(Sumber: Dok. Pribadi Penulis)
Oleh:
Adi Setiawan
Peristiwa perang mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari serbuan tentara Belanda terjadi di berbagai daerah. Rakyat bersama dengan tentara bahu membahu melawan laju tentara Belanda yang kembali ingin berkuasa. Belanda melalui tentaranya melakukan sejumlah serangan militer. Upaya serangan terbesar yang mereka lakukan terlihat dengan dilaksanakannya Agresi Militer Belanda I dan Agresi Militer Belanda. Kota-kota penting di Indonesia menjadi target utama dari serangan-serangan itu. Mereka juga berusaha untuk menangkapi para gerilyawan dan aparat pemerintah Indonesia.
Sebagai contoh nyata atas serangan yang dilakukan oleh Belanda terjadi di Lampung pada awal Januari 1949. Serangan Belanda di Lampung dimulai dengan mengerahkan pasukannya untuk menguasai Pelabuhan Panjang serta daerah di sekitarnya. Keberhasilan menguasai Pelabuhan Panjang membuat pasukan Belanda meneruskan serangannya di Teluk Betung dan Tanjung Karang. Tentara Indonesia saat itu berupaya mempertahankan ibukota Lampung. Namun ikhtiar mempertahankan itu akhirnya belum berhasil hingga kemudian pemerintahan Karesidenan Lampung dipindahkan keluar kota.
Dikuasainya pusat pemerintahan Lampung oleh Belanda kemudian membuka jalan bagi mereka untuk menguasai daerah lainnya di Lampung. Pertempuran kemudian terjadi di beberapa front. Di Lampung Tengah, seperti di daerah Metro dan sekitarnya terjadi beberapa insiden perang. Tentara yang dibantu oleh laskar berusaha meredam laju serangan pasukan Belanda.
Purbolinggo, daerah baru yang ada di Lampung Tengah yang dibuka pada zaman pendudukan Jepang juga tak luput dari insiden perlawanan terhadap pasukan Belanda. Daerah yang juga dikenal dengan nama Toyosawa ini pada saat Agresi Militer Belanda II mencatatkan sebuah narasi bahwa pasukan Belanda pernah menumpahkan darah para pejuang di Purbolinggo.
Wakimin Mukidin Jamhari yang merupakan salah seorang saudara dari pejuang yang gugur saat itu mengisahkan, pada saat terjadinya Agresi Militer Belanda II Tentara Macan Loreng/pasukan Belanda bergerak masuk daerah Toyosawa. Maka dilakukan persiapan untuk menghadang pasukan tersebut. Dibangunlah beberapa pos keamanan dan dapur umum di Desa Bumi Jawa, Taman Asri, Taman Bogo dan Taman Cari. Desa-desa itu letaknya lebih dekat dengan Metro. Persiapan ini adalah sebuah antisipasi menghadang pasukan Belanda yang datang dari arah Metro.
Dapur umum yang didirikan di Desa Taman Cari dipimpin oleh Sukatman, ia adalah Lurah/Kepala Desa Taman Cari. Anggota dapur umum sendiri juga banyak berasal dari perangkat desa seperti carik/sekretaris desa. Anggota dapur umum bertugas mempersiapkan logistik seperti makanan yang diperlukan tentara. Ketika mendengar informasi bahwa Tentara Macan Loreng telah bergerak ke Toyosawa maka penjagaan di dapur umum semakin dikuatkan. Secara bergantian mereka melakukan penjagaan.
Namun tanpa sepengetahuuan, penjagaan yang dilakukan di Bumi Jawa dan Taman Asri berhasil dilalui Tentara Macan Loreng. Secara tiba-tiba Tentara Macan Loreng masuk di Desa Taman Cari. Anggota dapur umum yang terdiri atas anggota Disan, Sadini, Gunawan dan Poniman berhasil disergap Tentara Macan Loreng. Mereka lalu diintrogasi, menanyakan keberadaan anggota dapur umum yang lain serta keberadaan lurah dan perangkat Desa Taman Cari.
Tentara Macan Loreng kemudian berhasil mengangkap Sukatman (Lurah Taman Cari), Ihsanudin (Carik), Harso Suwito, dan Sudiyo. Mereka beserta anggota dapur umum yang bernama Disan diikat dan dibawa menuju Metro. Dalam perjalanan, ketika berada di antara Desa Taman Asri dan Desa Taman Cari, mereka kembali diintrogasi. Tentara Macan Loreng terus menanyakan keberadaan tentara Indonesia. Karena mereka tidak memberikan jawaban yang diinginkan akhirnya terjadilah penembakan.
Tak ada satupun dari ‘tawanan’ itu yang selamat. Mereka gugur tertembus pelor Tentara Macan Loreng. Naas dalam insiden itu turut menjadi korban seoran Mantri Kesehatan yang bernama Mukodo. Ia gugur setelah peluru yang ditembakan nyasar ke tubuhnya. Tanpa merasa bersalah, Tentara Macan Loreng kemudian meninggalkan jasad pejuang Indonesia itu.
Warga desa baru berani menghampiri jasad korban penembakan setelah Tentara Macan Loreng meninggalkan lokasi insiden. Warga kemudian melakukan pengurusan jenazah dan menguburkan semua korban di Pemakaman Desa Taman Cari. Setelah insiden ini aktivitas pengaman aparat desa semakin ditingkatkan. Begitupun dengan pertahanan di dapur umum. Para pemuda kemudian dikirim ke Bumi Jawa, Taman Asri, Taman Cari, dan Taman Bogo untuk memperkuat pertahanan. Setiap desa terdiri atas 3 pemuda.
Gugurnya pejuang di Toyosawa atau Purbolinggo menjadi kenangan bagi warga di sana terkhusus masyarakat Desa Taman Cari. Mereka dikenal sebagai pahlawan yang gugur mengahadapi keganasan Tentara Macan Loreng. Salah satu cara untuk menghargai jasa-jasa pejuang ini, sebuah jembatan menuju makam keenam pejuang ini diberi nama Jembatan Pahlawan.
Narasumber:
Wakimin Mukidin Jamhari (77 tahun, kerabat dekat dari pejuang Disan).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar