Adi Setiawan
Penemuan fosil yang diperkirakan sebagai manusia purba atau pra-aksara di Indonesia membuka khazanah ilmu pengetahuan mengenai perubahan-perubahan yang menyangkut diri manusia dengan segala kebudayaannya. Terlepas dari pendapat mengenai teori evolusi, di Indonesia setidaknya terdapat tiga jenis manusa pura yakni Meganthropus (Manusia Besar), Pitecanthropus (Manusia Kera Berjalan Tegak) dan Homo (Manusia Cerdas).
Fosil Manusia (liputan6.com) |
A. Penemuan Fosil Manusia Purba
Beberapa daerah di Indonesia pada masa lampau disinyalir sebagai tempat hunian manusia pura, hal ini karena ditempat-tempat tersebut pada masa kini banyak ditemukan fosil-fosil yang diperkirakan bagian dari tubuh manusia purba. Daerah-daerah itu diantaranya :
1. Sangiran
Situs Sangiran adalah sebuah situs arkeologi di Jawa, Indonesia. Area ini memiliki luas 48 km² dan terletak di Jawa Tengah, 15 kilometer sebelah utara Surakarta di lembah Sungai Bengawan Solo dan terletak di kaki gunung Lawu. Secara administratif Sangiran terletak di kabupaten Sragen dan kabupaten Karanganyar di Jawa Tengah. Pada tahun 1977 Sangiran ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia sebagai cagar budaya. Pada tahun 1996 situs ini terdaftar dalam Situs Warisan Dunia UNESCO.
Tahun 1934 antropolog Gustav Heinrich Ralph von Koenigswald memulai penelitian di area tersebut. Pada tahun-tahun berikutnya, hasil penggalian menemukan fosil dari nenek moyang manusia pertama, Pithecanthropus erectus (“Manusia Jawa”). Ada sekitar 60 lebih fosil lainnya di antaranya fosil Meganthropus palaeojavanicus telah ditemukan di situs tersebut.
Di Museum Sangiran, yang terletak di wilayah ini juga, dipaparkan sejarah manusia purba sejak sekitar 2 juta tahun yang lalu hingga 200.000 tahun yang lalu, yaitu dari kala Pliosen akhir hingga akhir Pleistosen tengah. Di museum ini terdapat 13.086 koleksi fosil manusia purba dan merupakan situs manusia purba berdiri tegak yang terlengkap di Asia. Selain itu juga dapat ditemukan fosil hewan bertulang belakang, fosil binatang air, batuan, fosil tumbuhan laut serta alat-alat batu.
Pada awalnya penelitian Sangiran adalah sebuah kubah yang dinamakan Kubah Sangiran. Puncak kubah ini kemudian terbuka melalui proses erosi sehingga membentuk depresi. Pada depresi itulah dapat ditemukan lapisan tanah yang mengandung informasi tentang kehidupan di masa lampau.
2. Trinil
Situs Trinil terletak di Provinsi Jawa Timur, yaitu sebelah barat kota Ngawi sekitar 14 km. Alamat pastinya di Dukuh Pilang Desa Kawu Kecamatan Kedunggalar. Lokasi situs Trinil berada di kaki Gunung Lawu dengan lapisan tanah terangkat dan tersingkap yang masuk pada lapisan pleistosen. Situs Trinil masuk pada formasi Kabuh yang juga banyak ditemukan fosil hewan purba dan tumbuhan purba. Sedangkan di bagian atas dari situs Trinil merupakan teras suatu sungai yang masuk dalam lingkungan formasi Notopuro.
Seorang ahli bernama Eugene Dubois menemukan fosil Pithecanthropus erectus di Situs Trinil pada tahun 1893. Penemuan tersebut membuat banyak ahli lain yang ingin meneliti di sekitar daerah Trinil. Seperti seorang ahli yang bernama Selenka yang menggali tanah pada lokasi tersebut pada tahun 1907-1908 dan berhasil menemukan banyak fosil hewan purba tetapi tidak mendapatkan fosil manusia purba satupun.
Selanjutnya sekita 1962 ada penelitian oleh Proyek Penetian Paleoantropologi Nasional, Departemen Geologi ITB & Direktorat Geologi yang menemukan beberapa alat serpih yang diperkirakan dibuat oleh Pithecanthropus Soloensis.
Salah satu temuan besar di Situs Trinil adalah Pithecanthropus Erectus yang saat ditemukan dalam bentuk fosil tengkorak dan tulang-tulang paha yang berwarna cokelat kehitaman. Sebagai tanda lokasi tersebut ditemukan fosil tersebut dibuat sebuah tugu di selatan Sungai Bengawan Solo di Klitheh. Umur dari fosil manusia trinil itu diperkirkan masuk pada masa pleistosen sekitar 500.000 – 830.000 tahun yang lalu.
Pithecanthropus Erectus atau manusia Trinil ini mempunyai tubuh yang tegap dengan tinggi badan mencapai 165 – 170 cm. Perkiraan berat badan mencapai 104 kg dan volume otak sekitar 900cm3 atau 2/3 isi otak manusia modern. Bagian gigi manusia trinil terlihat lebih mencolok dan besar dengan otot kunyahnya yang kuat. Selain itu ada tonjolan yang ada di atas mata dan tengkorak berbentuk menyempit pada belakang mata.
Untuk pola hidup masih tergantung pada alam dengan berburuh hewan dan meramu tumbuh-tumbuhan yang ada di hutan. Hewan yang diburuh biasanya hewan yang besar untuk memenuhi kebutuhan makan mereka. Kemungkinan saat itu juga sudah ditemukan api sehingga hewan tidak langsung makan tetapi mereka bakar atau masak dulu.
B. Jenis-jenis Manusia Purba
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di beberapa wilayah di Indonesia, jenis-jenis manusia purba di Indonesia sebagai berikut:
1. Meganthropus Palaeojavanicus
Ditemukan oleh seorang arkeolog dari negeri Belanda bernama Van Koenigswald. Dia pertama kali menemukan fosil ini di daerah Sangiran pada tahun 1936. Manusia purba di Indonesia tidak seperti jenis jenis manusia purba di dunia. Pada era tersebut paling banyak fosil ditemukan dalam kondisi seperti orang Barat. Maka ketika arkeolog menemukan fosil yang berbeda dari sebelumnya, membangkitkan gairah ilmiah di kalangan arkeolog untuk lebih mendalami tentang fosil manusia purba yang ditemukan di indonesia.
Diperkirakan manusia besar ini hidup antara 1 juta dan 2 juta tahun yang lalu. Hal ini dibuktikan dari fosil dengan teknik peluruhan karbon. Sehingga usia dari fosil tersebut bisa kita ketahui. Dengan adanya sifat waktu paruh itu, banyak sekali fosil, batuan dan elemen lainnya yang bisa kita perkirakan umurnya. Bahkan umur Bumi yang kita cintai ini bisa kita perkirakan dengan waktu paruh dari unsur karbon pada material atau zat. Meganthropus Palaeojavanicus mempunyai ciri :
- Memiliki tulang pipi yang tebal,
- Memiliki otot rahang yang kuat,
- Tidak memiliki dagu,
- Memiliki tonjolan belakang yang tajam,
- Memiliki tulang kening yang menonjol,
- Memiliki perawakan yang tegap,rahang bawah Meganthropus, Sangir memakan tumbuh-tumbuhan, dan hidup berkelompok dan berpindah-pindah.
2. Pithecanthropus Mojokertensis
Ini adalah jenis pithecanthropus yang pertama ditemukan oleh Weidenreich pada tahun 1936 di desa Jetis, Mojokerto. Weidenreich menemukan fosil berupa tulang tengkorak dan tulang paha yang digali dari dalam bumi. Peninggalan sejarah dari Pithecanthropus Mojokertensis adalah kapak perimbas, kapak penetak, kapak genggam, pahat genggam, alat serpih dan alat – alat tulang. Ciri – ciri dari pithecathropus mojokertensis yaitu:
- Memiliki tubuh tegak
- Tidak memiliki bentuk dagu
- Tinggi badannya sekitar 165 – 180 cm
- Keningnya menonjol
- Volume otak berkisar antara 750 – 1300 cc
- Tulang tengkoraknya tebal
- Tulang rahang dan geraham cukup kuat
- Masa hidupnya berlangsung sekitar 2 juta – 2,5 juta tahun lalu.
- Bentuk tengkoraknya lonjong.
3. Pithecanthropus Soloensis
Ini adalah jenis pithecanthropus yang kedua, dan kerap dikenal sebagai manusia kera dari Solo. Fosilnya pertama ditemukan sekitar tahun 1931 – 1934 oleh Oppenorth, G.H.R Von Koenigswald dan Ter Haar di sekitar lokasi lembah sungai Bengawan Solo tepatnya di Ngandong. Masa hidupnya diperkirakan sekitar 900 ribu sampai 200 ribu tahun lalu di Kalimantan, Sumatera, hingga ke Cina pada masa Pleistosen Tengah. Penemuan fosil pithecanthropus soloensis memberi arti yang penting karena pada penemuan tersebut didapatkan satu seri tengkorak berjumah besar dalam waktu yang singkat di satu tempat.
Penemuan berupa bagian atas tengkorak, tulang dahi, fragmen tulang pendinding, serta tulang kering. Para peneliti dapat memperkirakan jenis kelamin, usia, dan kapasitas otak dari penemuan tersebut. Ciri – ciri dari Pithecanthropus Soloensis bisa dilihat dari bentuk tengkoraknya. Mereka memiliki bentuk tengkorak yang memanjang, lonjong dan tebal. Rongga matanya juga berbentuk lebar dan memanjang dengan struktur tulang yang padat. Karena memiliki ciri yang hampir sama dengan Homo Sapiens, maka keduanya sering disamakan. Ciri – ciri Pithecanthropus Soloensis yang lebih rinci yaitu:
- Tinggi tubuhnya antara 165 – 180 cm
- Berbadan tegap tetapi tidak setegap Meganthropus
- Volume otaknya sekitar 750 – 1350 cc
- Memiliki tonjolan kening lebar dan melintang di sepanjang pelipisnya
- Hidung berbentuk lebar dan tidak memiliki dagu
- Rahangnya kuat dan geraham besar
- Makanannya adalah tumbuhan dan hewan buruan.
4. Pithecanthropus Erectus
Fosil manusia purba jenis pithecanthropus ini adalah manusia kera yang dapat berjalan dengan tegak. Ditemukan oleh Eugene Dubois pada tahun 1891 di Trinil, lembah Sungai Bengawan Solo yang berasal dari masa pleistosen tengah atau lapisan Trinil. Penemuan fosil pithecanthropus erectus berupa tulang rahang, dua geraham, bagian atas dari tengkorak dan tulang paha kiri. Volume otak pithecanthropus erectus ada diantara volume otak kera dan manusia.
Pada waktu itu tidak banyak fosil yang bisa ditemukan melainkan hanya tulang tempurung tengkorak, tulang paha atas dan tiga buah gigi. Hingga saat ini tidak ada bukti bahwa ketiga spesimen itu berasal dari spesies yang sama. Ketika fosil yang lebih lengkap ditemukan di Sangiran, Jawa Tengah yang berlokasi 18 km utara kota Solo, fosil itu diberi nama Pithecanthropus Soloensis. Ciri – ciri dari Pithrcanthropus Erectus adalah:
- Dapat berjalan dengan tegak dan berbadan tegap
- Memiliki volume otak lebih dari 900 cc
- Berat badannya berkisar antara 100 kg
- Tinggi badan mulai 165 – 170 cm
- Masih sedikit mengunyah hingga makanannya masih kasar
- Diperkirakan hidup antara 1 juta – 1,5 juta tahun lalu
- Memiliki alat pengunyah yang kuat
5. Pithecanthropus Robustus
Arti nama dari jenis pithecanthropus ini adalah manusia kera berahang besar atau manusia kera yang sangat kuat. Fosilnya ditemukan di Sangiran pada tahun 1939 oleh Weidenreich. Kerap disamakan dengan Pithecanthropus Mojokertensis terutama oleh Von Koenigswald, ciri-ciri Pithecanthropus robustus adalah bentuk hidung yang melebar mirip dengan kera. Pada tahun 1936, Tjokrohandoyo yang bekerja sebagai anak buah ahli purbakala Duyfjes menemukan fosil tengkorak anak – anak yang berlokasi di Kepuhklagen, sebelah utara Perning, Mojokerto.
Fosil ini ditemukan pada lapisan Pucangan atau pleistosen bawah dan diberi nama pithecanthropus mojokertensis. Diperkirakan hidup pada masa sekitar dua perempat juta tahun lalu hingga satu setengah juta tahun lalu, dan paling banyak ditemukan di Mojokerto, Kedung bribus, Trinil, Sangiran, Sambung Macan, Sragen dan Ngandong. Mereka masih hidup dengan cara mengumpulkan makanan dan ditemukan di lapisan Jetis atau lapisan pleistosen bawah.
6. Homo Floresiensis
Fosil manusia ini ditemukan di Gua Liang Bua, Folres, NTT. Homo floresiensis diperkirakan hidup antara 95.000 sampai 18.000 tahun yang lalu. Tim peneliti yang menemukan Homo floresiensis dipimpin oleh Raden Pandji (Indonesia) dan Mike Morwood (Australia). Tim peneliti tersebut melakukan penggalian sampai kedalaman 5 meter.
Pada penggalian tersebut ditemukan tulang belulang manusia yang berukuran relatif pendek atau kerdil. Temuan kerangka ini selanjutnya disebut Homo floresiensis. Temuan kerangka ini belum seutuhnya mengeras dan membatu (bukan fosil) tetapi lembab dan bertekstur rapuh. Penemuan tulang belulang ini bertempat di Liang Bua yang digunakan untuk pemakaman masal. Liang Bua merupakan tempat yang digunakan untuk pemakaman masal. Pengambilan tulang belulang ini dilakukan dengan perekatan dan pengeringan pada saat pemindahan.
Temuan kerangka Homo Floresiensis yang mendekati utuh berjenis kelamin perempuan. Bagian yang ditemukan adalah bagian tengkorak kepala, tulang badan, dan tiga tungkai tanpa lengan kiri berusia kurang lebih 18.000 tahun. Namu, individu lainnya yaitu 94.000 dan 13.000 dalam penanggalan usia yang didasarkan usia lapisan tanah sekitar temuan kerangka, bukan pendugaan dari tulangnya.
Pada lokasi tersebut juga banyak ditemukan fosil manusia purba, stegodon, biawak, dan tikus yang berukuran cukup besar yang diduga menjadi makanan mereka dahulu. Tim peneliti juga menemukan peralatan yang terbuat dari batu, seperti pisau, mata panah, beliung, dan tulang yang terbakar. Baca juga artikel mengenai berbagai penemuan fosil di Indonesia berupa manusia dan hewan purba.
Ciri-Ciri Fisik Homo floresiensis
Salah satu ciri-ciri Homo floresiensis yang terlihat adalah ciri-ciri fisiknya. Ciri-ciri fisik manusia purba Homo floresiensis yakni sebagai berikut:
- Memiliki ukuran tubuh yang kerdil
- Memiliki tengkorak yang relatif panjang dan rendah
- Mempunyai ukuran otak yang sangat kecil
- Memiliki volume otak sebesar 380 cc
- Memiliki rahang yang menonjol
- Mempunyai dahi yang sempit
- Mempunyai berat badan 25 Kg
- Mempunyai tinggi badan sekitar 106 cm
Berdasarkan pada ciri-ciri fisik yang telah disebutkan di atas, maka kapasitas cranical Homo floresiensis di bawah dari Homo erectus yang memiliki kapasitas cranial sebesar 1000 cc dan Homo sapiens yang memiliki kapasitas cranial sebesar 1400 cc.
7. Homo Wajakensis
Homo Wajakensis berarti homo yang berasal dari Wajak. Perselisihan antar kelompok masih menjadi masalah pada masa purba menjadikan tiap daerah memiliki bentuk fosil yang berbeda-beda pula. Kita hanya bisa memperkirakan seperti apa kehidupan sosialnya. Namun para ahli telah meneliti pengaruh letak geografis Indonesia terhadap keadaan alam dan iklim. Dengan begitu sejauh yang kita perkirakan, kehidupan sosial manusia purba bisa jadi tidak berbeda dengan keadaan sekarang kecuali dalam hal berkomunikasi.
Di Wajak inilah, yang bila di gambarkan dekat daerah Tumenggung Jawa Timur, pada tahun 1889 Eungene Dubois menemukan fosil manusia purba asli Indonesia. Penemuan ini merupakan penemuan penting, karena seolah menemukan keping puzzle yang hilang yang membuktikan adanya hubungan manusia dengan kera. Fosil-fosil manusia purba di Indonesia menjadi jembatan penghubung itu. Seperti dikemukanan dalam teori Darwin dalam bukunya 'The Descent Of Man' (asal usul manusia).
8. Homo Soloensis
Merupakan jenis manusia purba Homo yang ditemukan fosilnya di wilayah Solo pulau Jawa. Siapa saja yang meneliti manusia purba di indonesia? Yang paling terkenal tentunya Eungene Dubois, kemudian Van Koenigswald, kemudian ada Weidenreich. Berikut keterangan penelitian tentang manusia purba soloensis:
- Dan peneliti peneliti lain yang mungkin catatanya tidak sebanyak peneliti yang disebutkan diatas.
- Namun tentunya kontribusi para peneliti tersebut menjadikan khazanah bagi jenis-jenis manusia purba purba di Asia dan tentunya Dunia.
Sungai bengawan Solo merupakan jantung dari sebuah kehidupan primitif di masa lampau Indonesia. Banyaknya penemuan di kawasan ini menunjukkan kecenderungan manusia purba jaman dulu hidup dengan kedekatan pada sumber air. Belum ditemukannya sistem irigasi, seolah memaksa manusia purba untuk tidak jauh dalam memberikan intervensi. Dengan mempunyai tempat tinggal dekat sungai, memberikan keuntungan bagi manusia purba.
9. Homo Sapiens
Bisa diartikan sebagai manusia cerdas. Berasal dari zaman holosen. Bentuk tubuh Homo Sapiens sudah menyerupai dengan bentuk orang Indonesia sekarang. Pada masa itu, golongan manusia ini sudah memiliki strukur organisasi dan pembagian tugas. Berdasarkan penelitian tersebut, tidak hanya bentuk fisik dari manusia purba, tetapi kehidupan sosialnya juga bisa kita kaji. Tentunya dengan penelitian yang intens dan dalam jangka waktu lama.
Homo Sapiens mereferensikan bahwa manusia adalah mahluk yang memiliki kelebihan dalam hal akal. Dengan mempelajari tentang Homo Sapiens, kehidupan kita bisa bertambah dalam khazanah dan pengalaman dengan produk tertentu. Jenis manusia purba ini memiliki ciri sebagai berikut :
- Volume otaknya antara 1.000 cc – 1.200 cc;
- Tinggi badan antara 130 – 210 m;
- Otot tengkuk mengalami penyusutan;
- Alat kunyah dan gigi mengalami penyusutan;
- Muka tidak menonjol ke depan;
- Berdiri dan berjalan tegak,
- Berdagu dan tulang rahangnya biasa, tidak sangat kuat.
Dengan melihat spesifikasi diatas, maka bisa kita ketahui bahwa jenis Homo Sapiens sudah menggunakan akalnya. Meskipun dalam hal sederhana, tetapi jenis ini sudah memiliki karakteristik berburu. Tidak hanya mengumpulkan makanan seperti halnya jenis lain. Homo sapiens juga menunjukkan bahwa bangsa Indonesia mempunyai banya ragam dan budaya serta ras. Dengan mentahnya teori evolusi pada masa sekarang ini, muncul asumsi bahwa 'manusia kera' adalah jenis manusia juga tetapi berbeda ras. Seperti halnya ras Asia, Afrika dan Eropa. Bahkan dengan sesama bangsa Asia pun memiliki keanekaragaman ras dan budaya. Secara telusur, menurut peneliti bahwa didapatkan leluhur manusia seperti ini :
- Ras Mongoloid, berciri kulit kuning, mata sipit, rambut lurus.
- Ras Mongoloid ini menyebar ke Asia Timur, yakni Jepang, Cina, Korea, dan Asia Tenggara.
- Ras Kaukasoid, merupakan ras yang berkulit putih, tinggi, rambut lurus, dan hidung mancung. Ras ini penyebarannya ke Eropa, ada yang ke India Utara (ras Arya), ada yang ke Yahudi (ras Semit), dan ada yang menyebar ke Arab, Turki, dan daerah Asia Barat lainnya.
- Ras Negroid, memiliki ciri kulit hitam, rambut keriting, bibir tebal. Penyebaran ras ini ke Australia (ras Aborigin), ke Papua (ras Papua sebagai penduduk asli), dan ke Afrika.
Referensi
https://situswarisandunia.wordpress.com/?s=situs+trinil
http://kukerjakanprmu.blogspot.com/2017/06/situs-trinil.html
https://materiips.com/jenis-jenis-manusia-purba
https://sejarahlengkap.com/pra-sejarah/jenis-pithecanthropus
Tidak ada komentar:
Posting Komentar