik Tuan Hoffmann.
Persaingan ini ditunjukan dengan tarif angkutan yang memiliki selisih. Jika Tuan
Hoffmann mematok tarif 8 sen per pikul lada atau kopi, maka jasa angkutan Lim
Giok Keng mematok harga 6 sen saja per pikul lada atau kopi dari Teluk Betung
ke Oosthaven (Het Nieuws Van Den Dag Voor Nederlandsch-Indië, 19 November
1932).
Kemudian
di luar Teluk Betung dan Tanjung Karang, sepak terjang pengusaha Lim Giok Keng
juga terdapat di Kota Bumi. Di daerah ini, Lim Giok Keng mendapatkan izin dari
pemerintah untuk menyediakan pasokan listrik. Ia mengeluarkan dana sekitar 35.000
gulden untuk menyediakan fasilitas listrik di Kotabumi (De Indische Courant,
30 Oktober 1939).
Setelah
izin perusahaan listrik di Kotabumi berhasil, di daerah inipun kemudian Lim
Giok Keng melebarkan sayap usaha dengan mendirikan pabrik pembuatan es. Izin
pembukaan pabrik es ini diperoleh di tahun 1940. Ini merupakan pabrik es ketiga,
setelah yang ada di Tanjung Karang dan Teluk Betung (Bataviaasch Nieuwsblad,
5 Februari 1940).
Penggilingan Padi Lim Giok Keng di Pringsewu
(Sumber: werelculteren, 1935)
Di daerah Pringsewu, penguasaha Lim Giok Keng juga memiliki perusahaan penggilingan padi. Bidang usaha lain yang ditekuni oleh Lim Giok Keng adalah jual beli garam di Teluk Betung. Pernah suatu kali terjadi masalah dalam perdagangan garam antara pemerintah setempat dengan pedagang-pedagang Tionghoa. Untuk menyelesaikan itu, Lim Giok Keng menunjukan peranannya, sehingga masalah dapat di atasi (Het Nieuws Van Den Dag Voor Nederlandsch-Indië, 26 Oktober 1932).
Dalam
bidang hiburan nama Lim Giok Keng juga tercatat pernah mengelar pertunjukan
pasar malam di Teluk Betung dari 12 Desember 1937 hungga 12 Maret 1938. Pasar malam
ini memiliki desain yang sangat sederhana. Meski demikian, hasil yang diperoleh
benar-benar di luar ekspektasi. Pasar malam meraup untung lebih dari 12.500
gulden (Bataviaasch Nieuwsblad, 15 Maret 1938). Terakhir nama Lim Giok
Keng juga disebut dalam panitia rencana pembangunan museum di Lampung pada
tahun 1938.
Referensi:
Bataviaasch
Nieuwsblad,
5 Februari 1940
De
Indische Courant,
30 Oktober 1939
De
Tijd: Godsdienstig-Staatkundig Dagblad, 11 Desember 1933
Het
Nieuws Van Den Dag Voor Nederlandsch-Indië, 23 September1932
Het
Nieuws Van Den Dag Voor Nederlandsch-Indië, 26 Oktober 1932
Het
Nieuws Van Den Dag Voor Nederlandsch-Indië, 3 November 1932
Het
Nieuws Van Den Dag Voor Nederlandsch-Indië, 19 November 1932
Jl Vleming Jr. 1926.
Het Chineesche zakenleven in Nederlandsch-Indië. Weltevreden: Dienst
Der Belastingen in Nederlandsch-Indië
Tidak ada komentar:
Posting Komentar