Sabtu, 31 Oktober 2020

Dampak Perkembangan Iptek Di Era Globalisasi

 Adi Setiawan

 

Katalog Media BPMPK


Pengaruh Positif Kemajuan Iptek

Aspek Politik

Kemajuan Iptek membuat nilai-nilai seperti kebebasan demokrasi dan keterbukaan berpengaruh terhadap kemajuan pikiran dan partisipasi bangsa Indonesia. Nilai-nilai ini akan menjadi alat kontrol yang baik bagi keberlangsungan pemerintah yang bersih, jujur, adil, dan mampu menerima aspirasi dari masyarakat secara baik.

Aspek Ekonomi

Dalam sisi ekonomi, kemajuan Iptek berpotensi mendorong penanaman modal asing, meningkatkan kemakmuran rakyat, meningkatkan kesempatan dan devisa kerja serta dan makin terbukanya pasar internasional untuk produksi di dalam negeri.

Aspek Sosial Budaya

Munculnya internet dan gadget yang canggih telah mempermudah seseorang memperoleh informasi dari manapun dan kapan pun. Ini juga berperan dalam peningkatan efisiensi dalam aktifitas sehari-hari.

Aspek Hukum

Kemajuan Iptek akan memberikan efek pada pertahanan dan keamanan, supremasi hukum, demokrasi, dan tuntutan Hak Asasi Manusia (HAM) semakin menguat. Disamping itu, tuntutan terhadap tugas-tugas penegak hukum yang lebih transparan, professional, dan lebih bertanggung jawab juga makin menguat.

Aspek Pendidikan

Kemajuan Iptek memberikan pengaruh yakni:

1. Munculnya Media Massa, khususnya Media elektronik sebagai sumber ilmu dan pusat

2. Munculnya metode-metode pembelajaran yang baru, yang memudahkan siswa dan guru dalam proses pembelajaran.

3. Sistem pembelajaran tidak harus melalui tatap muka

4. Adanya sistem pengolahan data hasil penilaian yang menggunakan pemamfaatan Teknologi.

5. Mudahnya melihat perkembangan dunia


 Pengaruh Negatif Perkembangan Iptek

Aspek Politik

Dengan berkembangnya Iptek, maka tidak menutup kemungkinan nilai-nilai seperti kebebasan demokrasi dan keterbukaan bisa disalahartikan oleh masyarakat. Hal ini bisa membuat terganggunya stabilitas politik di dalam negeri.

Aspek Ekonomi

Dalam bidang ekonomi, perkembangan Iptek bisa merugikan lantaran dapat meningkatkan perdagangan bebas yang membuat terdesaknya produk lokal, timbulnya kesenjangan sosial akibat adanya persaingan bebas, kemungkinan perekonomian negara untuk dikuasai pihak asing, dan yang lebih buruk mekanisme pengaturan ekonomi sepenuhnya diatur oleh pasar sehingga pemerintah hanya sebagai regulator.

Aspek Sosial Budaya

Kemajuan Iptek ini dapat memunculkan sifat hedonisme maupun gaya hidup konsumtif dan individualisme. Hal ini tentu saja memicu adanya kesenjangan sosial jika seseorang tidak mampu menerima pengaruh Iptek dengan baik. Selain itu, ada kekhawatiran akan lunturnya nilai-nilai sosial dan keagamaan. Dimana kemajuan teknologi kadang bisa membuat seseorang melupakan hubungan dengan orang lain dan melanggar norma agama contohnya mencuri dengan cara hacking ke suatu lembaga keuangan dan sebagainya.

Aspek Hukum

Kemajuan Iptek di bidang hukum dikhawatirkan akan memunculkan tindakan anarkis dari masyarakat yang mengganggu persatuan dan kesatuan bangsa, ketahanan maupun stabilitas nasional. Oleh karena itu, perlu adanya solusi dalam menghadapi pengaruh Iptek terhadap sebuah negara sehingga kemajuan teknologi ini bisa dimanfaatkan untuk kepentingan orang banyak. Salah satunya perkembangan Iptek harus sesuai dengan sila Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa dan didukung dengan UUD 1945 untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Selain itu, diharapkan sebuah negara dalam ketahanan ekonominya tidak terlalu bergantung kepada badan-badan multilateral tetapi lebih memperkuat produksi domestik dengan menggunakan bahan baku dalam negeri dan berorientasi kepada rakyat.

 

Referensi:

https://www.kompasiana.com/widhiasmara/5c0268fb43322f4d631176a5/dampak-dari-perkembangan-teknologi-di-era-globalisasi-bagi-pemuda-siswa?page=2

https://www.kelaspintar.id/blog/inspirasi/pengaruh-kemajuan-iptek-terhadap-indonesia-4425/

Kerajaan Kalingga dan Kerajaan Sriwijaya

 Adi Setiawan

Sejarah Kerajaan Sriwijaya Berserta Peninggalannya - seruni.id

 

Kerajaan Kalingga (Kerajaan Holing)

 Suatu berita dari Cina pada masa dinasti Tang menyebutkan bahwa di Jawa ada suatu kerajaan yang bernama Holing atau Kaling, tepatnya di daerah Jawa Tengah dekat Jepara sekarang. Kerajaan ini menghasilkan penyu, emas, perak, cula, gading, dan orang-orangnya pandai membuat minuman dari kelapa.

 Berita ini disampaikan oleh I-Tsing. Ia mengatakan bahwa pada tahun 664, pendeta Hwining dan pembantunya Yunki pergi ke Holing untuk mempelajari agama Buddha. Ia juga menerjemahkan kitab suci agama Buddha dari bahasa Sanskerta ke bahasa Cina dibantu pendeta Janabhadra dari Holing. Kitab terjemahan Hwining tersebut adalah bagian terakhir dari kitab Varinirvana yang mengisahkan tentang pembukaan jenazah Sang Buddha.

 Ratu Sima adalah penguasa di Kerajaan Kalingga. Ia digambarkan sebagai seorang pemimpin wanita yang tegas dan taat terhadap peraturan yang berlaku dalam kerajaan itu. Kerajaan Kalingga atau Holing, diperkirakan terletak di Jawa bagian tengah. Nama Kalingga berasal dari Kalinga, nama sebuah kerajaan di India Selatan. Menurut berita Cina, di sebelah timur Kalingga ada Po-li (Bali sekarang), di sebelah barat Kalingga terdapat To-po-Teng (Sumatra). Sementara di sebelah utara Kalingga terdapat Chen-la (Kamboja) dan sebelah selatan berbatasan dengan samudra. Oleh karena itu, lokasi Kerajaan Kalingga diperkirakan terletak di Kecamatan Keling, Jepara, Jawa Tengah atau di sebelah utara Gunung Muria.

 Sumber utama mengenai Kerajaan Kalingga adalah berita Cina, misalnya berita dari Dinasti T’ang. Sumber lain adalah Prasasti Tuk Mas di lereng Gunung Merbabu. Melalui berita Cina, banyak hal yang kita ketahui tentang perkembangan Kerajaan Kalingga dan kehidupan masyarakatnya. Kerajaan Kalingga berkembang kira-kira abad ke-7 sampai ke-9 M.

 

 Pemerintahan dan Kehidupan Masyarakat

 Raja yang paling terkenal pada masa Kerajaan Kalingga adalah seorang raja wanita yang bernama Ratu Sima. Ia memerintah sekitar tahun 674 M. Ia dikenal sebagai raja yang tegas, jujur, dan sangat bijaksana. Hukum dilaksanakan dengan tegas dan seadil-adilnya. Rakyat patuh terhadap semua peraturan yang berlaku.

 Untuk mencoba kejujuran rakyatnya, Ratu Sima pernah mencobanya, dengan meletakkan pundi-pundi di tengah jalan. Ternyata sampai waktu yang lama tidak ada yang mengusik pundi-pundi itu. Akan tetapi, pada suatu hari ada anggota keluarga istana yang sedang jalan-jalan, menyentuh kantong pundi-pundi dengan kakinya. Hal ini diketahui Ratu Sima. Anggota keluarga istana itu dinilai salah dan harus diberi hukuman mati.

 Akan tetapi atas usul persidangan para menteri, hukuman itu diperingan dengan hukuman potong kaki. Kisah ini menunjukkan, begitu tegas dan adilnya Ratu Sima. Ia tidak membedakan antara rakyat dan anggota kerabatnya sendiri.

 Agama utama yang dianut oleh penduduk Kalingga pada umumnya adalah Buddha. Agama Buddha berkembang pesat. Bahkan pendeta Cina yang bernama Hwi-ning datang di Kalingga dan tinggal selama tiga tahun. Selama di Kalingga, ia menerjemahkan kitab suci agama Buddha Hinayana ke dalam bahasa Cina. Dalam usaha menerjemahkan kitab itu Hwi-ning dibantu oleh seorang pendeta bernama Janabadra.

 Kepemimpinan raja yang adil, menjadikan rakyat hidup teratur, aman,dan tenteram. Mata pencaharian penduduk pada umumnya adalah bertani, karena wilayah Kalingga subur untuk pertanian. Di samping itu, penduduk juga melakukan perdagangan. Kerajaan Kalingga mengalami kemunduran kemungkinan akibat serangan Sriwijaya yang menguasai perdagangan. Serangan tersebut mengakibatkan pemerintahan Kijen menyingkir ke Jawa bagian timur atau mundur ke pedalaman Jawa bagian tengah antara tahun 742 -755 M.

 

Kerajaan Sriwijaya

 a. Kehidupan Politik

Sumber-sumber sejarah yang dapat digunakan untuk mengetahui kerajaan Sriwijaya, antara lain sebagai berikut.

 1) Prasasti-prasasti (enam di Sumatra Selatan dan satu di Pulau Bangka).

a) Prasasti Kedukan Bukit (605 S/683 M) di Palembang. Isinya Dapunta Hyang mengadakan perjalanan selama delapan hari dengan membawa 20.000 pasukan dan berhasil menguasai beberapa daerah. Dengan kemenangan itu Sriwijaya menjadi makmur. Dapunta Hyang merupakan raja yang mendirikan kerajaan Sriwijaya.

b) Prasasti Talang Tuo (606 S/684 M di sebelah barat Palembang. Isinya tentang pembuatan Taman Sriksetra oleh Dapunta Hyang Sri Jayanaga untuk kemakmuran semua makhluk.

c) Prasasti Kota Kapur (608 S/686 M) di Bangka.

d) Prasasti Karang Birahi (608 S/686 M) di Jambi. Parasasti Kota Kapur dan Prasasti Karang Birahi berisi permohonan kepada dewa untuk keselamatan rakyat dan Kerajaan Sriwijaya.

e) Prasasti Telaga Batu (tidak berangka tahun) di Palembang. Isinya berupa kutukan terhadap mereka yang melakukan kejahatan dan melanggar perintah raja.

f) Prasasti Palas Pasemah di Pasemah, Lampung Selatan. Isinya wilayah Lampung Selatan telah  diduduki Sriwijaya.

g) Prasasti Ligor (679 S/775 M) di tanah genting Kra. Isinya Sriwijaya diperintah oleh Darmaseta.

 Menurut sumber berita Cina yang ditulis oleh I-Tsing dinyatakan bahwa Kerajaan Sriwijaya berdiri pada abad ke-7 M. Berdasarkan Prasasti Ligor, pusat pemerintahan Sriwijaya di Muara Takus, yang kemudian dipindahkan ke Palembang. Kerajaan Sriwijaya kemudian muncul sebagai kerajaan besar di Asia Tenggara. Perluasan wilayah dilakukan dengan menguasai Tulang Bawang (Lampung), Kedah, Pulau Bangka, Jambi, Tanah Genting Kra dan Jawa (Kaling dan Mataram Kuno).

 Dengan demikian, Kerajaan Sriwijaya bukan lagi merupakan kerajaan senusa (kerajaan yang berkuasa atas satu pulau saja ) melainkan merupakan negara antarnusa (negara yang berkuasa atas beberapa pulau) sehingga Sriwijaya merupakan negara nasional pertama di Indonesia.

 Kerajaan Sriwijaya mencapai puncak kejayaannya pada masa Balaputra Dewa. Raja ini mengadakan hubungan persahabatan dengan Raja Dewapala Dewa dari India. Dalam Prasasti Nalanda disebutkan bahwa Raja Dewapala Dewa menghadiahkan sebidang tanah untuk mendirikan sebuah biara untuk para pendeta Sriwijaya yang belajar agama Buddha di India. Selain itu, dalam Prasasti Nalanda juga disebutkan bahwa adanya silsilah Raja Balaputra Dewa dan dengan tegas menunjukkan bahwa Raja Syailendra (Darrarindra) merupakan nenek moyangnya.

 Ada beberapa faktor yang mendorong perkembangan Sriwijaya antara lain:

a. Letak geografis dari Kota Palembang. Palembang sebagai pusat pemerintahan terletak di tepi Sungai Musi. Di depan muara Sungai Musi terdapat pulau-pulau yang berfungsi sebagai pelindung pelabuhan di Muara Sungai Musi. Keadaan seperti ini sangat tepat untuk kegiatan pemerintahan dan pertahanan. Kondisi itu pula menjadikan Sriwijaya sebagai jalur perdagangan internasional dari India ke Cina, atau sebaliknya. Juga kondisi sungai-sungai yang besar, perairan laut yang cukup tenang, serta penduduknya yang berbakat sebagai pelaut ulung.

b. Runtuhnya Kerajaan Funan di Vietnam akibat serangan Kamboja. Hal ini telah memberi kesempatan Sriwijaya untuk cepat berkembang sebagai negara maritim.

 b. Kehidupan Sosial Ekonomi

Sriwijaya berhasil menguasai Selat Malaka yang merupakan urat nadi perdagangan di Asia Tenggara sehingga menguasai perdagangan nasional dan internasional. Hal ini didukung letaknya yang strategis di jalur perdagangan India–Cina. Penguasaan Sriwijaya atas Selat Malaka mempunyai arti penting terhadap perkembangannya sebagai kerajaan maritim sebab banyak kapal-kapal asing yang singgah untuk menambah air minum, perbekalan makanan, dan melakukan aktivitas perdagangan. Sriwijaya sebagai pusat perdagangan mendapatkan keuntungan yang besar dari aktivitas itu.

 c. Kehidupan Keagaman

Dalam bidang agama, Kerajaan Sriwijaya menjadi pusat agama Buddha yang penting di Asia Tenggara dan Asia Timur. Agama Buddha yang berkembang di Sriwijaya ialah aliran Mahayana dengan salah satu tokohnya yang terkenal ialah Dharmakirti. Para peziarah agama Buddha sebelum ke India harus tinggal di Sriwijaya. Di antaranya ialah I' Tsing. Sebelum menuju ke India ia mempersiapkan diri dengan mempelajari bahasa Sanskerta selama enam bulan (1671).

 Begitu pula ketika pulang dari India, ia tinggal selama empat tahun (681–685) untuk menerjemahkan agama Buddha dari bahasa Sanskerta ke bahasa Cina. Di samping itu juga ada pendeta dari Tibet, yang bernama Atica yang datang dan tinggal di Sriwijaya selama 11 tahun (1011-1023) dalam rangka belajar agama Buddha dari seorang guru besar Dharmakirti.

 d. Kemunduran Sriwijaya

Pada akhir abad ke-13, Kerajaan Sriwijaya mengalami kemunduran yang disebabkan oleh faktor-faktor berikut.

1) Faktor geologis, yaitu adanya pelumpuran Sungai Musi sehingga para pedagang tidak singgah lagi di Sriwijaya.

2) Faktor politis, yaitu jatuhnya Tanah Genting Kra ke tangan Siam membuat pertahanan Sriwijaya di sisi utara melemah dan perdagangan mengalami kemunduran. Di sisi timur, kerajaan ini terdesak oleh Kerajaan Singasari yang dipimpin Kertanegara. Akibat dari serangan ini, Melayu, Kalimantan, dan Pahang lepas dari tangan Sriwijaya. Desakan lain datang dari Kerajaan Colamandala dan Sriwijaya akhirnya benar-benar hancur karena diserang Majapahit.

3) Faktor ekonomi, yaitu menurunnya pendapatan Sriwijaya akibat lepasnya daerah-daerah strategis untuk perdagangan ke tangan kerajaan-kerajaan lain.

 

Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) dan Dualisme Kepemimpinan Nasional

 Adi Setiawan

 

 SEJARAH HARI INI 11 Maret: Lahirnya Supersemar, Pembuka Jalan Soeharto  Ganti Soekarno jadi Presiden - Tribun Kaltim

 

Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar)

Latar belakang Supersemar

Supersemar atau Surat Perintah 11 Maret adalah penyerahan mandat kekuasaan dari Presiden Soekarno ke Presiden Soeharto pada 11 Maret 1966. Penyerahan mandat kekuasaan ini dilatarbelakangi gejolak di dalam negeri setelah peristiwa G30S/PKI pada 1 Oktober 1965.

Tentara menuding Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai dalang di balik pembunuhan tujuh jenderal. Sikap ini memicu amarah dari para pemuda antikomunis. Pada akhir Oktober 1965, para mahasiswa membentuk Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) dengan dukungan dan perlindungan tentara.

Puncaknya pada 11 Maret 1966. Demonstrasi mahasiswa secara besar-besaran kembali terjadi di depan Istana Negara. Demonstrasi ini didukung tentara. Menteri/Panglima Angkatan Darat Letnan Jenderal Soeharto pun meminta agar Soekarno memberikan surat perintah untuk mengatasi konflik apabila diberi kepercayaan.

Permintaan itu dititipkan Soeharto kepada tiga jenderal AD yang datang menemui Soekarno di Istana Bogor, 11 Maret 1966 sore. Ketiga jenderal itu adalah Brigjen Amir Machmud (Panglima Kodam Jaya), Brigjen M Yusuf (Menteri Perindustrian Dasar), dan Mayjen Basuki Rachmat (Menteri Veteran dan Demobilisasi). Permintaan Soeharto dianggap biasa oleh Soekarno. Maka, pada 11 Maret 1996 sore di Istana Bogor, Soekarno menandatangani surat perintah untuk mengatasi keadaan.

Isi Supersemar

Selama ini beredar beberapa versi Supersemar. Ada yang dari Pusat Penerangan (Puspen) TNI AD, Sekretariat Negara (Setneg), dan dari Akademi Kebangsaan. Namun dari berbagai versi yang beredar, tak ada satu pun yang asli. Kendati demikian, ada beberapa pokok pemikiran Supersemar yang diakui Orde Baru dan dijadikan acuan.

Isi Supersemar yakni:

1.      Mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk terjaminnya keamanan dan ketenangan serta kestabilan jalannya pemerintahan dan jalannya Revolusi, serta menjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan Pimpinan Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris MPRS, demi untuk keutuhan Bangsa dan Negara Republik Indonesia, dan melaksanakan dengan pasti segala ajaran Pemimpin Besar Revolusi.

2.      Mengadakan koordinasi pelaksanaan perintah dengan Panglima-Panglima Angkatan Lain dengan sebaik-baiknya.

3.      Supaya melaporkan segala sesuatu yang bersangkut paut dalam tugas dan tanggung jawabnya seperti tersebut di atas.

Tujuan Supersemar Supersemar bertujan mengatasi situasi saat itu. Pada praktiknya, Setelah mengantongi Supersemar, Soeharto mengambil sejumlah keputusan lewat SK Presiden No 1/3/1966 tertanggal 12 Maret 1966 atas nama Presiden/Panglima Tertinggi ABRI/Mandataris MPRS/PBR.

Keputusan tersebut berisi:

1.      Pembubaran PKI beserta ormasnya dan menyatakannya sebagai partai terlarang

2.      Penangkapan 15 menteri yang terlibat atau pun mendukung G30S

3.      Pemurnian MPRS dan lembaga negara lainnya dari unsur PKI dan menempatkan peranan lembaga itu sesuai UUD 1945.

Dualisme Kepemimpinan Nasional

Supersemar membuat Soeharto memiliki kuasa sebagai pelaksana pemerintahan, sementara Soekarno sebagai pimpinan pemerintahan. Hal ini menimbulkan Dualisme Kepemimpinan Nasional yang akhirnya menyebabkan pertentangan politik di kalangan masyarakat, sehingga muncullah pendukung Soekarno dan pendukung Soeharto.

Demi menjaga keutuhan bangsa, Soekarno menyerahkan kekuasan pemerintahan kepada pengemban Tap. MPRS. No. IX/MPRS/1966 Jenderal Soeharto pada 23 Februari 1967. Pada 7-12 Maret 1967 diselenggarakan Sidang Istimewa MPRS dengan tema utama mengenai pertanggungjawaban presiden selaku mandataris MPRS.

Akhirnya, pada 22 Juni 1966, Presiden Soekarno menyampaikan pidato NAWAKSARA dalam persidangan MPRS berisi 9 persoalan yang dianggap penting. Lantaran isi pidato tersebut hanya sedikit yang menyinggung tentang G 30 S PKI maka pengabaian peristiwa itu tak memuaskan anggota MPRS.

Pada 10 Januari 1967, Presiden menyampaikan surat kepada pimpinan MPRS yang berisi Pelengkap Nawaksara (Pelnawaksara). Setelah membahas pelnawaksara pada 21 Januari 1967, pimpinan MPRS menyatakan bahwa Presiden telah alpa dalam memenuhi ketentuan konstitusional. Sehingga, pada 22 Februari 1967 tepat pukul 19.30 Presiden Soekarno membacakan pengumuman resmi pengunduran dirinya.

Maka pada 12 Maret 1967 Jenderal Soeharto dilantik menjadi Pejabat Presiden Republik Indonesia oleh Ketua MPRS Jenderal Abdul Haris Nasution. Setelah setahun menjadi pejabat presiden, Soeharto dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia pada tanggal 27 Maret 1968 dalam Sidang Umum V MPRS.

Referensi:

https://www.kompas.com/skola/read/2020/03/05/220000169/supersemar--latar-belakang-isi-dan-tujuan?page=all

https://www.kelaspintar.id/blog/edutech/masa-transisi-di-indonesia-1966-1967-4827/

 

 

 

 

Menyaksikan Tanah Sabrang: Film Propaganda di Era Kolonial

Sebuah gedung pertunjukan film modern diresmikan di Kota Metro, sebuah daerah yang lahir dari proses kolonisasi di masa lampau. Hadirnya bio...

Populer