Oleh: Adi Setiawan
Proklamasi Kemerdekaan RI (minews.id)
A.
Upaya-Upaya Mempersiapkan Kemerdekaan Indonesia
Sebenarnya kalau kita lihat secara urutan waktunya,
perjuangan melawan Belanda sekitar tahun 1942 hampir dapat diselesaikan yaitu
dengan menyerahnya Belanda terhadap Jepang pada 9 Maret 1942 tanpa syarat.
Sehingga secara langsung kebijakan politik di Indonesia dikendalikan oleh
Jepang atau bangsa Indonesia beralih jajahan dari Belanda menjadi oleh Jepang,
dalam waktu 1942–1945. Namun, sekitar tahun 1944 terjadi perang Pasifik antara
Jepang dengan sekutu. Bahkan salah satu pulaunya yaitu Pulau Saipan telah diduduki
oleh Amerika, Jepang pun mengalami kekalahan dalam perang tersebut. Akibatnya,
sekitar 9 September 1944 Perdana Menteri Kaiso memberikan janji tentang
kemerdekaan Indonesia, dengan maksud untuk menarik simpati bangsa Indonesia.
Maka bendera Indonesia pun mulai banyak dikibarkan tetapi harus berdampingan
dengan bendera Jepang.
Pada 1 Maret 1945, Jenderal Kamakici Herada mengumumkan
dibentuknya badan khusus untuk mem persiapkan kemerdeka an Indonesia dan
terlahirlah organi sasi yang bernama Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI atau Dokuritsu Junbi Cosakai),
dengan tujuan untuk mempersiapkan hal-hal penting mengenai masalah tata
pemerintahan negara Indonesia setelah merdeka. Adapun anggota yang terlibat
dalam BPUPKI ini terdiri atas 60 orang Indonesia yang memiliki hak suara, serta
7 orang bangsa Jepang tetapi tidak memiliki hak suara, dengan ketuanya yang
ditunjuk adalah Radjiman Widyodiningrat.
BPUPKI ini diresmikan pada 29 Mei 1945 oleh seluruh
anggota dan dua orang tokoh dari Jepang yang bukan anggota. Setelah diresmikan,
badan ini langsung mengadakan sidang sejak 29 Mei–1 Juni 1945 dengan maksud
membicarakan filsafat negara yang akan dijadikan landasan. Tokoh-tokoh yang
mengusulkan dasar negara itu adalah Muhamad Yamin, Supomo, dan Soekarno.
Pada sidang 29 Mei 1945, Muhamad Yamin mengajukan rancangan
untuk dasar negara, yaitu peri kebangsaan, peri kemanusiaan, peri ketuhanan,
peri kerakyatan dan kesejahteraan rakyat. Sementara, pada 31 Mei 1945 kembali
diadakan sidang, dan ada usulan dari Supomo mengenai racangan dasar negara yang
terdiri atas persatuan, kekeluargaan, mufakat dan demokrasi, musyawarah dan
keadilan sosial. Pada sidang berikutnya pada 1 Juni 1945 giliran Ir. Soekarno
yang mengajukan lima rancangan
dasar negara, dan memberi nama Pancasila yang berisi kebangsaan
Indonesia, internasionalisme dan perikemanusiaan, mufakat atau demokrasi,
kesejahteraan sosial, dan ketuhanan yang maha esa.
Kemudian persidangan itu ditunda dan akan dimulai
kembali rencananya pada Juli 1945. Tetapi pada 22 Juni 1945 sembilan orang
anggota yaitu Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Muhamad Yamin, Ahmad Subardjo, A.
A. Maramis, Abdulkahar Muzakar, K.H. Wachid Hasyim, K.H. Agus Salim dan
Abikusno Tjokrosujoso membentuk panitia kecil yang menghasilkan dokumen yang
berisi asa dan tujuan negara Indonesia Merdeka. Dokumen tersebut kemudian di
kenal dengan nama Piagam Djakarta, yang isinya adalah sebagai berikut.
1.
Ketuhanan dengan berkewajiban menjalankan syariat-syariat Islam bagi para
pemeluknya.
2.
Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3.
Persatuan Indonesia.
4.
Kerakyatan yang dipimpih oleh hikmat kebijaksanaan dalam per musyawaratan atau
perwakilan.
5.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Piagam Djakarta tersebut kemudian dijadikan se
bagai Mukadimah Undang-Undang Dasar 1945. Dalam merumuskan Piagam
Djakarta yang akan dijadikan sebagai dasar negara terdapat perubahan pada
bagian pertama, yaitu “Ketuhanan dengan berkewajiban men jalankan
syariat-syariat Islam bagi para pemeluknya” menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”,
hal ini dilakukan karena mempertimbangkan penduduk Indonesia yang saat itu pun
sudah menunjukkan keragaman dari segi agamanya. Adapun isi Piagam Djakarta
selengkapnya adalah seperti yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945.
Seperti yang telah direncanakan,
persidangan BPUPKI digelar kembali pada 10–16 Juli 1945. Di dalam per sidangan
kali ini yang dibicarakan ialah rencana pem buatan Undang-Undang Dasar dan
rencana lainnya yang berkaitan dengan persiapan kemerdekaan Indonesia. Pada 11
Juli 1945 diadakan salah satu rapat, dan dibentuklah panitia perancang
Undang-Undang Dasar yang terdiri atas 20 orang anggota BPUPKI. Kedua puluh
orang tersebut yaitu:
1. Ir. Soekarno 11.
Mr. Susanto Tirtoprojo
2. R. Otto Iskandardinata 12.
Mr. Sartono
3. B.P.H. Purbaya 13.
K.P.R.T. Wongso Negoro
4. K.H. Agus Salim 14.
K.R.T.H. Wuryaningrat
5. Mr. Akhmad Sobardjo 15.
Mr. R.P. Singgih
6. Mr. Soepomo 16.
Tan Eng Hoa
7. Mr. Maria Ulfah Santoso 17.
dr. P.A. Husein Djajadiningrat
8. K.H. Wahid Hasjim 18.
dr. Sukirman Wirjosandjojo
9. Parada Harahap 19.
A.A. Maramis
10. Mr. J. Latuharhary 20.
Miyano
Selama sidang kedua BPUPKI ini,
mereka berhasil membuat Rancangan Undang-Undang Dasar untuk Indonesia merdeka.
Posisi Jepang dalam Perang Pasifik semakin terpojok, dan siap mengalami
kekalahan. Pada saat itu Jepang mem berikan izin kepada Indonesia untuk
membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) sebagai pengganti
BPUPKI, pada 7 Agustus 1945, dan pada 9 Agustus tiga orang tokoh bangsa Indonesai
dipanggil oleh Panglima Mandala Asia Tenggara Marsekal Terauci ke Saigon
sekarang namanya menjadi Ho Chi Min City (Vietnam) untuk menerima informasi tentang kemerdekaan
Indonesia. Untuk pelaksanaannya dibentuklah PPKI, serta sebagai wilayah
kekuasaan Indonesia ialah semua wilayah bekas Jajahan Belanda. Adapun ketiga
tokoh yang dipanggil tersebut ialah Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta dan
dr. Radjiman Widyodiningrat.
Jumlah anggota PPKI itu lebih kecil
dibandingkan dengan anggota BPUPKI yaitu hanya 21 orang dengan Ir. Soekarno
sebagai ketuanya, serta Drs. Moh. Hatta sebagai wakilnya. Tetapi tanpa seizin
Jepang keanggotaan PPKI ditambah 6 orang menjadi 27 orang. PPKI ini tidak pernah diresmikan
dan pengurusnya tidak dilantik sampai saat Jepang menyerah pada tentara sekutu
pada 14 Agustus 1945, tetapi kegiatannya telah mampu untuk menjalankan
fungsinya sampai badan ini pun sempat merumuskan Proklamasi. Sesuai dengan
rencana PPKI akan bersidang pada 18 Agustus 1945.
B.
Peristiwa Menjelang Proklamasi 17 Agustus 1945
1. Jepang
Menyerah Kepada Sekutu
Pada 6 dan 9 Agustus 1945, pasukan udara Sekutu
menjatuhkan bom masing-masing di kota Hiroshima dan Nagasaki. Hal
ini mendorong Jepang untuk segera mengambil keputusan penting. Akibat pengeboman Kota Hiroshima dan Nagasaki
oleh Amerika mengakibatkan Jepang kehilangan kekuatan, sehingga Jepang menyerah
tanpa syarat kepada Sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945. Pada pertemuan di
Saigon (Vietnam) tanggal 11 Agustus 1945 pukul 11.40 waktu setempat kepada para
pemimpin bangsa Indonesia (Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan Dr. Radjiman
Wediodiningrat), Jenderal Besar Terauchi menyampaikan hal-hal berikut.
1)
Pemerintah Jepang memutuskan memberikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia.
2)
Untuk melaksanakan kemerdekaan dibentuk PPKI sebagai pengganti BPUPKI.
3) Pelaksanaan kemerdekaan segera dilakukan setelah persiapan selesai dilakukan
dan secara berangsur-angsur dari Pulau Jawa, baru disusul oleh pulau lainnya.
4)
Wilayah Indonesia akan meliputi seluruh bekas wilayah Hindia Belanda.
5)
Pada tanggal 7 Agustus 1945 diumumkan pembentukan Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) atau Docuritsu Junbi Inkai. PPKI diketuai Ir. Soekarno
dan wakil ketuanya Drs. Moh. Hatta.
2.
Peristiwa Rengasdengklok
Penyerahan Jepang kepada Sekutu menyebabkan reaksi
yang berbeda di antara para tokoh pergerakan kemerdekaan bangsa Indonesia. Para
anggota PPKI, seperti Soekarno dan Hatta tetap menginginkan proklamasi
dilakukan sesuai mekanisme PPKI. Alasannya kekuasaan Jepang di Indonesia belum
diambil alih. Tetapi, golongan muda, seperti Tan Malaka dan Sukarni
menginginkan proklamasi kemerdekaan dilaksanakan sesegera mungkin. Para pemuda
mendesak agar Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan secepatnya.
Alasan mereka adalah Indonesia dalam keadaan vakum atau kekosongan kekuasaan.
Pertentangan pendapat antara golongan tua dan golongan muda inilah yang
melatarbelakangi terjadinya peristiwa Rengasdengklok. Bagaimana jalannya
peristiwa Rengasdengklok? Di mana lokasi peristiwa Rengasdengklok? Mari kita
simak uraian di bawah ini!
a. Golongan
Tua
Mereka yang dicap sebagai golongan tua adalah para
anggota PPKI yang diwakili oleh Soekarno dan Hatta. Mereka adalah kelompok
konservatif yang menghendaki pelaksanaan proklamasi harus melalui PPKI sesuai
dengan prosedur maklumat Jepang pada 24 Agustus 1945. Alasan mereka adalah
meskipun Jepang telah kalah, kekuatan militernya di Indonesia harus
diperhitungkan demi menjaga hal-hal yang tidak diinginkan. Kembalinya Tentara
Belanda ke Indonesia dianggap lebih berbahaya daripada sekadar masalah waktu
pelaksanaan proklamasi itu sendiri.
b. Golongan
Muda
Menanggapi sikap konservatif golongan tua, golongan
muda yang diwakili oleh para anggota PETA dan mahasiswa merasa kecewa. Mereka
tidak setuju terhadap sikap golongan tua dan menganggap bahwa PPKI adalah
bentukan Jepang. Oleh karena itu, mereka menolak jika proklamasi dilaksanakan
melalui PPKI. Sebaliknya, mereka menghendaki terlaksananya proklamasi kemerdekaan
dengan kekuatan sendiri, terbebas dari pengaruh Jepang. Sutan Syahrir termasuk
tokoh pertama yang mendesak Soekarno dan Hatta untuk segera memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia.
Sikap golongan muda secara resmi diputuskan dalam
rapat yang diselenggarakan di Pegangsaan Timur Jakarta pada 15 Agustus 1945.
Hadir dalam rapat ini Chairul Saleh, Djohar Nur, Kusnandar, Subadio, Subianto,
Margono, Armansyah, dan Wikana. Rapat yang dipimpin Chairul Saleh ini
memutuskan bahwa kemerdekaan Indonesia adalah hak dan masalah rakyat Indonesia
sendiri, bukan menggantungkan kepada pihak lain. Keputusan rapat kemudian
disampaikan oleh Darwis dan Wikana pada Soekarno dan Hatta di Pegangsaan Timur
No.56 Jakarta. Mereka mendesak agar Proklamasi Kemerdekaan segera dikumandangkan
pada 16 Agustus 1945. Jika tidak diumumkan pada tanggal tersebut, golongan
pemuda menyatakan bahwa akan terjadi pertumpahan darah. Namun, Soekarno tetap
bersikap keras pada pendiriannya bahwa proklamasi harus dilaksanakan melalui
PPKI. Oleh karena itu, PPKI harus segera menyelenggarakan rapat. Prokontra yang
mencapai titik puncak inilah yang telah mengantarkan terjadinya peristiwa
Rengasdengklok.
c. Membawa Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok
Di tengah suasana pro dan kontra,
golongan pemuda memutuskan untuk membawa Soekarno dan Hatta ke luar Jakarta.
Pilihan ini diambil berdasarkan kesepakatan rapat terakhir golongan pemuda pada
16 Agustus 1945 di Asrama Baperpi, Cikini, Jakarta. Tujuannya untuk menjauhkan
Soekarno Hatta dari pengaruh Jepang. Untuk melaksanakan pengamanan Soekarno dan
Hatta, golongan pemuda memilih Shodanco Singgih, guna menghindari kecurigaan
dan tindakan militer Jepang. Untuk memuluskan jalan, proses ini dibantu berupa
perlengkapan Tentara PETA dari Cudanco Latief Hendraningrat. Soekarno dan Hatta
kemudian dibawa ke Rengasdengklok. Ketika anggota PETA Daidan Purwakarta dan
Daidan Jakarta mengadakan latihan bersama, terjalin hubungan yang baik di
antara mereka.
Di Jakarta, dialog antara golongan muda yang
diwakili oleh Wikana dan golongan tua Ahmad Subardjo mencapai kata sepakat.
Proklamasi Kemerdekaan harus dilaksanakan di Jakarta dan diumumkan pada 17
Agustus 1945. Golongan pemuda kemudian mengutus Yusuf Kunto untuk mengantar
Ahmad Subardjo ke Rengasdengklok dalam rangka menjemput Soekarno dan Hatta.
Ahmad Subardjo memberi jaminan pada golongan pemuda bahwa Proklamasi
Kemerdekaan akan diumumkan pada 17 Agustus 1945 selambat-lambatnya pukul 12.00.
Dengan jaminan itu, Cudanco Subeno (Komandan Kompi PETA Rengasdengklok)
bersedia melepaskan Soekarno dan Hatta untuk kembali ke Jakarta dalam rangka
mempersiapkan kelengkapan untuk melaksanakan
Proklamasi Kemerdekaan.
3.
Perumusan Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Peristiwa Rengasdengklok telah mengubah jalan
pikiran Soekarno Hatta. Mereka telah menyetujui bahwa Proklamasi Kemerdekaan
harus segera dikumandangkan. Soekarno dan Hatta tiba di Jakarta pada pukul
23.00. Setelah singgah di rumah masing-masing, mereka langsung menuju rumah
kediaman Laksamada Maeda. Hal ini dilakukan karena pertemuan Soekarno dengan
Mayjen Nishimura dalam rangka membahas Proklamasi Kemerdekaan yang akan
dilaksanakan pada 17 Agustus 1945 tidak membuahkan hasil. Soekarno baru sadar bahwa
berbicara dengan penjajah tidak ada gunanya. Nishimura melarang Soekarno dan
Hatta untuk melaksanakan rapat PPKI dalam rangka melaksanakan Proklamasi
Kemerdekaan.
Pertemuan di rumah Laksamana Maeda dianggap tempat yang aman dari
ancaman tindakan militer Jepang karena Maeda adalah Kepala
Kantor Penghubung Angkatan Laut di daerah kekuasaan Angkatan Darat. Di kediaman
Maeda itulah rumusan teks proklamasi disusun. Hadir dalam pertemuan itu
Sukarni, Mbah Diro, dan B.M.Diah dari golongan pemuda yang menyaksikan
perumusan teks proklamasi. Semula golongan pemuda menyodorkan teks proklamasi
yang keras nadanya dan karena itu rapat tidak menyetujui. Berdasarkan
pembicaraan antara Soekarno, Hatta, dan Ahmad Soebardjo, diperoleh rumusan teks
proklamasi yang ditulis tangan oleh Soekarno yang berbunyi:
Proklamasi
Kami
bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal-hal
yang mengenai pemindahan kekuasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara seksama
dan dalam tempo yang sesingkatsingkatnya.
Djakarta,
17-8-‘05
Wakil-wakil bangsa Indonesia
Teks Proklamasi Tulisan Soekarno (twitter.com)
Setelah teks proklamasi selesai
disusun, muncul permasalahan tentang siapa yang harus menandatangani
teks
tersebut. Hatta mengusulkan agar teks proklamasi itu ditandatangani oleh
seluruh yang hadir sebagai wakil bangsa Indonesia. Namun, dari golongan
muda
Sukarni mengajukan usul bahwa teks proklamasi tidak perlu ditandatangani
oleh semua yang hadir, tetapi cukup oleh Soekarno dan
Hatta atas nama bangsa Indonesia. Soekarno yang nantinya membacakan teks
proklamasi tersebut. Usul tersebut didasari bahwa Soekarno dan Hatta
merupakan
dwitunggal yang pengaruhnya cukup besar di mata rakyat Indonesia. Usul
Sukarni
kemudian diterima dan Soekarno meminta kepada Sayuti Melik untuk
mengetik
naskah proklamasi tersebut, disertai perubahan-perubahan yang disetujui
bersama. Terdapat tiga perubahan pada naskah tersebut dari yang semula
berupa tulisan tangan Soekarno, dengan naskah yang telah diketik oleh
Sayuti Melik. Perubahan-perubahan itu adalah sebagai berikut.
a. Kata “tempoh” diubah menjadi “tempo”.
b. Konsep “wakil-wakil bangsa Indonesia” diubah menjadi “atas nama
bangsa Indonesia”.
c. Tulisan “Djakarta 17-08-‘05”, diubah menjadi “Djakarta, hari 17
boelan 8 Tahoen ‘05”.
d. Setelah selesai diketik, naskah teks proklamasi tersebut
ditandatangani oleh Soekarno-Hatta, dengan bunyi berikut ini.
Proklamasi
Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan d.l.l., diselenggarakan
dengan tjara seksama dan dalam tempo yang sesingkatsingkatnya.
Djakarta, hari 17 boelan 8 Tahoen ‘05
Atas nama bangsa Indonesia
Soekarno–Hatta