Rabu, 11 April 2018

“Buah Roti ” dan Ekspedisi Magelhaens


“Buah Roti ” dan Ekspedisi Magelhaens

 


Oleh : Adi Setiawan
Guru Sejarah SMAN 1 Sekampung Lampung Timur 
email: adiabuuwais@gmail.com
 

Breadfruit siapa yang tidak kenal buah yang satu ini. Kita orang Indonesia mengenalnya dengan nama buah sukun. Tentu olahan dari bahan dasar sukun pernah kita konsumsi. Siapa sangka ternyata buah yang tumbuh subur di negeri kita ini memiliki kaitan sejarah dengan penjelajahan samudera yang dilakukan oleh bangsa Eropa. Orang Eropa yang berlayar ke Timur tentu maksud utamanya adalah mencari rempah-rempah, bukan untuk menemukan buah sukun. Namun sejarah telah menulis bahwa bukan hanya tanaman rempah-rempah yang bernilai berharga bagi bangsa Eropa, tetapi sukun pun juga buah yang berharga bagi ekspedisi Magelhaens.

Penjelajahan samudera yang dilakukan Magelhaens beserta awak kapalnya tentu telah tertulis dalam buku sejarah dunia. Ferdinand Magelhaens beserta rombongan diutus oleh Charles I untuk melakukan pelayaran ke Kepulauan Rempah dengan mengambil rute sebelah barat menyusuri Samudra Atlantik.
Alasan Magelhaens mengambil rute sebelah barat adalah adanya keinginan yang kuat untuk sampai di Kepulauan Rempah namun bukan melalui jalur timur dengan melewati Tanjung Harapan, Afrika. Ia beserta rombongan berharap bisa sampai di Kepulauan Rempah dengan jalur barat tersebut, yang sebelumnya gagal dilakukan oleh Colombus.

Adalah penguasa Spanyol, Charles I yang memberikan “modal” bagi pelayaran Magelhaens tersebut. Dalam pelayaran tersebut, Magelhaens menggunakan lima buah kapal yang masing-masing bernama San Antonio, Concepcion, Victoria, Santiago dan Trinidad. Pada 20 September 1519 kelima kapal tersebut lepas jangkar menuju Amerika Selatan.

Pada pertengahan  bulan Desember 1519, rombongan berhasil mencapai Brazil, setelah mengisi perbekalan rombongan kembali berlayar menyusur pantai timur Amerika Selatan.
Pelayaran yang cukup melelahkan dan memakan waktu yang lama tersebut, membuat beberapa awak kapal putus asa. Pasalnya rombongan tersebut belum juga menemukan selat yang mereka yakini sebagai pembuka jalan ke Kepulauan Rempah. 

Dalam kondisi yang tidak meyakinkan, rombongan Magelhaens harus berjuang melawan cuaca dingin. Bagi awak kapal yang putus asa mulai timbul niat untuk pulang ke Eropa. Namun hal itu urung terjadi setelah Magelhaens dapat meyakinkan mereka.
Dengan tiga kapal tersisa, setelah kapal San Antonio dan Santiago karam akibat gelombang, rombongan berusaha mencari rute pasti agar sampai ke Kepulauan Rempah. Apa yang selama ini mereka cari akhirnya mulai terlihat. Ya sebuah selat yang mereka lihat! Selat El-Paso namanya.

Setelah berhasil membelah Selat El-Paso mereka disambut oleh samudera yang sedemikian tenang. Samudera itu adalah Samudera Pasifik. Walaupun keadaan gelombong jauh lebih tenang, akan tetapi Samudera Pasifik menjadi lawan yang tanggung pula buat rombongan Magelhaens. Mereka tidak menyangka jika laut yang sedemikian tenang yang mereka karungi itu belum juga menunjukan sebuah daratan. Hingga mereka berpikir seolah-olah laut ini tak bertepi.

Dalam buku berjudul Sukun Solusi Alternatif Atasi Krisis Pangan dan Mitigasi Dampak Perubahan Iklim, tertulis bahwa rombongan Magelhaens mulai kehabisan perbekalan makanan, semakin lapar, dan semakin banyak yang sakit lalu mati. Antonio Pigafetta, seorang wak kapal Italia yang ikut dalam ekspedisi Magelhaens, menuliskan “....Hari Rabu, tanggal 28 November 1520, kami memasuki Laut Pasifik. Kegembiraan telah berganti menjadi penderitaan. Selama berbulan-bulan, kami belum mingisi perbekalan sedikitpun. Kami hanya makan biskuit busuk yang telah menjadi remahan halus yang penuh dengan belatung dan berbau amat busuk akibat kotoran tikus di atasnya. Kami juga terpaksa meminum air yang berwarna kuning dan berbau busuk. Kami bahkan terpaksa memakan kulit sapi, sebuk gergaji dan tikus-tikus kapal yang masing-masing berharga setengah keping emas yang tidak dapat kami tangkap....”.

Pada 6 Maret 1521, rombongan sampai di daratan bagian barat Samudra Pasifik yang sekarang bernama Kepulauan Marianas dan Guam. Di pulau-pulau itulah rombongan Magelhaens mendapatkan rezeki berupa buah berbentuk bulat atau yang oleh masyarakat Indonesia sebut buah Sukun.

Dengan memakan buah sukun inilah rombongan Magelhaens berhasil bertahan hingga mereka dapat berlabuh di Filipina. Walaupun Magelhaens tidak dapat kembali ke Eropa karena ia terbunuh oleh Suku Mactan (suku asli Filipina), namun pelayaran rombongan Magelhaens membuahkan hasil.
Rombongan yang dapat kembali ke Eropa memperkenalkan buah sukun kepada masyarakat di Eropa. Hingga mulai diperbincangkannya oleh para ahli botani tentang buah sukun yang memiliki rasa dan aroma seperti roti yang kemudian dikenal dengan nama Breadfruit oleh warga masyarakat Eropa.

Referensi : Widoyoko, Yoyok dkk. 2010. Sukun Solusi Alternatif Atasi Krisis Pangan dan Mitigasi Dampak Perubahan Iklim. Jakarta : Gibon Media Group

(Oleh Adi Setiawan, Jum’at 07 April 2017)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Serbuan Pasukan Jepang di Lampung Tahun 1942

Era pendudukan Jepang di Indonesia merupakan satu zaman yang penuh dengan penderitaan. Eksploitasi sumberdaya alam serta sumberdaya manusia ...

Populer