Senin, 27 Juli 2020

PERKEMBANGAN DAN DAMPAK PERANG DINGIN TERHADAP POLITIK GLOBAL

Perang Dingin yang terjadi antara Amerika Serikat dengan Uni Soviet berdampak terhadap perubahan tatanan politik dunia, pun bagi negara-negara di luar benua Amerika dan Eropa. Pertengkaran hingga berujung pada pecahnya sebuah bangsa adalah dampak nyata dari perang ini.

 

Oleh: Adi Setiawan

> 27 Juli 2020

 

Ho Chi Minh (wikipedia.org)

 Upaya Amerika Serikat dan Uni Soviet dalam persaingan memicu lahirnya perang senyap atau perang dingin yang kadang pula memanas bumi menjadi peperangan yang mempertemukan dua kubu yang saling curiga. Alhasil peperangan berlanjut dengan keegoisan yang menuntut terealisasinya kepentingan masing-masing pihak yang bertikai.

Berikut ialah beberapa perang atau peristiwa yang terkait dengan perubahan politik yang diakibatkan oleh Perang Dingin.


A. Pemerintahan Komunis Tiongkok

Perkembangan komunis di Tiongkok atau China terjadi pesat sejak terjadinya Revolusi China tahun 1949. Sebelumnya Mao Zedong sebagai pemimpin Parta Komunis Tiongkok dengan dukungan dari rakyat terutama kalangan petani mampu mengambilalih pemerintahan dari kubu nasionalis yang dipimpin oleh Chiang Kai Shek.

Perseteruan antara Komunis dan Nasional mulai terjadi selepas Perang Dunia II berakhir. Perang saudara yang terjadi antara tahun 1946 hingga 1949 tersebut kemudian dimenangkan oleh kubu komunis. Kubu komunis kemudian memproklamasikan berdirinya negara Republik Rakyat Tiongkok pada  1 Oktober 1949. Negara bentukan kubu komunis ini pun mendapatkan dukungan dari Uni Soviet.

Sementara itu, kubu nasionalis yang terkalahkan kemudian melarikan diri ke Pulau Taiwan dan kemudian mendirikan negara Taiwan yang didukung oleh Amerika Serikat. Amerika Serikat pun secara tegas tidak mengakui adanya negara Republik Rakyat Tiongkok, dan hanya mengakui negara Taiwan, dengan alasan antara Taiwan dengan Amerika Serikat memiliki persamaan ideologi.

Kenyataan ini kemudian membuat Perang Dingin bukan hanya berlangsung di Eropa namun juga di Asia. Amerika Serikat yang tengah mengkampanyekan paham liberalisme merasa terancam dengan munculnya Tiongkok yang menjalin kerjasama dengan Uni Soviet.

Terlebih Tiongkok sebagai negara berpaham komunis memiliki dasar kekuatan besar yakni Partai Komunis Tiongkok yang memiliki struktur kuat di dalam pemerintahan negara Tiongkok. Hal inilah yang ditakuti Amerika Serikat, khawatir dengan penyebaran komunis di Asia Tenggara.


B. Perang Korea

Bukan hanya di Tiongkok, persaingan memperebutkan pengaruh antara Amerika Serikat dengan Uni Soviet juga berlangsung di Korea. Pada tahun 1950-1953 berlangsung Perang Korea. Perang ini kemudian berdampak terhadap pecahnya Korea menjadi dua, Korea Utara dan Korea Selatan.

Amerika Serikat yang khawatir dengan menyebarnya paham komunis di Asia memberikan dukungan terhadap negara Korea Selatan yang dipimpin Syngman Rhee sementara Uni Soviet memberikan dukungan serupa terhadap Korea Utara pimpinan Kim Il Sung.

Perang Korea pertama kali pecah pada bulan Juni 1950 ditandai dengan serangan tentara Korea Utara terhadap Korea Selatan. Serangan berhasil merebut ibukota Korea Selatan, Seoul.

Pasukan gabungan PBB kemudian diterjunkan guna menghalau laju serangan pasukan Korea Utara. Namun yang terjadi bukan nya perang berhenti, tetapi perang malah menyeret Tiongkok yang memberi dukungan bagi Korea Utara.

Pearang antara aliansi Komunis melawan pasukan gabungan PBB terus terjadi hingga tahun 1953. Perang baru berakhir setelah adanya perundingan. Sebuah gencatan senjata membangun perbatasan antar-Korea di mana pertempuran berakhir ditandatangani pada tanggal 27 Juli 1953. Ini menciptakan DMZ, dengan Garis Demarkasi Militer—perbatasan yang sebenarnya—mengalir di tengah-tengah daerah penyangga seluas empat kilometer, atau 2,5 mil.


C. Revolusi Kuba

Revolusi Kuba terjadi pada saat kepemimpinan Fulgencio Batista. Batista memerintah Kuba secara otoriter. Pemimpin revolusi Kuba yang paling terkenal adalah Fidel Castro. Castro melakukan beberapa kali gerakan revolusi, 1953–1955 dan 1955-1959.

Selain Castro dan kelompok The 26th Movement pimpinannya, Kuba juga memiliki kelompok revolusi lain. Kelompok revolusi lainnya adalah The Revolutionary Directorate yang dipimpin oleh Jose Antonio, dan kelompok The Second Front pimpinan Eloy Gutierrez.

Perjuangan revolusi dari tahun 1955-1959 selain berperang dengan senjata, Castro juga mencari bantuan dari luar negeri, seperti Meksiko. Kemudian mendapatkan bantuan dari Ernesto “Che” Guevara. Perjuangan yang dilakukan pada tahun 1955-1959 lebih bersifat gerilya.

1 Januari 1959, Batista yang kalah melarikan diri ke Amerika Serikat. Hal ini menandai keberhasilan Revolusi Kuba. Kemudian Fidel Castro naik menjadi pemimpin dan pemerintahan Kuba menjadi pemerintahan komunis. Dengan kejadian tersebut, akibatnya Amerika merasa kecurian.

Invasi Teluk Babi

Karena kebijakan politik yang tertutup, banyak penduduk Kuba yang meninggalkan negaranya menuju Amerika. Hal ini dilihat oleh Amerika sebagai ancaman akan ideologinya. Pemerintah Amerika kemudian menggunakan para imigran ini untuk menggulingkan pemerintahan Fidel Castro. Peristiwa ini dikenal sebagai invasi Teluk Babi, yang berlangsung pada 15-17 April 1961. Penyerbuan yang sebagian besar dilakukan oleh imigran ini didukung persenjataan oleh CIA.

Invasi ini dengan cepat dapat digagalkan oleh Castro. Selain itu Castro juga berhasil menyandera 1000 lebih tawanan.

Amerika yang kalah harus menanggung biaya makanan dan obat-obatan seharga 53 juta Dollar Amerika untuk ditukarkan dengan pembebasan tawanan. Kekalahan ini adalah pukulan telak bagi Amerika yang memang kita tahu gemar berperang.

Selain itu, karena peristiwa ini Kuba memutuskan hubungan diplomatiknya dengan Amerika serikat. Hal ini tentu membuat Uni Soviet senang, karena mendapat rekanan strategis di wilayah Amerika. Oh iya, tahu nggak sih kamu, kejadian ini memicu peristiwa terakhir dan hampir membuat peradaban manusia selesai lho. Kebanyang kan seberapa besar konflik ini terjadi.

Krisis Misil Kuba

Keberadaan negara komunis Kuba masih diiringi ketegangan dengan Amerika Serikat. Ketegangan berlanjut pada Krisis Misil Kuba (Cuban Missile Crisis) yang terjadi pada 14-28 Oktober 1962. Intelijen Amerika Serikat melaporkan adanya aktivitas pembangunan instalasi nuklir Uni Soviet yang termasuk rudal balistik jarak menengah.

Salah satu alasan Uni Soviet membangun instalasi nuklir itu adalah agar Amerika Serikat tidak menyerang Kuba lagi, mengingat sebelumnya Amerika Serikat terbukti melakukan Invasi Teluk Babi. Instalasi nuklir tersebut hanya berjarak 90 mil dari wilayah Amerika Serikat, yang jelas mengancam kawasan pantai timur ke Amerika Serikat sewaktu-waktu.

Presiden John F. Kennedy mencegah usaha tersebut dengan memblokade sekitar perairan Kuba. Usaha ini bermaksud mencegah masuknya kapal selam Uni Soviet yang diduga membawa peralatan nuklir ke Kuba. Krisis Misil Kuba berakhir dengan kesepakatan antara John F. Kennedy dengan Nikita Khrushchev pada tanggal 28 Oktober 1962.

Amerika Serikat berjanji tidak akan menguasai Kuba dan melucuti rudal-rudalnya di Turki. Sedangkan Uni Soviet akan menarik seluruh instalasi nuklirnya di Kuba. Penyelesaian krisis ini membuat lega warga dunia, karena jika berlanjut dalam perang fisik maka kehancuran dunia dapat lebih parah daripada Perang Dunia II.

Konflik di Kuba seperti Invasi Teluk Babi dan Krisis Misil Kuba menjadi contoh bahwa kawasan Amerika Latin menjadi tempat terjadinya Perang Dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet. Amerika Serikat tidak senang dengan pemerintahan Kuba yang komunis di bawah pimpinan Fidel Castro, karena Kuba akan cenderung berpihak pada Uni Soviet. Sedangkan Uni Soviet yang berkawan dengan Kuba ingin menempatkan pengaruh komunisme di kawasan Amerika, sekaligus sebagai bentuk persaingan terhadap kekuasaan Amerika Serikat.


D. Perang Vietnam

Awal berdirinya Vietnam Selatan itu ketika Perancis berusahan mendirikan negara-negara boneka di kawasan Indocina di akhir Perang Dunia ke II. Dengan hadirnya Vietnam Selatan, otomatis membuat Vietnam terpecah. Hal itu membuat Ho Chi Minh sangat marah, karena ia menginginkan Vietnam menjadi negara yang merdeka dan utuh. Kemudian terjadilah perang Indocina I pada tahun 1946-1954, yaitu antara Vietnam Utara yang didukung oleh Tiongkok dan Vietnam Selatan didukung oleh Perancis.

Vietnam Utara yang dipimpin oleh Ho Chi Minh mendapat pengakuan dari Rusia dan Tiongkok pada tanggal 31 Januari 1950. Kemudian Vietnam Selatan yang dipimpin oleh Bao Dai juga mendapat pengakuan dari Amerika Serikat dan Inggris pada 7 Februari 1950, namun di satu sisi sebagian besar rakyat tidak mau mengakuinya.

Puncaknya adalah ketika kembali terjadinya perang Indocina II. Ho Chi Minh kembali melakukan serangan kepada Vietnam Selatan dengan bantuan Uni Soviet. Kenapa Ho Chi Minh bersikeras ingin menghancurkan Vietnam Selatan? Hal itu ia lakukan karena Vietnam Selatan dianggap sebagai penghalang persatuan Vietnam yang telah ia cita-citakan.

Dengan adanya serangan itu, Amerika Serikat pun ikut turun tangan membantu Vietnam Selatan, karena mereka masih berkepentingan pada wilayah tersebut. AS yang berusaha mempertahankan wilayah Vietnam Selatan, terus memberikan bantuan pasukannya. Akibatnya, perang Indocina II yang besar pun tidak lagi bisa dihindari dan berlangsung pada tahun 1957-1975

Dengan banyaknya korban yang berjatuhan, akhirnya kedua belah pihak memutuskan untuk berunding dan melakukan gencatan senjata pada tahun 1970. Perundingan itu diikuti oleh Vietnam Utara, Vietnam Selatan, dan Amerika Serikat di Paris. Kemudian pada tahu 1972, diumumkan oleh AS bahwa Indonesia, Kanada, Hongaria, dan Polandia menjadi pengawas gencatan senjata di Vietnam.

Perundingan yang hampir mencapai kesepakatan itu ternyata dilanggar. Tiba-tiba saja Vietnam Utara menyerang Vietnam Selatan secara tiba-tiba. Amerika Serikat pun marah, kemudian Presiden Richard Nixon memerintahkan pasukannya untuk meranjau semua lalu lintas laut dan juga menghancurkan seluruh jalur komunikasi dan transportasi Vietnam Utara. Karena mendapat serangan tersebut, akhirnya Vietnam Utara menyepakati gencatan senjatanya. Perjanjian itu disebut sebagai Persetujuan Paris, dan ditandatangani pada 27 Januari 1973.

Namun, pada 18 April 1975 Vietnam Utara kembali mengancam wilayah Vietnam Selatan, dan wilayah yang dituju adalah Saigon, ibu kota Vietnam Selatan. Masyarakat Vietnam Selatan pun panik dan mulai mengungsi ke wilayah AS menggunakan lima kapal induk Armada yang dikirimkan AS.

Presiden Vietnam sempat berganti 2 kali, pertama yaitu bergantinya Nguyen Van Thieu ke Tran Van Huong. Nguyen Van Thieu adalah presiden yang menandatangani Persetujuan Paris karena AS berjanji mengirim pesawat B-52 yang akan mengebom Vietnam Utara jika melakukan pelanggaran. Namun hal itu tidak dilakukan oleh AS, dan Vietnam Selatan kekurangan kekuatan militernya.

Saat bantuan dari AS tidak datang, Vietnam Utara semakin di atas angin. Kemudian pada 28 April 1975, Tran Van Houng digantikan oleh Duong Van Minh sebagai Presiden Vietnam Selatan. Namun, baru sehari memimpin, wilayahnya langsung diserang oleh pasukan gerilya Vietnam Utara yaitu Vietcong. Wilayah yang menjadi tujuan serangan Vietcong adalah Saigon.

Pada akhirnya pasukan Vietnam Selatan kalah akibat hujan tembakan artileri yang dilakukan oleh Vietcong. Akhirnya pasukan Vietnam Utara mulai menduduki posisi-posisi penting di Saigon dan mengibarkan bendera mereka di istana kepresidenan Vietnam Selatan pada 30 April 1975. Hal itu menandakan menyerahnya pemerintahan Vietnam Sealtan tanpa syarat kepada Vietcong, dan kejatuhan Saigon pun menandakan berakhirnya Perang Vietnam dengan kemenangan Vietnam Utara. Hal ini menjadi periode awal transisi Vietnam menjadi satu negara yang utuh.

 

Referensi:

Ratna, Hapsari, M. Adil. 2018. Sejarah Untuk SMA/MA Kelas XII. Erlangga: Jakarta

blog.ruangguru.com

 

Minggu, 26 Juli 2020

UPAYA BANGSA INDONESIA DALAM MENGHADAPI DISINTEGRASI (PERISTIWA ANDI AZIZ, RMS, PRRI dan PERMESTA)

Negara Indonesia yang masih muda dihadapkan dengan berbagai peristiwa yang begitu pelik, politik saat itu dihadapkan dengan kekacauan. Bukan hanya di pusat Jakarta namun  juga daerah.

Oleh: Adi Setiawan

> 26 Juli 2020

Allan L. Pope, wakil Amerika Serikat yang membantu Permesta (goriau.com)

 

A. PERISTIWA ANDI AZIZ

Ø  Sebab:

Peristiwa Andi Aziz berawal dari tuntutan Kapten Andi Aziz dan pasukannya yang berasal dari KNIL (pasukan Belanda di Indonesia) terhadap pemerintah Indonesia agar hanya mereka yang dijadikan pasukan APRIS di Negara Indonesia Timur (NIT). Pemberontakan ini dipimpin oleh Kapten Andi Azis sendiri, Ia merupakan mantan perwira KNIL dan baru diterima masuk ke dalam APRIS. Andi Azis bersama gerombolannya ingin mempertahankan Negara Indonesia Timur. Selain itu, hal ini juga dilatarbelakangi oleh penolakan terhadap masuknya anggota TNI ke dalam bagian APRIS.

 

Ø  Kronologi Peristiwa:

Pada 5 April 1950, terjadi pemberontakan Andi Azis di Makassar. Pasukan Andi Azis melakukan penyerangan serta menduduki tempat-tempat vital dan menangkap Panglima Teritorium Indonesia Timur Letnan Kolonel A.J. Mokoginta. Untuk menanggulangi hal tersebut, pemerintah mengeluarkan ultimatum pada 8 April 1950 yang memerintahkan kepada Andi Azis agar melaporkan diri serta mempertanggungjawabkan perbuatannya ke Jakarta dalam tempo 4 x 24 jam. Ia juga diperintahkan untuk menarik pasukan, menyerahkan semua senjata, dan membebaskan tawanan.

            Ternyata Andi Azis sama sekali tidak menggubris ultimatum tersebut. Karena Andi Azis tidak menggubris, maka pemerintah langsung bereaksi dengan mengirim pasukan-pasukan ekspedisi. Pasukan ekspedisi mendarat di Makassar pada tanggal 26 April 1950 di bawah pimpinan Kolonel Alex Kawilarang, pada saat itu terjadilah pertempuran.

        Andi Aziz pun segera ditangkap di Jakarta setibanya ia ke sana dari Makasar. Ia juga kemudian mengakui bahwa aksi yang dilakukannya berawal dari rasa tidak puas terhadap APRIS. Pasukannya yang memberontak akhirnya berhasil ditumpas oleh tentara Indonesia di bawah pimpinan Kolonel Kawilarang.

 

B.  PEMBERONTAKAN REPUBLIK MALUKU SELATAN (RMS)

 

Ø  Sebab:

            Keinginan untuk memisahkan diri dari Republik Indonesia Serikat dan menggantinya dengan negara sendiri. Diproklamasikan oleh mantan Jaksa Agung Negara Indonesia Timur, Dr. Ch.R.S. Soumokil pada April 1950, RMS didukung oleh mantan pasukan KNIL.

Ø  Kronologi Peristiwa:

Pada tanggal 25 April 1950 Seorang mantan jaksa agung Negara Indonesia Timur, Mr. Dr. Christian Robert Soumokil, memproklamirkan berdirinya Republik Maluku Selatan. Hal ini merupakan bentuk penolakan atas didirikannya NKRI, Soumokil tidak setuju dengan penggabungan daerah-daerah Negara Indonesia Timur ke dalam wilayah kekuasaan Republik Indonesia. Dengan mendirikan Republik Maluku Selatan, Ia mencoba untuk melepas wilayah Maluku Tengah dan NIT dari Republik Indonesia Serikat.

            Upaya penyelesaian secara damai awalnya dilakukan oleh pemerintah Indonesia, yang mengutus dr. Leimena untuk berunding. Namun upaya ini mengalami kegagalan. Pemerintah pun langsung mengambil tindakan tegas, dengan melakukan operasi militer di bawah pimpinan Kolonel Kawilarang.

 

            Kelebihan pasukan KNIL RMS adalah mereka memiliki kualifikasi sebagai pasukan komando. Konsentrasi kekuatan mereka berada di Pulau Ambon dengan medan perbentengan alam yang kokoh. Bekas benteng pertahanan Jepang juga dimanfaatkan oleh pasukan RMS. Oleh karena medan yang berat ini, selama peristiwa perebutan pulau Ambon oleh TNI, terjadi pertempuran frontal dan dahsyat dengan saling bertahan dan menyerang.

 

            Meski kota Ambon sebagai ibukota RMS berhasil direbut dan pemberontakan ini akhirnya ditumpas, namun TNI kehilangan komandan Letnan Kolonel Slamet Riyadi dan Letnan Kolonel Soediarto yang gugur tertembak. Soumokil sendiri awalnya berhasil melarikan diri ke pulau Seram, namun ia akhirnya ditangkap tahun 1963 dan dijatuhi hukuman mati.

 

C. PERISTIWA PRRI dan PERMESTA

 

    PRRI adalah singkatan dari Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia, sementara Permesta adalah singkatan dari Perjuangan Semesta atau Perjuangan Rakyat Semesta.

 

Ø  Sebab:

            Munculnya pemberontakan PRRI dan Permesta bermula dari adanya persoalan di dalam tubuh Angkatan Darat, berupa kekecewaan atas minimnya kesejahteraan tentara di Sumatera dan Sulawesi. Hal ini mendorong beberapa tokoh militer untuk menentang Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD).

Ø  Kronologi Peristiwa:

            Kekecewaan tersebut diwujudkan dengan pembentukan dewan-dewan daerah sebagai alat perjuangan tuntutan pada Desember 1956 dan Februari 1957, seperti:

 

§  Dewan Banteng di Sumatera Barat yang dipimpin oleh Letkol Ahmad Husein.

§  Dewan Gajah di Sumatera Utara yang dipimpin oleh Kolonel Maludin Simbolon.

§  Dewan Garuda di Sumatera Selatan yang dipimpin oleh Letkol. Barlian.

§  Dewan Manguni di Sulawesi Utara yang dipimpin oleh Kolonel Ventje Sumual.

 

            Dewan-dewan ini bahkan kemudian mengambil alih kekuasaan pemerintah daerah di wilayahnya masing-masing. Beberapa tokoh sipil dari pusatpun mendukung mereka bahkan bergabung ke dalamnya, seperti Syafruddin Prawiranegara, Burhanuddin Harahap dan Mohammad Natsir. KSAD Abdul Haris Nasution dan PM Juanda sebenarnya berusaha mengatasi krisis ini dengan jalan musyawarah, namun gagal.

 

            Ahmad Husein lalu mengultimatum pemerintah pusat, menuntut agar Kabinet Djuanda mengundurkan diri dan menyerahkan mandatnya kepada presiden. Tuntutan tersebut jelas ditolak pemerintah pusat. Krisis pun akhirnya memuncak ketika pada tanggal 15 Februari 1958 Achmad Hussein memproklamasikan berdirinya Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Padang, Sumatera Barat.

 

            Seluruh dewan perjuangan di Sumatera dianggap mengikuti pemerintahan ini. Sebagai perdana menteri PRRI ditunjuk Mr. Syafruddin Prawiranegara. Bagi Syafruddin, pembentukan PRRI hanyalah sebuah upaya untuk menyelamatkan negara Indonesia, dan bukan memisahkan diri. Apalagi PKI saat itu mulai memiliki pengaruh besar di pusat. Tokoh-tokoh sipil yang ikut dalam PRRI sebagian memang berasal dari partai Masyumi yang dikenal anti PKI.

 

            Berita proklamasi PRRI ternyata disambut dengan antusias pula oleh para tokoh masyarakat Manado, Sulawesi Utara. Kegagalan musyawarah dengan pemerintah, menjadikan mereka mendukung PRRI, mendeklarasikan Permesta sekaligus memutuskan hubungan dengan pemerintah pusat (Kabinet Juanda).

 

            Pemerintah pusat tanpa ragu-ragu langsung bertindak tegas. Operasi militer dilakukan untuk menindak pemberontak yang diam-diam ternyata didukung Amerika Serikat. AS berkepentingan dengan pemberontakan ini karena kekhawatiran mereka terhadap pemerintah pusat Indonesia yang bisa saja semakin dipengaruhi komunis.

 

            Untuk menumpas pemberontakan, pemerintah melancarkan operasi militer gabungan yang diberi nama Operasi Merdeka, dipimpin oleh Letnan Kolonel Rukminto Hendraningrat. Operasi ini sangat kuat karena musuh memiliki persenjataan modern buatan Amerika Serikat. Terbukti dengan ditembaknya Pesawat Angkatan Udara Revolusioner (Aurev) yang dikemudikan oleh Allan L. Pope seorang warga negara Amerika Serikat.

 


Referensi:

Abdurakhman. 2018. Sejarah Indonesia. Kemendikbud: Jakarta

blog.ruangguru.com

 

Menyaksikan Tanah Sabrang: Film Propaganda di Era Kolonial

Sebuah gedung pertunjukan film modern diresmikan di Kota Metro, sebuah daerah yang lahir dari proses kolonisasi di masa lampau. Hadirnya bio...

Populer