SAAT
SOETOMO DIANCAM DROP-OUT
Oleh : Adi Setiawan
Guru Sejarah SMAN 1 Sekampung Lampung Timur
email: adiabuuwais@gmail.com
Bagi bangsa Indonesia
tanggal 20 Mei adalah suatu momentum yang mengingatkan pada lahirnya organisasi
pergerakan Budi Utomo di tahun 1908. Budi Utomo merupakan sebuah organisasi yang bercita-cita memajukan
pendidikan, khusus bagi golongan priyayi Jawa. Munculnya Budi Utomo tidak lepas
dari figur Dr. Wahidin Soedirohoesodo, seorang dokter sekaligus priyayi Jawa yang
memiliki harapan tentang pendidikan bagi anak-anak di pulau Jawa kala itu.
Sebelum Budi Utomo
lahir, Wahidin mencoba menarik kalangan priyayi agar mereka turun tangan dalam
bidang pendidikan, yakni dengan memberikan bantuan keuangan –studiefonds-
bagi anak-anak di Jawa.
Nampaknya harapan dari
Wahidin saat itu belum mendapat sambutan positif dari para priyayi. Hingga pada
1907 ia terus melakukan kampanye tentang pentingnya dana pendidikan, Wahidin
kemudian singgah di Batavia. Di kota ini Wahidin berjumpa dengan kalangan
pemuda progresif dari lembaga sekolah dokter Jawa –STOVIA- diantaranya adalah
Soetomo, Goenawan Mangoenkoesoemo, Soeradji, dan Soewarno.
Ide Wahidin tentang
perlunya studiefonds kemudian memberikan pengaruh bagi dua orang
mahasiswa STOVIA yakni Soetomo dan Soeradji. Mereka terkesan dengan penjelasan
Wahidin. Ketika berpamitan hendak melanjutkan kampanye studiefonds ke
Banten, Soetomo menyatakan kepada Wahidin, “Punika satunggaling padamelan
sae sarta nelakaken budi utomi.”
Kalimat tersebut
memiliki arti “ini merupakan perbuatan baik serta mencerminkan keluhuran budi.”
Soeradji menangkap dua patah kata ucapan Soetomo terakhir untuk menjadi nama
organisasi mereka, demikian tulis Gamal Komandaka dalam Boedi Oetomo Awal
Bangkitnya Kesadaran Bangsa.
Budi Utomo secara resmi
lahir pada 20 Mei 1908. Namun sebenarnya organisasi ini bukanlah organisasi
pertama di Hindia Belanda kala itu. Sebelum Budi Utomo setidaknya ada beberapa
organisasi seperti Tiong Hoa Hwee Koan yang dibentuk orang-orang China, Madiwara,
Suria Sumirat, dan Al- Jam’iyat al Khairiyah yang didirikan
orang-orang Arab.
Organisasi Budi Utomo
yang dibentuk oleh sekelompok mahasiswa STOVIA, kemudian sempat mendapat tentang
dari guru-guru STOVIA. Beberapa guru STOVIA merasa risau melihat Soetomo dan
kawan-kawannya lebih aktif dalam Budi Utomo. Itu sebabnya para guru STOVIA
pernah mengancam akan mengeluarkan Soetomo dari STOVIA dan menuduh Soetomo
berusaha melawan pemerintah kolonial, tulis Gamal Komandaka.
Dalam Kenang-kenangan
1933, Sotomo mengisahkan; “Sekali
peristiwa saya hampir-hampir dikeluarkan dari sekolah dokter itu, oleh karena
kedudukan saya sebagai ketua organisasi kami. Sementara guru menuduh saya
hendak berusaha melawan pemerintah. Menjawab tuduhan ini, atas usul Goenawan,
teman-teman kami pun minta agar mereka juga dikeluarkan jika saya keluar.”
Untungnya ancaman drop-out
tersebut tak sempat jadi kenyataan, Soetomo dan kawan-kawan masih diizinkan
menjadi mahasiswa STOVIA. Hal ini bisa jadi karena pemerintah kolonial saat itu
belum begitu yakin tentang kegiatan-kegiatan Budi Utomo. Pemerintah masih
meraba-raba apakah Budi Utomo adalah sebuah organisasi radikal atau organisasi
moderat. Di sini jelas bahwa pemerintah kolonial saat itu belum dapat memvonis
garis politik organisasi Budi Utomo, apalagi menyangkut tindakan yang harus
diberikan bagi para pengurus organisasi ini.
Namun sejarah berkata
lain, Soetomo dan kawan-kawan yang “lolos” ancaman drop-out dari guru-guru
STOVIA. Mereka mendapat kenyataan, bahwa terjadinya kongres pertama di
Yogyakarta di awal Oktober 1908, adalah sebuah pil pahit bahi Soetomo dan para
mahasiswa STOVIA. Pasal, dalam kongres tersebut mereka tersingkir dari Badan
Pengurus Budi Utomo.
Dari sembilan nama pada
pengurus Budi Utomo semuanya diduduki oleh para priyayi tua dan tanpa
memberikan satu tempat duduk pun bagi pengurus lama yang sebelumnya adalah para
mahasiswa STOVIA. Soetomo dan kawan-kawannya merasa dikeluarkan dari “perahu”
Budi Utomo, hingga kemudian secara terpaksa mereka harus meninggalkan kegiatan di
organisasi tersebut. Setelah keluar dari kepengurusan Budi Utomo mereka
kemudian lebih fokus di bangku STOVIA, suatu perguruan yang kemudian menghantarkan mereka meraih
titel Dokter Jawa.
Disusun Oleh : Adi Setiawan
Kamis, 18 Mei 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar