“Buah Roti ” dan Ekspedisi Magelhaens
Oleh : Adi Setiawan
Guru Sejarah SMAN 1 Sekampung Lampung Timur
email: adiabuuwais@gmail.com
Breadfruit
siapa yang tidak kenal buah yang satu ini. Kita orang Indonesia mengenalnya
dengan nama buah sukun. Tentu olahan dari bahan dasar sukun pernah kita
konsumsi. Siapa sangka ternyata buah yang tumbuh subur di negeri kita ini
memiliki kaitan sejarah dengan penjelajahan samudera yang dilakukan oleh bangsa
Eropa. Orang Eropa yang berlayar ke Timur tentu maksud utamanya adalah mencari
rempah-rempah, bukan untuk menemukan buah sukun. Namun sejarah telah menulis
bahwa bukan hanya tanaman rempah-rempah yang bernilai berharga bagi bangsa
Eropa, tetapi sukun pun juga buah yang berharga bagi ekspedisi Magelhaens.
Penjelajahan samudera
yang dilakukan Magelhaens beserta awak kapalnya tentu telah tertulis dalam buku
sejarah dunia. Ferdinand Magelhaens beserta rombongan diutus oleh Charles I
untuk melakukan pelayaran ke Kepulauan Rempah dengan mengambil rute sebelah
barat menyusuri Samudra Atlantik.
Alasan Magelhaens
mengambil rute sebelah barat adalah adanya keinginan yang kuat untuk sampai di
Kepulauan Rempah namun bukan melalui jalur timur dengan melewati Tanjung
Harapan, Afrika. Ia beserta rombongan berharap bisa sampai di Kepulauan Rempah
dengan jalur barat tersebut, yang sebelumnya gagal dilakukan oleh Colombus.
Adalah penguasa
Spanyol, Charles I yang memberikan “modal” bagi pelayaran Magelhaens tersebut.
Dalam pelayaran tersebut, Magelhaens menggunakan lima buah kapal yang
masing-masing bernama San Antonio, Concepcion, Victoria, Santiago dan Trinidad.
Pada 20 September 1519 kelima kapal tersebut lepas jangkar menuju Amerika
Selatan.
Pada pertengahan bulan Desember 1519, rombongan berhasil
mencapai Brazil, setelah mengisi perbekalan rombongan kembali berlayar menyusur
pantai timur Amerika Selatan.
Pelayaran yang cukup
melelahkan dan memakan waktu yang lama tersebut, membuat beberapa awak kapal
putus asa. Pasalnya rombongan tersebut belum juga menemukan selat yang mereka
yakini sebagai pembuka jalan ke Kepulauan Rempah.
Dalam kondisi yang
tidak meyakinkan, rombongan Magelhaens harus berjuang melawan cuaca dingin.
Bagi awak kapal yang putus asa mulai timbul niat untuk pulang ke Eropa. Namun
hal itu urung terjadi setelah Magelhaens dapat meyakinkan mereka.
Dengan tiga kapal
tersisa, setelah kapal San Antonio dan Santiago karam akibat gelombang,
rombongan berusaha mencari rute pasti agar sampai ke Kepulauan Rempah. Apa yang
selama ini mereka cari akhirnya mulai terlihat. Ya sebuah selat yang mereka
lihat! Selat El-Paso namanya.
Setelah berhasil
membelah Selat El-Paso mereka disambut oleh samudera yang sedemikian tenang.
Samudera itu adalah Samudera Pasifik. Walaupun keadaan gelombong jauh lebih
tenang, akan tetapi Samudera Pasifik menjadi lawan yang tanggung pula buat
rombongan Magelhaens. Mereka tidak menyangka jika laut yang sedemikian tenang
yang mereka karungi itu belum juga menunjukan sebuah daratan. Hingga mereka
berpikir seolah-olah laut ini tak bertepi.
Dalam buku berjudul Sukun
Solusi Alternatif Atasi Krisis Pangan dan Mitigasi Dampak Perubahan Iklim,
tertulis bahwa rombongan Magelhaens mulai kehabisan perbekalan makanan, semakin
lapar, dan semakin banyak yang sakit lalu mati. Antonio Pigafetta, seorang wak
kapal Italia yang ikut dalam ekspedisi Magelhaens, menuliskan “....Hari Rabu,
tanggal 28 November 1520, kami memasuki Laut Pasifik. Kegembiraan telah berganti
menjadi penderitaan. Selama berbulan-bulan, kami belum mingisi perbekalan
sedikitpun. Kami hanya makan biskuit busuk yang telah menjadi remahan halus
yang penuh dengan belatung dan berbau amat busuk akibat kotoran tikus di
atasnya. Kami juga terpaksa meminum air yang berwarna kuning dan berbau busuk.
Kami bahkan terpaksa memakan kulit sapi, sebuk gergaji dan tikus-tikus kapal
yang masing-masing berharga setengah keping emas yang tidak dapat kami
tangkap....”.
Pada 6 Maret 1521,
rombongan sampai di daratan bagian barat Samudra Pasifik yang sekarang bernama
Kepulauan Marianas dan Guam. Di pulau-pulau itulah rombongan Magelhaens
mendapatkan rezeki berupa buah berbentuk bulat atau yang oleh masyarakat
Indonesia sebut buah Sukun.
Dengan memakan buah
sukun inilah rombongan Magelhaens berhasil bertahan hingga mereka dapat
berlabuh di Filipina. Walaupun Magelhaens tidak dapat kembali ke Eropa karena
ia terbunuh oleh Suku Mactan (suku asli Filipina), namun pelayaran rombongan
Magelhaens membuahkan hasil.
Rombongan yang dapat
kembali ke Eropa memperkenalkan buah sukun kepada masyarakat di Eropa. Hingga
mulai diperbincangkannya oleh para ahli botani tentang buah sukun yang memiliki
rasa dan aroma seperti roti yang kemudian dikenal dengan nama Breadfruit
oleh warga masyarakat Eropa.
Referensi : Widoyoko,
Yoyok dkk. 2010. Sukun Solusi Alternatif Atasi Krisis Pangan dan Mitigasi
Dampak Perubahan Iklim. Jakarta : Gibon Media Group
(Oleh Adi Setiawan,
Jum’at 07 April 2017)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar