Jumat, 27 Agustus 2021

Perkembangan Kolonialisme Inggris di Indonesia (1811-1816)

 

Biografi Tokoh Dunia: Sir Stamford Raffles, Penulis Sejarah Jawa Halaman  all - Kompas.com

Thomas Stamford Raffles (sumber: internasional.kampus.com)

 

Tanggal 18 September 1811 adalah tanggal dimulainya kekuasaan Inggris di Hindia. Gubernur Jenderal Lord Minto secara resmi mengangkat Thomas Stamford Raffles sebagai penguasa. Pusat pemerintahan Inggris berkedudukan di Batavia. Sebagai penguasa di Hindia, Raffles mulai melakukan langkah-langkah untuk memperkuat kedudukan Inggris di tanah jajahan. Dalam rangka menjalankan pemerintahannya, Raffles berpegang pada tiga prinsip.

 1.      Pertama, segala bentuk kerja rodi dan penyerahan wajib dihapus, diganti penanaman bebas oleh rakyat.

2.      Kedua, peranan para bupati sebagai pemungut pajak dihapuskan dan para bupati dimasukkan sebagai bagian pemerintah kolonial.

3.      Ketiga, atas dasar pandangan bahwa tanah itu milik pemerintah, maka rakyat penggarap dianggap sebagai penyewa. Berangkat dari tiga prinsip itu Raffles melakukan beberapa langkah, baik yang menyangkut bidang politik pemerintahan maupun bidang sosial ekonomi.

 

a) Kebijakan dalam Bidang Pemerintahan

 Dalam menjalankan tugas di Hindia, Raffles didampingi oleh para penasihat yang terdiri atas: Gillespie, Mutinghe, dan Crassen. Secara geopolitik, Jawa dibagi menjadi 16 keresidenan. Selanjutnya untuk memperkuat kedudukan dan mempertahankan keberlangsungan kekuasaan Inggris, Raffles mengambil strategi membina hubungan baik dengan para pangeran dan penguasa yang sekiranya membenci Belanda. Strategi ini sekaligus sebagai upaya mempercepat penguasaan Pulau Jawa sebagai basis kekuatan untuk menguasai Kepulauan Nusantara. Sebagai realisasinya, Raffles berhasil menjalin hubungan dengan raja-raja di Jawa dan Palembang untuk mengusir Belanda dari Hindia. Tetapi nampaknya Raffles tidak tahu balas budi.

          Setelah berhasil mengusir Belanda dari Hindia, Raffles mulai tidak simpati terhadap  tokoh-tokoh yang membantunya. Sebagai contoh dengan apa yang terjadi pada Raja Palembang, Baharuddin. Raja Baharuddin termasuk raja yang banyak jasanya terhadap Raffles dalam mengenyahkan Belanda dari Nusantara, tetapi justru Raffles ikut mendukung usaha Najamuddin untuk menggulingkan Raja Baharuddin.

 Pada waktu Raffles berkuasa, konflik di lingkungan istana Kasultanan Yogyakarta nampaknya belum surut. Sultan Sepuh yang pernah dipecat oleh Daendels, menyatakan diri kembali sebagai Sultan Hamengkubuwana II dan Sultan Raja dikembalikan pada kedudukannya sebagai putera mahkota. Tetapi nampaknya Sultan Raja tidak puas dengan tindakan ayahandanya, Hamengkubuwana II. Melalui seorang perantara bernama Babah Jien Sing, Sultan Raja berkirim surat kepada Raffles. Surat itu isinya melaporkan bahwa di bawah pemerintahan Hamengkubuwana II, Yogyakarta menjadi kacau. Dengan membaca isi surat dari Sultan Raja itu, Raffles menyimpulkan bahwa Sultan Hamengkubuwana II seorang yang keras dan tidak mungkin diajak kerja sama bahkan bisa jadi akan menjadi duri dalam pemerintahan Raffles di tanah Jawa. Oleh karena itu, Raffles segera mengirim pasukan di bawah pimpinan Kolonel Gillespie untuk menyerang Keraton Yogyakarta dan memaksa Sultan Hamengkubuwana II turun dari tahta. Sultan Hamengkubuwana II berhasil diturunkan dan Sultan Raja dikembalikan sebagai Sultan Hamengkubuwana III. Sebagai imbalannya Hamengkubuwana III harus menandatangani kontrak bersama Inggris. Isi politik kontrak itu antara lain sebagai berikut.

 1.      Sultan Raja secara resmi ditetapkan sebagai Sultan Hamengkubuwana III, dan Pangeran Natakusuma (saudara Sultan Sepuh) ditetapkan sebagai penguasa tersendiri di wilayah bagian dari Kasultanan Yogyakarta dengan gelar Paku Alam I;

2.      Sultan Hamengkubuwana II dengan puteranya Pangeran Mangkudiningrat diasingkan ke Penang; dan

3.      Semua harta benda milik Sultan Sepuh selama menjabat sebagai sultan dirampas menjadi milik pemerintah Inggris.

 

b) Kebijakan dalam Bidang Ekonomi

 Raffles berusaha melakukan beberapa tindakan untuk memajukan perekonomian di Hindia. Tetapi program itu tujuan utamanya untuk meningkatkan keuntungan pemerintah kolonial. Beberapa kebijakan dan tindakan yang dijalankan Raffles sebagai berikut.

 

1.      Pelaksanaan sistem sewa tanah atau pajak tanah (landrent) yang kemudian meletakkan dasar bagi perkembangan sistem perekonomian uang.

2.      Penghapusan penyerahan wajib hasil bumi.

3.      Penghapusan kerja rodi dan perbudakan.

4.      Penghapusan sistem monopoli.

5.      Peletakan desa sebagai unit administrasi penjajahan.

 Kebijakan dan program landrent yang dicanangkan Raffles tersebut terkait erat dengan pandangannya mengenai status tanah sebagai faktor produksi. Menurut Raffles, pemerintah adalah satu-satunya pemilik tanah yang sah. Oleh karena itu, sudah selayaknya apabila penduduk Jawa menjadi penyewa dengan membayar pajak sewa tanah dari tanah yang diolahnya. Pajak dipungut perorangan (tetapi karena kesulitan teknis, kemudian dipungut per desa). Jumlah pungutannya disesuaikan dengan jenis dan produktivitas tanah. Hasil sawah kelas satu dibebani 50% pajak, kelas dua 40%, dan kelas tiga 33%. Sementara untuk tegalan kelas satu 40%, kelas dua 33% dan kelas tiga 25% (Parakitri Simbolon, Menjadi Indonesia, 2007).

 Beban pajak ini tentu sangat memberatkan rakyat. Pajak yang dibayarkan penduduk diharapkan berupa uang. Namun, jika terpaksa pajak dapat juga dibayar dengan barang lain, misalnya beras. Pajak yang dibayar dengan uang diserahkan kepada kepala desa untuk kemudian disetorkan ke kantor residen, sedangkan pajak yang berupa beras dikirim ke kantor residen setempat oleh yang bersangkutan atas biaya sendiri. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi ulah pimpinan setempat yang sering memotong/mengurangi penyerahan hasil panen itu.

 Kita tahu bahwa para pimpinan atau pejabat pribumi sudah dialihfungsikan menjadi pegawai pemerintah yang digaji. Pelaksanaan sistem landrent itu diharapkan dapat lebih mengembangkan sistem ekonomi uang di Hindia Belanda.

 Kemudian ditempatkannya desa sebagai unit administrasi pelaksanaan pemerintah, dimaksudkan agar desa menjadi lebih terbuka sehingga bisa berkembang. Kalau desa berkembang maka produksi juga akan meningkat, hidup rakyat bertambah baik, sehingga hasil penarikan pajak tanah juga akan bertambah besar. Raffles juga ingin memberikan kebebasan bagi para petani untuk menanam tanaman yang sekiranya lebih laku di pasar dunia, seperti kopi, tebu, dan nila. Raffles sebenarnya orang yang berpandangan maju. Ia ingin memperbaiki tanah jajahan, termasuk ingin meningkatkan kemakmuran rakyat. Namun, dalam pelaksanaannya di lapangan terdapat berbagai kendala. Budaya dan kebiasaan petani sulit diubah, pengawasan pemerintah kurang, dalam mengatur rakyat peran kepala desa dan bupati lebih kuat dari pada asisten residen yang berasal dari orang-orang Eropa. Raffles juga sulit melepaskan kultur sebagai penjajah. Kerja rodi, perbudakan dan juga monopoli masih juga dilaksanakan. Misalnya kerja rodi untuk pembuatan dan perbaikan jalan ataupun jembatan. Raffles juga melakukan monopoli garam. Secara umum dapat dikatakan Raffles kurang berhasil untuk mengendalikan tanah jajahan sesuai dengan idenya. Pemerintah Inggris tidak mendapat keuntungan yang berarti. Sementara rakyat tetap menderita.

 

Referensi:

 Sardiman AM dkk. 2017. Sejarah Indonesia Kelas XI Semester Ganjil. Kemdikbud: Jakarta

Senin, 23 Agustus 2021

Penjajahan Pemerintah Belanda Pemerintahan H.W Daendels

 

Penjajahan Prancis di Indonesia - ABHISEVA.ID


 A. Lahirnya Pemerintahan Republik Bataaf

Terjadinya Revolusi Perancis berdampak pada perubahan pemerintahan di Negeri Belanda.

Perubahan tersebut tidak terlepas dari dukungan Kaum Patriot di Belanda untuk menjadikan Belanda negara kesatuan.

Kaum Patriot terpengaruh semangat semboyan Revolusi Perancis:

1.         liberte (kemerdekaan),

2.         egalite (persamaan), dan

3.         fraternite (persaudaraan)

Di saat yang sama pasukan Perancis melakukan penyerbuan ke Belanda yang membuat raja Belanda, Willem V melarikan diri ke Inggris.

Dikuasainya Belanda oleh Perancis kemudian dibentuk pemerintahan baru bernama Republik Bataaf.

Republik Bataaf dipimpin oleh Louis Napoleon yang merupakan saudara dari Napoleon Bonaparte, pemimpin Perancis.

Sementara itu dalam pelariannya, Raja Willem V mengeluarkan surat perintah (Surat Kew) agar wilayah-wilayah  jajahan Belanda agar diserahkan kepada Inggris.

Sudah barang tentu pihak Prancis dan Republik Bataaf juga tidak ingin ketinggalan untuk segera mengambil alih seluruh daerah bekas kekuasaan VOC di Kepulauan Nusantara. Karena Republik Bataaf ini merupakan vassal dari Prancis, maka kebijakan-kebijakan Republik Bataaf untuk mengatur pemerintahan di Hindia masih juga terpengaruh oleh Prancis. Kebijakan utama Prancis waktu itu adalah memerangi Inggris. Oleh karena itu, untuk

mempertahankan Kepulauan Nusantara dari serangan Inggris diperlukan pemimpin yang kuat. Ditunjuklah seorang muda dari kaum patriot untuk memimpin Hindia, yakni Herman Williem Daendels. Ia dikenal sebagai tokoh muda yang revolusioner.

 

B. Pemerintahan Herman Willem Daendels (1808-1811)

Herman Willem Daendels sebagai Gubernur Jenderal memerintah di Nusantara pada tahun 1808-1811. Tugas utama Daendels adalah mempertahankan Jawa agar tidak dikuasai Inggris.

Dalam rangka mengemban tugas sebagai gubernur jenderal dan memenuhi pesan dari pemerintah induk (Republik Bataaf), Daendels melakukan beberapa langkah strategis, terutama menyangkut bidang pertahanan-keamanan, administrasi pemerintahan, dan sosial ekonomi.

 Bidang Pertahanan dan Keamanan

Dalam rangka melaksanakan tugas mempertahankan Jawa dari serangan Inggris, Daendels melakukan langkah-langkah:

 ·        membangun benteng-benteng pertahanan baru, seperti benteng Meester Cornelis;

·      membangun pangkalan angkatan laut di Anyer dan Ujungkulon. Namun pembangunan pangkalan di Ujungkulon boleh dikatakan tidak berhasil;

·      meningkatkan jumlah tentara, dengan mengambil orang-orang pribumi karena pada waktu pergi ke Nusantara, Daendels tidak membawa pasukan. Oleh karena itu, Daendels segera menambah jumlah pasukan yang diambil dari orang-orang pribumi, yakni dari 4.000 orang menjadi 18.000 orang (baca Ricklefs, 2005); dan

·      membangun jalan raya dari Anyer (Jawa Barat, sekarang Provinsi Banten) sampai Panarukan (ujung timur Pulau Jawa, Provinsi Jawa Timur) sepanjang kurang lebih 1.100 km. Jalan ini dinamakan Jalan De Groote Postweg yang oleh masyarakat sering disebut dengan jalan Daendels.

 Bidang Politik dan Pemerintahan

Daendels juga melakukan berbagai perubahan di bidang pemerintahan. Ia banyak melakukan campur tangan dan perubahan dalam tata cara dan adat istiadat di kerajaan-kerajaan di Jawa.

Untuk memperkuat kedudukannya di Jawa, Daendels berhasil mempengaruhi Mangkunegara II untuk membentuk pasukan “Legiun Mangkunegara” dengan kekuatan 1.150 orang prajurit.

·     Daendels juga melakukan beberapa tindakan yang dapat memperkuat kedudukannya di Nusantara. Beberapa tindakan yang dimaksud adalah sebagai berikut.

·         membatasi secara ketat kekuasaan raja-raja di Nusantara;

·       Daendels memerintah secara sentralistik yang kuat dengan membagi Pulau Jawa menjadi 23 wilayah besar (hoofdafdeeling) yang kemudian dikenal dengan keresidenan (residentie). Tiap karesidenan dapat dibagi menjadi beberapa kabupaten (regentschap).

·       berdasarkan Dekrit 18 Agustus 1808, Daendels juga telah merombak Provinsi Jawa Pantai Timur Laut menjadi 5 prefektur. (wilayah yang memiliki otoritas) dan 38 kabupaten. Terkait dengan ini maka Kerajaan Banten dan Cirebon dihapuskan dan daerahnya dinyatakan sebagai wilayah pemerintahan kolonial;

·      kedudukan bupati sebagai penguasa tradisional diubah menjadi pegawai pemerintah (kolonial) yang digaji. Sekalipun demikian para bupati masih memiliki hak-hak feodal tertentu.

Bidang Peradilan

Untuk memperlancar jalannya pemerintahan dan mengatur ketertiban dalam kehidupan bermasyarakat, Daendels juga melakukan perbaikan di bidang peradilan. Daendels berusaha memberantas berbagai penyelewengan dengan mengeluarkan berbagai peraturan.

·       Daendels membentuk tiga jenis peradilan: (1) peradilan untuk orang Eropa, (2) peradilan untuk orang-orang Timur Asing, dan (3) peradilan untuk orang-orang pribumi. Peradilan untuk kaum pribumi dibentuk di setiap prefektur, misalnya di Batavia, Surabaya, dan Semarang; dan

·    peraturan untuk pemberantasan korupsi tanpa pandang bulu. Pemberantasan korupsi diberlakukan terhadap siapa saja termasuk orang-orang Eropa, dan Timur Asing.

Bidang Sosial Ekonomi

·      Daendels memaksakan berbagai perjanjian dengan penguasa Surakarta dan Yogyakarta yang intinya melakukan penggabungan banyak daerah ke dalam wilayah pemerintahan kolonial, misalnya daerah Cirebon;

·     meningkatkan usaha pemasukan uang dengan cara pemungutan pajak dan penjualan tanah kepada swasta;

·         meningkatkan penanaman tanaman yang hasilnya laku di pasaran dunia;

·         rakyat diharuskan melaksanakan penyerahan wajib hasil pertaniannya;

·         melakukan penjualan tanah-tanah kepada pihak swasta;

Menyaksikan Tanah Sabrang: Film Propaganda di Era Kolonial

Sebuah gedung pertunjukan film modern diresmikan di Kota Metro, sebuah daerah yang lahir dari proses kolonisasi di masa lampau. Hadirnya bio...

Populer