SISTEM KEPARTAIAN MASA DEMOKRASI LIBERAL
Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015). Tujuan dibentuknya partai politik adalah untuk memperoleh, merebut dan mempertahankan kekuasaan secara konstitusional. Jadi munculnya partai politik erat kaitannya dengan kekuasaan.
Paska proklamasi kemerdekaan, pemerintahan RI memerlukan adanya lembaga parlemen yang berfungsi sebagai perwakilan rakyat sesuai dengan amanat UUD 1945. Keberadaan parlemen, dalam hal ini DPR dan MPR, tidak terlepas dari kebutuhan adanya perangkat organisasi politik, yaitu partai politik. Pada tanggal 3 November 1945 pemerintah mengeluarkan maklumat yang menjadi gagasan pembentukan partai-partai politik baru. Diantara partai-partai tersebut dapat dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
No. |
Nama Parpol |
Pimpinan |
Tanggal Berdiri |
1. |
Masyumi |
Dr. Sukirman Wiryosanjoyo |
7 November 1945 |
2. |
Partai Nasional Indonesia (PNI) |
Sidik Joyosukarto |
29 Januari 1945 |
3. |
Partai Sosialis Indonesia (PSI) |
Amir Syarifuddin |
20 November 1945 |
4. |
Partai Komunis Indonesia (PKI) |
Mr. Moh. Yusuf |
7 November 1945 |
5. |
Partai Buruh Indonesia (PBI) |
Nyono |
8 November 1945 |
6. |
Partai Rakyat Jelata (PRJ) |
Sutan Dewanis |
8 November 1945 |
7. |
Partai Kristen Indonesia (Parkindo) |
Ds. Probowinoto |
10 November 1945 |
8. |
Partai Rakyat Sosialis (PRS) |
Sutan Syahrir |
20 November 1945 |
9. |
Persatuan Marhaen Indonesia (Permai) |
JB Assa |
17 Desember 1945 |
10. |
Partai Katholik RI (PKRI) |
IJ Kassimo |
8 Desember 1945 |
Pembentukan partai politik ini menurut Mohammad Hatta agar memudahkan dalam mengontrol perjuangan lebih lanjut. Pembentukan partai politik ini bertujuan untuk mudah dapat mengukur kekuatan perjuangan kita dan untuk mempermudah meminta tanggung jawab kepada pemimpin-pemimpin barisan perjuangan. Namun pada kenyataannya partai-partai politik tersebut cenderung untuk memperjuangkan kepentingan golongan dari pada kepentingan nasional. Partai-partai politik yang ada saling bersaing, saling mencari kesalahan dan saling menjatuhkan. Partai-partai politik yang tidak memegang jabatan dalam kabinet dan tidak memegang peranan penting dalam parlemen sering melakukan oposisi yang kurang sehat dan berusaha menjatuhkan partai politik yang memerintah.
Hal inilah yang menyebabkan pada era ini sering terjadi pergantian kabinet, kabinet tidak berumur panjang sehingga program-programnya tidak bisa berjalan sebagaimana mestinya yang menyebabkan terjadinya instabilitas nasional baik di bidang politik, sosial ekonomi dan keamanan. Kondisi inilah yang mendorong Presiden Soekarno mencari solusi untuk membangun kehidupan politik Indonesia yang akhirnya membawa Indonesia dari sistem demokrasi liberal menuju demokrasi terpimpin
Meskipun maklumat keluar pada 3 November 1945, namun Pemilihan umum itu sendiri baru terselenggara pada tahun 1955 dan dilakukan dengan dua tahap yakni untuk memilih anggota DPR dan anggota dewan konstituante dan pemilihan umum pada tahun 1955 yang juga pemilihan umum nasional pertama yang dilakukan di Indonesia. Pemilihan umum pertama di Indonesia tersebut diikuti oleh sangat banyak partai sehingga hal ini menunjukkn bahwa sejak tahun 1955 Indonesia telah menganut sistem kepartaian yang multi partai.
Sistem multi partai adalah suatu sistem kepartaian yang mana di dalam suatu negara ada terdapat banyak partai politik. Sistem multi partai ini yang kemudian dapat memunculkan koalisi antar partai politik karena, hasil dari pemilihan umum dengan sistem multi partai ini cenderung jarang menempatkan satu partai politik yang akan menjadi partai politik yang dominan sehingga memerlukan koalisi untuk membentuk suatu pemerintahan yang kuat di parlemen. Sistem banyak partai/multipartai pada masa demokrasi liberal ternyata tidak dapat berjalan baik, hal ini dikarenakan :
- Partai politik tidak dapat melaksanakan fungsinya dengan baik, sehingga kabinet jatuh bangun dan tidak dapat melaksanakan program kerjanya. Sebagai akibatnya pembangunan tidak dapat berjaan dengan baik.
- Rapuhnya Koalisi antar partai sehingga sering terjadi pergolakan politik di parlemen.
- Peranan partai politik pada masa tersebut sudah menjadi sarana penyalur aspirasi rakyat, namun kurang maksimal karena situasi politik yang panas dan tidak kondusif. Dimana setiap partai hanya mementingkan kepentingan partai sendiri tanpa memikirkan kepentingan yang lebih luas yaitu kepentingan bangsa.
- Partai politik pada zaman liberal diwarnai suasana penuh ketegangan politik, saling curiga mencurigai antara partai politik yang satu dengan partai politik lainnya. Hal ini mengakibatkan hubungan antar politisi tidak harmonis karena hanya mementingkan kepentingan (Parpol) sendiri.
PEMILU TAHUN 1955
Pemilu 1955 merupakan pemilu pertama yang bersifat nasional yang bertujuan untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk dalam parlemen dan dewan Konstituante. Pemilu ini dilaksanakan selama dua tahap, tahap pertama pertama untuk memilih anggota parlemen yang dilaksanakan pada 29 September 1955 dan tahap kedua untuk memilih anggota Dewan Konstituante (badan pembuat Undang-undang Dasar) dilaksanakan pada 15 Desember 1955. Penyelenggaraan pemilu tahun 1955 merupakan pemilu yang paling ideal dan paling demokratis. Idealitas yang dibangun berdasarkan kebebasan dan pluralitas kontestan pemilu, netralitas birokrasi dan militer setidaknya dalam konsep, tidak terjadi kerusuhan atau bentrok masa, diwakilinya semua partai dalam badan penyelenggara pemilu dan antusiasme pemilih.
Pemilu pada tahun 1955 ini merupakan pemilu yang disiapkan dan diselenggarakan oleh tiga kabinet yang berbeda. Persiapannya dilakukan oleh Kabinet Wilopo, sedangkan pelaksanaannya dilakukan oleh Kabinet Ali Sastroamidjojo (31 Juli 1953-12 Agustus 1955) dan Kabinet Burhanuddin Harahap. Kabinet Wilopo mempersiapkan rencana undang-undang dan mengesahkan undang-undang pemilu. Kabinet Ali Sastroamidjojo melaksanakan pemilu sampai tahap kampanye kemudian diganti Kabinet Burhanuddin Harahap yang melaksanakan tahapan selanjutnya yaitu hari-H pencoblosan sampai pemilu selesai.
Pelaksanaan Pemilihan Umum pertama dibagi dalam 16 daerah pemilihan yang meliputi 208 kabupaten, 2139 kecamatan dan 43.429 desa, dan 39 juta rakyat Indonesia memberikan suaranya di kotak-kotak suara. Pemilihan umum 1955 merupakan tonggak demokrasi pertama di Indonesia. Keberhasilan penyelenggaraan pemilihan umum ini menandakan telah berjalannya demokrasi di kalangan rakyat. Rakyat telah menggunakan hak pilihnya untuk memilih wakil-wakil mereka.
Dalam pemilihan umum 1955 terdapat 100 partai besar dan kecil yang mengajukan calon-calonnya untuk anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan 82 partai besar dan kecil untuk Dewan Konstituante. Selain itu masih ada 86 organisasi dan perseorangan akan ikut dalam pemilihan umum. Dalam pendaftaran pemilihan tidak kurang dari 60% penduduk Indonesia yang mendaftarkan namanya (kurang lebih 78 juta), angka yang cukup tinggi yang ikut dalam pesta demokrasi yang pertama.
A. Pemilihan Anggota DPR
Pemilihan umum untuk anggota DPR dilaksanakan pada tanggal 29 September 1955. Hasilnya diumumkan pada 1 Maret 1956. Urutan perolehan suara terbanyak adalah PNI, Masyumi, Nahdatul Ulama dan PKI. Sepuluh perolehan suara terbanyak memperoleh kursi sebagai berikut :
No. |
Nama Partai |
Jumlah Kursi |
No. |
Nama Partai |
Jumlah Kursi |
1. |
Partai Nasional Indonesia |
57 |
6. |
Partai Kristen Indonesia |
8 |
2. |
Masyumi |
57 |
7. |
Partai Katholik Indonesia |
6 |
3. |
Nahdlatul Ulama |
45 |
8. |
Partai Sosialis Indonesia |
5 |
4. |
Partai Komunis Indonesia |
39 |
9. |
IPKI |
4 |
5. |
PSII |
8 |
10. |
PersatuanTtarbiyah Islamiyah |
4 |
Pemilihan Umum 1955 menghasilkan susunan anggota DPR dengan jumlah anggota
sebanyak 250 orang dan dilantik pada tanggal 24 Maret 1956 oleh Presiden
Soekarno. Acara pelantikan ini dihadiri oleh anggota DPR yang lama dan
menteri-menteri Kabinet Burhanudin Harahap. Dengan terbentuknya DPR yang baru
maka berakhirlah masa tugas DPR yang lama dan penunjukkan tim formatur
dilakukan berdasarkan jumlah suara terbanyak di DPR.
Daftar susunan Dewan Perwakilan Rakyat 1956–1960 antara lain sebagai berikut.
No |
Jabatan |
Nama |
1. |
Ketua Fraksi |
Mr. Burhanuddin Harahap |
2. |
Wakil Ketua I |
H. Zainal Abidin Ahmad |
3. |
Wakil Ketua II |
R.T. Djaja Rahmat |
4. |
Wakil Ketua III |
K.H. Tjikwan |
5. |
Sekretaris I |
G.A. Muis |
6. |
Sekretaris II |
E. Zainal Muttaqien |
7. |
Bendahara |
Ny. Sunarjo Mangunpuspito |
Pemilihan Umum anggota Dewan Konstituante dilaksanakan pada 15 Desember 1955.
Hasil pemilihan diumumkan pada 16 Juli 1956, perolehan suara partai-partai
yang mengikuti pemilihan anggota Dewan Konstituante urutannya tidak jauh
berbeda dengan pemilihan anggota legislatif, empat besar partainya adalah PNI,
Masyumi, NU dan PKI.
No. |
Nama Partai |
Jumlah Kursi |
No. |
Nama Partai |
Jumlah Kursi |
1. |
Partai Nasional Indonesia |
119 |
6. |
Partai Kristen Indonesia |
16 |
2. |
Masyumi |
112 |
7. |
Partai Katholik Indonesia |
106 |
3. |
Nahdlatul Ulama |
91 |
8. |
Partai Sosialis Indonesia |
10 |
4. |
Partai Komunis Indonesia |
80 |
9. |
IPKI |
8 |
5. |
PSII |
16 |
10. |
PersatuanTtarbiyah Islamiyah |
7 |
Keanggotaaan Dewan Konstituante terdiri dari anggota hasil pemilihan umum
dan yang diangkat oleh pemerintah. Pemeritah mengangkat anggota Konstituate
jika ada golongan penduduk minoritas yang turut dalam pemilihan umum tidak
memperoleh jumlah kursi sejumlah yang ditetapkan dalam UUDS 1950. Kelompok
minoritas yang ditetapkan jumlah kursi minimal adalah golongan Cina dengan 18
kursi, golongan Eropa dengan 12 kursi dan golongan Arab 6 kursi.
Daftar susunan Konstituante 1956–1959
No |
Jabatan |
Nama |
1. |
Ketua Fraksi |
Mohammad Natsir |
2. |
Wakil Ketua I |
H. Zainal Abidin Ahmad |
3. |
Wakil Ketua II |
K. H. Faqih Usman |
4. |
Wakil Ketua III |
Sjapei |
5. |
Sekretaris I |
Hasan Natapermana |
6. |
Sekretaris II |
Dahlan Lukman |
7. |
Pembantu |
Osman Raliby, K.H. Taufiqurrahman, Mr. Sjafruddin Prawiranegara, Rd. Moh. Hidajat, Bey Arifan, Zamzami Kimin, Prof. A. Kahar Mudzakkir, dan Ny. Nadimah Tandjung |
Dalam sidang-sidang Dewan Konstituante yang berlangsung sejak tahun 1956 hingga Dekrit Presiden 5 Juli 1959 tidak menghasilkan apa yang diamanatkan oleh UUD S 1950. Dewan memang berhasil menyelesaikan bagian-bagian dari rancangan UUD, namun terkait dengan masalah dasar negara, Dewan Konstituante tidak berhasil menyelesaikan perbedaan yang mendasar diantara usulan dasar negara yang ada. Dalam sidang Dewan Konstituante muncul tiga usulan dasar negara yang diusung oleh partai-partai;
- Dasar negara Pancasila diusung antara lain oleh PNI, PKRI, Permai, Parkindo, dan Baperki;
- Kedua, Dasar negara Islam diusung antara lain oleh Masyumi, NU dan PSII;
- Ketiga, Dasar negara Sosial Ekonomi yang diusung oleh Partai Murba dan Partai Buruh.
Dalam upaya untuk menyelesaikan perbedaan pendapat terkait dengan masalah
dasar negara, kelompok Islam mengusulkan kepada pendukung Pancasila tentang
kemungkinan dimasukannya nilai-nilai Islam ke dalam Pancasila, yaitu
dimasukkannya Piagam Jakarta 22 Juni 1945 sebagai pembukaan undang-undang dasar
yang baru. Namun usulan ini ditolak oleh pendukung Pancasila.
Kondisi ini mendorong Presiden Soekarno dalam amanatnya di depan sidang Dewan
Konstituante mengusulkan untuk kembali ke UUD 1945. Konstituante harus menerima
UUD 1945 apa adanya, baik pembukaan maupun batang tubuhnya tanpa
perubahan. Dewan Konstituante mengadakan musyawarah namun tidak berhasil
mencapai kuorum. Kondisi ini mendorong KSAD, Jenderal Nasution, selaku Penguasa
Perang Pusat (Peperpu) dengan persetujuan dari Menteri Pertahanan sekaligus
Perdana Menteri Ir. Djuanda, melarang sementara semua kegiatan politik dan
menunda semua sidang
Hari Minggu 5 Juli 1959, Presiden Soekarno menetapkan Dekrit Presiden 1959 di Istana Merdeka. Isi pokok dari Dekrit Presiden tersebut adalah membubarkan Dewan Konstituante, menyatakan berlakunya kembali UUD 1945 dan menyatakan tidak berlakunya UUD Sementara 1950. Dekrit juga menyebutkan akan dibentuknya Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) dan Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) dalam waktu sesingkat-singkatnya.
Referensi:
https://www.mikirbae.com/2016/04/sistem-kepartaian-masa-demokrasi-liberal.html
https://www.mikirbae.com/2016/04/pemilihan-umum-tahun-1955.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar