Minggu, 15 Januari 2023

Dampak Pendudukan Jepang di Indonesia

 Penyusun: Adi Setiawan




Kedatangan Jepang di Indonesia memberikan perubahan besar yang menyangkut semua hal. Sebagai pihak yang merasa berhak memerintah, Jepang kemudian mengeluarkan berbagai aturan yang harus ditaati oleh bangsa Indonesia. Adanya kebijakan-kebijakn itu sangat berpengaruh terhadap penduduk Indonesia. 


Bidang Politik



Tujuan utama pemerintah Jepang adalah menghapuskan pengaruh Barat dan menggalang dukungan masyarakat agar memihak Jepang. Pemerintah Jepang juga menjanjikan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Janji kemerdekaan diucapkan oleh Perdana Menteri Tojo saat berkunjung ke Indonesia pada September 1943. Dalam bidang politik, Jepang menerapkan beberapa kebijakan antara lain: 

1. Melarang penggunaan bahasa Belanda dan mewajibkan penggunaan bahasa Jepang. 

2. Membentuk organisasi-organisasi sebagai alat propaganda. 

3. Membentuk pemerintahan militer dengan angkatan darat dan angkatan laut. 

4. Melakukan seikerei setiap upacara bendera, yaitu penghormatan ke arah Tokyo dengan membungkukkan badan 90 derajat untuk Kaisar Jepang Tenno Heika. 

5. Struktur pemerintahan sesuai keinginan Jepang.

6. Menjalin hubungan dengan tokoh nasionalis Indonesia untuk menarik simpati rakyat.


Bidang Sosial dan Budaya



Selama masa pendudukan Jepang, kehidupan sosial dan budaya masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan. Penderitaan rakyat bertambah karena segala kegiatan rakyat dicurahkan untuk memenuhi kebutuhan perang Jepang dalam menghadapi musuh-musuhnya. Terlebih rakyat dijadikan pekerja romusha (kerja paksa zaman Jepang) sehingga banyak jatuh korban akibat kelaparan dan penyakit.  Beberapa akibat pendudukan Jepang bidang sosial budaya antara lain: 

1. Kesulitan proses komunikasi antarpulau dan dunia luar karena semua saluran komunikasi dikendalikan Jepang. 

2. Semua nama-nama kota yang menggunakan bahasa Belanda diganti Bahasa Indonesia seperti Batavia menjadi Jakarta dan Buitenzorg menjadi Bogor. Teramsuk dalam penerbitan, surat kabar contohnya Soeara Asia (Surabaya),  Asia Raya (Jakarta),  Tjahaya (Bandung), Sinar Baroe (Semarang), dan Sinar Matahari (Yogyakarta).

3. Kebijakan Kinrohoshi yaitu tradisi kerja bakti secara massal pada masa pendudukan Jepang. 

4. Mendirikan pusat kebudayaan (Keimin Bunka Shidoso) pada 1 April 1943 untuk mengawasi karya para seniman agar tidak menyimpang dari tujuan Jepang. Adapun karya sastra yang berkembang seperti: Cinta Tanah Air karya Nur Sutan Iskandar, Palawija karya Karim Halim, Angin Fuji Karya Usmar Ismail.

5. Rakyat dijadikan romusha (kerja pakasa). .

6. Pemaksaan wanita menjadi jugun ianfu (wanita penghibur prajurit Jepang). 


Bidang Pendidikan



Pendidikan pada masa pendudukan Jepang dibagi menjadi beberapa tingkatan, seperti:  

Pendidikan Dasar (Kokumin Gakko atau Sekolah Rakyat)  Sekolah rakyat ini memiliki masa belajar selama enam tahun. Di mana Sekolah Rakyat adalah sekolah pertama yang merupakan konversi nama dari Sekolah dasar tiga atau lima tahun bagi pribumi di masa Hindia Belanda.  

Pendidikan Lanjutan  Terdapat dua pendidikan lanjutan, yakni Shoto Chu Gakko (Sekolah Menengah Pertama) dengan masa belajar tiga tahun dan Kato Chu Gakko (Sekolah Menengah Tinggi) yang juga memiliki masa studi tiga tahun.  

Pendidikan Kejuruan  Terdiri dari sekolah lanjutan yang bersifat vokasional antara lain bidang pertukangan, pelayaran, pendidikan, teknik, dan pertanian. 

Perguruan tinggi mengalami kemunduran, banyak perguruan tinggi yang ditutup pada 1943. Para pelajar dianjurkan masuk organisasi militer. Akibat pendudukan Jepang di bidang pendidikan, perguruan tinggi mengalami kemunduran dan banyak yang ditutup pada 1943. Hanya beberapa perguruan tinggi yang dibuka antara lain: Perguruan Tinggi Kedokteran (Ika Daigaku) di Jakarta Perguruan Tinggi Teknik (Kogyo Daigaku) di Bandung Selain itu, Jepang membuka Akademi Pamong Praja (Konkoku Gakuin) di Jakarta dan Perguruan Tinggi Hewan di Bogor.

Pendirian beberapa sekolah oleh pemerintah Jepang berhubungan dengan usaha penanaman ideologi Jepang yaitu Hakko Ichiu yang artinya Delapan Benang di Bawah Satu Atap.  Guru-guru dibebani tugas sebagai penyebar ideologi Hakko Ichiu. Di mana setiap daerah mengirimkan calon guru untuk mengikuti pelatihan dengan syarat mendapat persetujuan dari pimpinan Jepang.  Ketika kembali ke daerah masing-masing, guru tersebut wajib menanamkan ideologi Hakko Ichiu. 

Pada masa pendudukan Jepang, keadaan pendidikan di Indonesia semakin memburuk. Dilakukan pembatasan pendidikan sebagai politik Jepang untuk memudahkan pengawasan. Berikut ini beberapa akibat pendudukan Jepang di bidang pendidikan: 

1.Para pelajar wajib mempelajari bahasa Jepang. 

2. Para pelajar harus mempelajari adat istiada Jepang, lagu kebangsaan Jepang Kimigayo, dan gerak badan (taiso) sebelum pelajaran dimulai. 

3. Bahasa Indonesia mulai digunakan sebagai bahasa pengantar di semua sekolah dan menjadi mata pelajaran wajib. 

4. Para pelajar dianjurkan untuk masuk organisasi militer seperti Heiho (sebagai pembantu prajurit), Seinendan, dan Keibodan (pembantu polisi). Para pelajar dilatih baris berbaris dan perang meski hanya menggunakan senjata kayu. Para pelajar juga dijadikan Shuishintai atau barisan pelopor yang mendapatkan pelatihan yang berat. Latihan militer yang dianjurkan pemerintah Jepang kelak akan berguna bagi bangsa Indonesia.


Bidang Ekonomi




Jepang membutuhkan biaya Perang Pasifik, untuk itu mengerahkan semua tenaga kerja dari Indonesia. Tenaga kerja dari Indonesia dikerahkan untuk membuat benteng-benteng pertahanan. Jepang juga menerapkan sistem ekonomi erang yang disebut ekonomi autarki, artinya setiap daerah harus mampu memenuhi kebutuhannya sendiri sekaligus kebutuhan perang Jepang. Akibatnya, kondisi masyarakat dari segi ekonomi menyedihkan. Beberapa akibat pendudukan Jepang di Indonesia bidang ekonomi antara lain: 

1. Pembentukan barisan romusha dengan panitia pengarahan (romukyokai) di setiap daerah. 

2. Pengerahan tenaga kerja dari sukarela menjadi paksaan. 

3. Masyarakat wajib melakukan pekerjaan yang dinilai berguna bagi masyarakat luas. 

4. Obyek vital dan alat-alat produksi dikuasai dan diawasi ketat oleh pemerintah Jepang. 

5. Barang-barang keperluan hidup sulit didapat karena jumlahnya sedikit. 

6. Bahan makanan sulit didapat karena banyak petani menjadi romusha. 

7. Bahan-bahan pakaian sulit didapat bahkan menggunakan karung goni sebagai bahan pakaian. 

8. Obat-obatan sulit didapat. 

9. Peningkatan jumlah gelandangan di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Semarang dan Surabaya. Pasar gelap tumbuh di kota-kota besar. 

10. Inflasi parah karena uang yang dikeluarkan pemerintah Jepang tidak ada jaminannya.


Bidang Birokrasi dan Militer



Dalam bidang birokrasi, pemerintah Jepang mengeluarkan Undang-undang Nomor 27 Tentang Aturan Pemerintah Daerah dan UU No. 28 Tentang Pemerintah Shu (Syu) dan Tokubetsu Shi (Syi) yang menandai berakhirnya pemerintahan sementara. Kedua aturan tersebut merupakan pelaksanaan struktur pemerintahan dengan datangnya tenaga sipil dari Jepang di Jawa. Tenaga sipil dari Jepang ditempatkan di Jawa untuk melakukan tujuan reorganisasi pemerintahan Jepang yang menjadikan Jawa sebagai pusat perbekalan perang di wilayah selatan. 


Sesuai dengan UU tersebut, seluruh kota di Jawa dan Madura kecuali Solo dan Yogyakarta dibagi atas: Shu (syu) (karesidenan) Shi (syi) (kotapraja) Ken (kabupaten) Gun (kawedanan) So (kecamatan) Ku (desa).  Struktur pemerintahan sesuai keinginan Jepang yaitu desa disebut ku, kecamatan disebut so, kawedanan disebut gun, kotapraja disebut shi (syi), kabupaten disbeut ken dan karesidenan disebut shu (syu). Pembentukan provinsi yang dilakukan Belanda diganti dan disesuaikan dengan struktur Jepang sehingga daerah pemerintahan tertinggi adalah shu (syu). Meski luas wilayah shu (syu) sebesar karesidenan tetapi fungsinya berbeda. Residen adalah pembantu gubernur. Sedangkan shu adalah pemerintah otonomi di bawah shuchokan yang berkedudukan sama dengan gubernur. 

Pada masa pendudukan Jepang juga dibentuk Chuo Sangi-in (Dewan Pertimbangan Pusat) yang fungsinya tidak jauh berbeda dengan Volksraad. Bedanya, dalam Volksraad masih dapat dilakukan kritik pemerintah dengan bebas, tetapi tidak dapat dilakukan di Chuo Sangi-in. 

Perbedaan antara masa penjajahan sebelumnya dengan masa pendudukan Jepang adalah rakyat Indonesia mendapatkan manfaat pengalaman dan pelatihan militer mencakup dalam bidang ketentaraan, bidang pertahanan, dan bidang keamanan. Pelatihan militer yang diperoleh rakyat Indonesia adalah: Dasar-dasar militer Baris berbaris Latihan menggunakan senjata Organisasi militer Latihan perang Melalui propagandanya, Jepang berhasil membujuk penduduk untuk menghadapi Sekutu. Oleh karena itu, Jepang melatih penduduk dengan latihan-latihan militer. Pada 1943 Jepang semakin intensif mendidik dan melatih pemuda Indonesia di bidang militer. 

Jepang membentuk organisasi semi militer dan organisasi militer yang harus diikuti para pemuda di Indonesia untuk membantu Jepang yang semakin terdesak oleh Sekutu dalam Perang Pasifik. Seperti Seinendan, Keibodan (pembantu polisi), Fujinkai, Hizbullah dan Barisan Pelopor serta Heiho (sebagai pembantu prajurit) dan Peta (Pembela Tanah Air). 

Bekas pasukan Peta akan menjadi kekuatan inti Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR), merupakan cikal bakal Tentara Nasional Indonesia (TNI).


Sumber: Kompas.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Menyaksikan Tanah Sabrang: Film Propaganda di Era Kolonial

Sebuah gedung pertunjukan film modern diresmikan di Kota Metro, sebuah daerah yang lahir dari proses kolonisasi di masa lampau. Hadirnya bio...

Populer