PEMERINTAHAN
DARURAT KARESIDENAN LAMPUNG
Oleh: Adi Setiawan
Gele Harun (jejamo.com)
Berita
kemerdekaan Indonesia sampai di Lampung setelah kedatangan Mr. A. Abbas. Ia
merupakan anggota Panitia Persiapan Kemedekaan Indonesia (PPKI). Tatkala
kepulangannya ke Lampung pada 23 Agustus 1945, ia segera menginformasikan
kemerdekaan Indonesia. Bersama dengan itu Mr. A. Abbas segera mengadakan
pertemuan dengan tokoh-tokoh dan pemuka-pemuka masyarakat di Tanjungkarang dan
sekitarnya untuk mengambil langkah berikutnya sesuai dengan petunjuk dari
pemerintah pusat di Jakarta (Arizka Warganegara, 2013:290).
Di Lampung pengambilalihan kekuasaan
dari tangan pemerintah Jepang segera dilakukan. Melalui perundingan antara Mr.
A. Abbas dengan wakil pemerintah Jepang Khobayashi maka secara bertahap
kekuasaan Jepang di Lampung kemudian di serahkan kepada wakil pemerintah
Indonesia di Lampung. Pemindahan kekuasaan tersebut sekaligus diikuti dengan
pengambilalihan instansi-instansi resmi seperti Kantor Telepon Tanjung Karang
Kantor Pos dan Telegram, Stasiun Kereta Api, Perusahaan Gas dan Listrik,
Pelabuhan Panjang dan Gudang Agen Pabrik es, Gedung Peralatan Kaygun.
Pemerintahan
di Lampung yang berhasil merebut kekuasaan dari Jepang, kemudian mengalami
gejolak. Pada 9 September 1946 Residen Lampung Mr. A.Abbas dipaksa untuk
melepaskan jabatannya selaku residen sah oleh sebuah badan yang menamakan PPM
(Panitia Perbaikan Masyarakat). Sebagai gantinya diangkat Dr. Barel Munir
sebagai Residen Lampung. Akan tetapi ia mengundurkan diri pada tanggal 29
November 1947 dan sebagai gantinya diangkatlah Rukadi sebagai Residen daerah
ini (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1997:177).
Pada
19 Desember 1948, Agresi Militer Belanda II dilakukan terhadap ibukota Republik
Indonesia di Yogyakarta. Serangan tersebut memaksa pemerintahan pusat di
Yogyakarta terhenti. Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta serta
beberapa tokoh Republik di asingkan Belanda ke luar Pulau Jawa. Melalui sebuah
instruksi Mr. Syafruddin Prawiranegara yang tengah berada di Sumatra Barat
segera membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI). Layaknya di
daerah lain, di Lampung juga terjadi agresi militer oleh Belanda. Serangan
Belanda terhadap Lampung mulai terjadi di tanggal 1 Januari 1949. Pada hari itu
Belanda mulai melakukan serangan terhadap Pelabuhan Panjang guna mendaratkan
pasukannya. Usaha Belanda menguasi ibukota Karesidenan Lampung dikuti dengan
tembakan dari darat oleh ALRI dan diikuti dengan pembumihangusan objek-objek
penting sebagai langkah antisipasi terhadap pergerakan Belanda.
Namun
Ibukota Karesidenan akhirnya dapat diduduki oleh pasukan Belanda pada hari itu
juga. Karena peristiwa itu, maka pemerintahan Karesidenan Lampung, Letnan
Kolonel Syamaun Gaharu dengan anggota-anggota stafnya beserta pejabat-pejabat
sipil Karesidenan Lampung pada tanggal 1 Januari 1949 sudah berada di Gedong
Tataan, sedangkan rombongan keluarga militer dan sipil yang mengungsi sudah
berada di Pringsewu. Di Kotabumi Mayor Nurdin yang memimpin Komandan Front
Utara mengadakan rapat dengan Bupati Lampung Utara Akhmad Akuan beserta
beberapa tokoh masyarakat dan pimpinan partai, untuk membentuk Pemerintahan
Darurat Karesidenan Lampung Pringsewu (Dewan Harian Daerah Angkatan ’45,
1990:117). Di dalam buku Sejarah Revolusi Fisik di Provinsi Lampung
dijelaskan bahwa Pemerintahan Darurat Karesidenan Lampung tersebut dilakukan
karena Residen Lampung Rukadi dan Wakilnya RA. Basyid tidak keluar dari Kota
Tanjungkarang. Maka oleh rapat diputuskan menunjuk Bupati Lampung Utara Akhmad
Akuan untuk menjadi Residen Darurat Lampung, sambil menunggu berita lebih
lanjut dari Komandan Sub Teritorial Lampung di Lampung Selatan.
Pada 5 Januari 1949 Wakil Residen
RA. Basyid berhasil keluar dari Tanjungkarang dan berhasil menyusul ke
Pringsewu. Konsolodasi kembali dilakukan guna memperkuat pertahanan dan
pemerintahan di daerah Lampung. Atas perundingan antara unsur militer, pejabat
pemerintah daerah, partai politik dan tokoh masyarakat berhasil diputuskan untuk
mengangkatan residen baru guna memimpin Pemerintahan Darurat Karesidenan
Lampung. Ditunjuklah Mr. Gele Harun
sebagai Residen Pemerintahan Darurat Karesidenan Lampung menggantikan Residen
Rukadi yang masih berada di daerah pendudukan Belanda di Tanjungkarang dan RA.
Basyid menjadi Wakil Residen. Pada 7 Januari 1949 Pemerintahan Darurat
Karesidenan Lampung sepenuhnya berada di tangan Mr. Gele Harun sedangkan Akhmad
Akuan dikembalikan ke jabatan semula, yaitu sebagai Kepala Daerah Kabupaten
Bupati Lampung Utara (Dewan Harian Daerah Angkatan ’45, 1990:117).
Berdirinya
Pemerintahan Darurat Karesidenan Lampung memaksa Belanda terus meningkatkan
agresi militernya di Lampung. Maka keadaan ini membuat kedudukan staf
Pemerintahan Darurat Karesidenan Lampung harus berpindah-pindah, diantaranya
Pringsewu, Talang Padang, Way Tenong, dan Bukit Kemuning. Pembentukan
pemerintahan darurat juga meliputi tingkat Kabupaten, Kawedanaan, Kecamatan,
dan Desa. Dengan berdirinya Pemerintahan Darurat Karesidenan Lampung, maka
kegiatan operasional pemerintahan masih dapat dilaksanakan. Begitupun dalam
bidang ekonomi, pemerintahan darurat ini berusaha mengupayakan agar ekonomi di
Lampung tetap stabil. Hingga pemerintahan darurat pernah menerbitkan mata uang
darurat sebagai alat pembayaran yang sah sekaligus sebagai upaya menunjukan
bahwa Republik Indonesa masih memiliki kedaulatan atas wilayah dan rakyatnya di
mata Belanda.
DAFTAR
PUSTAKA
Dewan
Harian Daerah Angkatan’45. 1990. Sejarah
Perkembangan Pemerintahan di Lampung Buku I. Bandar Lampung:
Badan Penggerak Pembina Potensi Angkatan-45.
Depdikbud Kanwil Propinsi
Lampung. 1997. Sejarah Daerah Lampung.
Bandar Lampung : Bagian Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya
Lampung.
Tim Penulis. Tt. Sejarah Revolusi Fisik di
Provinsi Lampung. Bandar Lampung : Depdikbud.
Warganegara, Arizka. 2013. “Pemerintahan Provinsi Lampung
1945-1964”. Dalam Jurnal Fiat Justitia Jurnal Ilmu Hukum.
Volume
7, No. 3, 288-303.
TENTANG PENULIS
Adi
Setiawan lahir di Lampung pada 08 Desember 1992. Penulis menyelesaikan sarjana
pendidikan sejarah pada Universitas Muhammadiyah Metro tahun 2015. Saat ini penulis adalah
tenaga pengajar mata pelajaran sejarah di SMA Negeri 1 Sekampung, Lampung
Timur. Artikel lain dapat diakses pada website: adisetiawan67.blogspot.com. Penulis dapat dihubungi
WA: 0857 8318 0235 dan IG: adi_abuuwais.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar