Jumat, 27 Maret 2020

PEMERINTAHAN DARURAT KARESIDENAN LAMPUNG




PEMERINTAHAN DARURAT KARESIDENAN LAMPUNG


Oleh: Adi Setiawan

Rapat Pengusulan Eks Residen Lampung Gele Harun Pahlawan Nasional ...
 Gele Harun (jejamo.com)




          Berita kemerdekaan Indonesia sampai di Lampung setelah kedatangan Mr. A. Abbas. Ia merupakan anggota Panitia Persiapan Kemedekaan Indonesia (PPKI). Tatkala kepulangannya ke Lampung pada 23 Agustus 1945, ia segera menginformasikan kemerdekaan Indonesia. Bersama dengan itu Mr. A. Abbas segera mengadakan pertemuan dengan tokoh-tokoh dan pemuka-pemuka masyarakat di Tanjungkarang dan sekitarnya untuk mengambil langkah berikutnya sesuai dengan petunjuk dari pemerintah pusat di Jakarta (Arizka Warganegara, 2013:290). 

           Kemerdekaan Indonesia di tanggal 17 Agustus 1945 adalah berita gembira pula bagi masyarakat Lampung. Di daerah ini pun, masyarakat begitu antusias untuk ikut meyokong kemerdekaan Indonesia. Maka setelah kedatangan Mr. A. Abbas dari Jakarta, rapat segera dilaksanakan untuk membentuk alat kelengkapan pemerintahan daerah sebagai upaya menjalankan roda pemerintahan di Lampung pasca kemerdekaan. Lampung adalah wilayah bagian Provinsi Sumatra yang berbentuk karesidenan. Di dalam pertemuan antara tokoh-tokoh daerah Lampung, mereka sepakat untuk mengangkat Mr. A. Abbas sebagai Residen Lampung dan sebagai wakilnya St. Rahim Pasaman. Di lain hal juga di bentuk Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID) Lampung.
 
        Di Lampung pengambilalihan kekuasaan dari tangan pemerintah Jepang segera dilakukan. Melalui perundingan antara Mr. A. Abbas dengan wakil pemerintah Jepang Khobayashi maka secara bertahap kekuasaan Jepang di Lampung kemudian di serahkan kepada wakil pemerintah Indonesia di Lampung. Pemindahan kekuasaan tersebut sekaligus diikuti dengan pengambilalihan instansi-instansi resmi seperti Kantor Telepon Tanjung Karang Kantor Pos dan Telegram, Stasiun Kereta Api, Perusahaan Gas dan Listrik, Pelabuhan Panjang dan Gudang Agen Pabrik es, Gedung Peralatan Kaygun.
  
Pemerintahan di Lampung yang berhasil merebut kekuasaan dari Jepang, kemudian mengalami gejolak. Pada 9 September 1946 Residen Lampung Mr. A.Abbas dipaksa untuk melepaskan jabatannya selaku residen sah oleh sebuah badan yang menamakan PPM (Panitia Perbaikan Masyarakat). Sebagai gantinya diangkat Dr. Barel Munir sebagai Residen Lampung. Akan tetapi ia mengundurkan diri pada tanggal 29 November 1947 dan sebagai gantinya diangkatlah Rukadi sebagai Residen daerah ini (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1997:177).  

Pada 19 Desember 1948, Agresi Militer Belanda II dilakukan terhadap ibukota Republik Indonesia di Yogyakarta. Serangan tersebut memaksa pemerintahan pusat di Yogyakarta terhenti. Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta serta beberapa tokoh Republik di asingkan Belanda ke luar Pulau Jawa. Melalui sebuah instruksi Mr. Syafruddin Prawiranegara yang tengah berada di Sumatra Barat segera membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI). Layaknya di daerah lain, di Lampung juga terjadi agresi militer oleh Belanda. Serangan Belanda terhadap Lampung mulai terjadi di tanggal 1 Januari 1949. Pada hari itu Belanda mulai melakukan serangan terhadap Pelabuhan Panjang guna mendaratkan pasukannya. Usaha Belanda menguasi ibukota Karesidenan Lampung dikuti dengan tembakan dari darat oleh ALRI dan diikuti dengan pembumihangusan objek-objek penting sebagai langkah antisipasi terhadap pergerakan Belanda.

Namun Ibukota Karesidenan akhirnya dapat diduduki oleh pasukan Belanda pada hari itu juga. Karena peristiwa itu, maka pemerintahan Karesidenan Lampung, Letnan Kolonel Syamaun Gaharu dengan anggota-anggota stafnya beserta pejabat-pejabat sipil Karesidenan Lampung pada tanggal 1 Januari 1949 sudah berada di Gedong Tataan, sedangkan rombongan keluarga militer dan sipil yang mengungsi sudah berada di Pringsewu. Di Kotabumi Mayor Nurdin yang memimpin Komandan Front Utara mengadakan rapat dengan Bupati Lampung Utara Akhmad Akuan beserta beberapa tokoh masyarakat dan pimpinan partai, untuk membentuk Pemerintahan Darurat Karesidenan Lampung Pringsewu (Dewan Harian Daerah Angkatan ’45, 1990:117). Di dalam buku Sejarah Revolusi Fisik di Provinsi Lampung dijelaskan bahwa Pemerintahan Darurat Karesidenan Lampung tersebut dilakukan karena Residen Lampung Rukadi dan Wakilnya RA. Basyid tidak keluar dari Kota Tanjungkarang. Maka oleh rapat diputuskan menunjuk Bupati Lampung Utara Akhmad Akuan untuk menjadi Residen Darurat Lampung, sambil menunggu berita lebih lanjut dari Komandan Sub Teritorial Lampung di Lampung Selatan.

            Pada 5 Januari 1949 Wakil Residen RA. Basyid berhasil keluar dari Tanjungkarang dan berhasil menyusul ke Pringsewu. Konsolodasi kembali dilakukan guna memperkuat pertahanan dan pemerintahan di daerah Lampung. Atas perundingan antara unsur militer, pejabat pemerintah daerah, partai politik dan tokoh masyarakat berhasil diputuskan untuk mengangkatan residen baru guna memimpin Pemerintahan Darurat Karesidenan Lampung. Ditunjuklah  Mr. Gele Harun sebagai Residen Pemerintahan Darurat Karesidenan Lampung menggantikan Residen Rukadi yang masih berada di daerah pendudukan Belanda di Tanjungkarang dan RA. Basyid menjadi Wakil Residen. Pada 7 Januari 1949 Pemerintahan Darurat Karesidenan Lampung sepenuhnya berada di tangan Mr. Gele Harun sedangkan Akhmad Akuan dikembalikan ke jabatan semula, yaitu sebagai Kepala Daerah Kabupaten Bupati Lampung Utara (Dewan Harian Daerah Angkatan ’45, 1990:117).

           Berdirinya Pemerintahan Darurat Karesidenan Lampung memaksa Belanda terus meningkatkan agresi militernya di Lampung. Maka keadaan ini membuat kedudukan staf Pemerintahan Darurat Karesidenan Lampung harus berpindah-pindah, diantaranya Pringsewu, Talang Padang, Way Tenong, dan Bukit Kemuning. Pembentukan pemerintahan darurat juga meliputi tingkat Kabupaten, Kawedanaan, Kecamatan, dan Desa. Dengan berdirinya Pemerintahan Darurat Karesidenan Lampung, maka kegiatan operasional pemerintahan masih dapat dilaksanakan. Begitupun dalam bidang ekonomi, pemerintahan darurat ini berusaha mengupayakan agar ekonomi di Lampung tetap stabil. Hingga pemerintahan darurat pernah menerbitkan mata uang darurat sebagai alat pembayaran yang sah sekaligus sebagai upaya menunjukan bahwa Republik Indonesa masih memiliki kedaulatan atas wilayah dan rakyatnya di mata Belanda.
 
 
 
DAFTAR PUSTAKA

Dewan Harian Daerah Angkatan’45. 1990. Sejarah Perkembangan Pemerintahan di Lampung Buku I. Bandar Lampung: Badan Penggerak Pembina Potensi Angkatan-45.

Depdikbud Kanwil Propinsi Lampung. 1997. Sejarah Daerah Lampung. Bandar Lampung : Bagian Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya Lampung.

Tim Penulis. Tt. Sejarah Revolusi Fisik di Provinsi Lampung. Bandar Lampung : Depdikbud.

Warganegara, Arizka. 2013. “Pemerintahan Provinsi Lampung 1945-1964”. Dalam Jurnal Fiat Justitia Jurnal Ilmu Hukum. Volume 7, No. 3, 288-303.

TENTANG PENULIS
 
Adi Setiawan lahir di Lampung pada 08 Desember 1992. Penulis menyelesaikan sarjana pendidikan sejarah pada Universitas Muhammadiyah Metro tahun 2015. Saat ini penulis adalah tenaga pengajar mata pelajaran sejarah di SMA Negeri 1 Sekampung, Lampung Timur. Artikel lain dapat diakses pada website: adisetiawan67.blogspot.com. Penulis dapat dihubungi WA: 0857 8318 0235 dan IG: adi_abuuwais.
 
 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Menyaksikan Tanah Sabrang: Film Propaganda di Era Kolonial

Sebuah gedung pertunjukan film modern diresmikan di Kota Metro, sebuah daerah yang lahir dari proses kolonisasi di masa lampau. Hadirnya bio...

Populer