Negara
Indonesia yang masih muda dihadapkan dengan berbagai peristiwa yang begitu
pelik, politik saat itu dihadapkan dengan kekacauan. Bukan hanya di pusat
Jakarta namun juga daerah.
Oleh: Adi Setiawan
> 26 Juli 2020
|
Allan L. Pope, wakil Amerika Serikat yang membantu Permesta (goriau.com)
|
A. PERISTIWA ANDI AZIZ
Ø
Sebab:
Peristiwa Andi Aziz berawal dari tuntutan Kapten Andi Aziz dan
pasukannya yang berasal dari KNIL (pasukan Belanda di Indonesia) terhadap
pemerintah Indonesia agar hanya mereka yang dijadikan pasukan APRIS di Negara
Indonesia Timur (NIT). Pemberontakan ini dipimpin oleh
Kapten Andi Azis sendiri, Ia merupakan mantan perwira KNIL dan baru diterima
masuk ke dalam APRIS. Andi Azis bersama gerombolannya ingin mempertahankan
Negara Indonesia Timur. Selain itu, hal ini juga dilatarbelakangi oleh
penolakan terhadap masuknya anggota TNI ke dalam bagian APRIS.
Ø
Kronologi Peristiwa:
Pada 5 April 1950, terjadi pemberontakan Andi Azis di Makassar. Pasukan
Andi Azis melakukan penyerangan serta menduduki tempat-tempat vital dan
menangkap Panglima Teritorium Indonesia Timur Letnan Kolonel A.J. Mokoginta. Untuk
menanggulangi hal tersebut, pemerintah mengeluarkan ultimatum pada 8 April 1950
yang memerintahkan kepada Andi Azis agar melaporkan diri serta
mempertanggungjawabkan perbuatannya ke Jakarta dalam tempo 4 x 24 jam. Ia juga
diperintahkan untuk menarik pasukan, menyerahkan semua senjata, dan membebaskan
tawanan.
Ternyata
Andi Azis sama sekali tidak menggubris ultimatum tersebut. Karena Andi Azis
tidak menggubris, maka pemerintah langsung bereaksi dengan mengirim
pasukan-pasukan ekspedisi. Pasukan ekspedisi mendarat
di Makassar pada tanggal 26 April 1950 di bawah pimpinan Kolonel Alex
Kawilarang, pada saat itu terjadilah
pertempuran.
Andi Aziz pun segera ditangkap di Jakarta setibanya ia ke sana dari
Makasar. Ia juga kemudian mengakui bahwa aksi yang dilakukannya berawal dari
rasa tidak puas terhadap APRIS. Pasukannya yang memberontak akhirnya berhasil
ditumpas oleh tentara Indonesia di bawah pimpinan Kolonel Kawilarang.
B. PEMBERONTAKAN REPUBLIK
MALUKU SELATAN (RMS)
Ø Sebab:
Keinginan untuk memisahkan diri dari Republik Indonesia Serikat dan
menggantinya dengan negara sendiri. Diproklamasikan oleh mantan Jaksa Agung
Negara Indonesia Timur, Dr. Ch.R.S. Soumokil pada April 1950, RMS didukung oleh
mantan pasukan KNIL.
Ø
Kronologi Peristiwa:
Pada tanggal 25 April 1950 Seorang mantan jaksa agung Negara Indonesia Timur, Mr. Dr. Christian Robert
Soumokil, memproklamirkan berdirinya Republik Maluku Selatan. Hal ini merupakan bentuk penolakan
atas didirikannya NKRI, Soumokil tidak setuju dengan penggabungan daerah-daerah
Negara Indonesia Timur ke dalam wilayah kekuasaan Republik Indonesia. Dengan
mendirikan Republik Maluku Selatan, Ia mencoba untuk melepas wilayah Maluku
Tengah dan NIT dari Republik Indonesia Serikat.
Upaya penyelesaian secara damai awalnya dilakukan oleh pemerintah Indonesia,
yang mengutus dr. Leimena untuk berunding. Namun upaya ini mengalami kegagalan.
Pemerintah pun langsung mengambil tindakan tegas, dengan melakukan operasi
militer di bawah pimpinan Kolonel Kawilarang.
Kelebihan pasukan KNIL RMS adalah mereka memiliki kualifikasi sebagai
pasukan komando. Konsentrasi kekuatan mereka berada di Pulau Ambon dengan medan
perbentengan alam yang kokoh. Bekas benteng pertahanan Jepang juga dimanfaatkan
oleh pasukan RMS. Oleh karena medan yang berat ini, selama peristiwa perebutan
pulau Ambon oleh TNI, terjadi pertempuran frontal dan dahsyat dengan saling
bertahan dan menyerang.
Meski kota Ambon sebagai ibukota RMS berhasil direbut dan pemberontakan
ini akhirnya ditumpas, namun TNI kehilangan komandan Letnan Kolonel Slamet
Riyadi dan Letnan Kolonel Soediarto yang gugur tertembak. Soumokil sendiri
awalnya berhasil melarikan diri ke pulau Seram, namun ia akhirnya ditangkap
tahun 1963 dan dijatuhi hukuman mati.
C. PERISTIWA PRRI dan PERMESTA
PRRI adalah singkatan dari Pemerintah
Revolusioner Republik Indonesia, sementara Permesta adalah singkatan dari Perjuangan
Semesta atau Perjuangan Rakyat Semesta.
Ø Sebab:
Munculnya pemberontakan PRRI dan Permesta bermula dari adanya persoalan
di dalam tubuh Angkatan Darat, berupa kekecewaan atas minimnya kesejahteraan
tentara di Sumatera dan Sulawesi. Hal ini mendorong beberapa tokoh militer
untuk menentang Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD).
Ø
Kronologi Peristiwa:
Kekecewaan tersebut diwujudkan dengan pembentukan dewan-dewan
daerah sebagai alat perjuangan tuntutan pada Desember 1956 dan Februari 1957,
seperti:
§ Dewan Banteng di Sumatera Barat yang dipimpin oleh Letkol Ahmad
Husein.
§ Dewan Gajah di Sumatera Utara yang dipimpin oleh Kolonel Maludin Simbolon.
§ Dewan Garuda di Sumatera Selatan yang dipimpin oleh Letkol. Barlian.
§ Dewan Manguni di Sulawesi Utara yang dipimpin oleh Kolonel Ventje
Sumual.
Dewan-dewan ini bahkan kemudian mengambil alih kekuasaan pemerintah
daerah di wilayahnya masing-masing. Beberapa tokoh sipil dari pusatpun
mendukung mereka bahkan bergabung ke dalamnya, seperti Syafruddin Prawiranegara,
Burhanuddin Harahap dan Mohammad Natsir. KSAD Abdul Haris Nasution dan PM
Juanda sebenarnya berusaha mengatasi krisis ini dengan jalan musyawarah, namun
gagal.
Ahmad Husein lalu mengultimatum pemerintah pusat, menuntut agar Kabinet
Djuanda mengundurkan diri dan menyerahkan mandatnya kepada presiden. Tuntutan
tersebut jelas ditolak pemerintah pusat. Krisis pun akhirnya memuncak ketika
pada tanggal 15 Februari 1958 Achmad Hussein memproklamasikan berdirinya
Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Padang, Sumatera Barat.
Seluruh dewan perjuangan di Sumatera dianggap mengikuti
pemerintahan ini. Sebagai perdana menteri PRRI ditunjuk Mr. Syafruddin
Prawiranegara. Bagi Syafruddin, pembentukan PRRI hanyalah sebuah upaya untuk menyelamatkan
negara Indonesia, dan bukan memisahkan diri. Apalagi PKI saat itu mulai
memiliki pengaruh besar di pusat. Tokoh-tokoh sipil yang ikut dalam PRRI
sebagian memang berasal dari partai Masyumi yang dikenal anti PKI.
Berita proklamasi PRRI ternyata disambut dengan antusias pula oleh
para tokoh masyarakat Manado, Sulawesi Utara. Kegagalan musyawarah dengan
pemerintah, menjadikan mereka mendukung PRRI, mendeklarasikan Permesta
sekaligus memutuskan hubungan dengan pemerintah pusat (Kabinet Juanda).
Pemerintah pusat tanpa ragu-ragu langsung bertindak tegas. Operasi militer
dilakukan untuk menindak pemberontak yang diam-diam ternyata didukung Amerika
Serikat. AS berkepentingan dengan pemberontakan ini karena kekhawatiran mereka
terhadap pemerintah pusat Indonesia yang bisa saja semakin dipengaruhi komunis.
Untuk menumpas
pemberontakan, pemerintah melancarkan operasi militer gabungan yang diberi nama
Operasi Merdeka, dipimpin oleh Letnan Kolonel Rukminto Hendraningrat. Operasi
ini sangat kuat karena musuh memiliki persenjataan modern buatan Amerika
Serikat. Terbukti dengan ditembaknya Pesawat Angkatan Udara Revolusioner
(Aurev) yang dikemudikan oleh Allan L. Pope seorang warga negara Amerika
Serikat.
Referensi:
Abdurakhman. 2018. Sejarah
Indonesia. Kemendikbud: Jakarta
blog.ruangguru.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar