Penulis: Adi Setiawan
Perahu memainkan peran penting dalam pergerakan manusia di Kepulauan Indonesia masa lalu.
Indonesia sebagai
kepulauan terbesar di dunia senantiasa memainkan peran yang aktual sebagai
tempat pembauran migrasi manusia menuju wilayah-wilayah yang mengarah ke
Oseania, seperti Papua Nugini, Australia, dan lebih jauh ke timur, pulau-pulau
di Lautan Pasifik. Fenomena ini telah diamati dengan mengambil zaman prasejarah
sebagai titik tolak dan menjadikan Indonesia sebagai tempat menetap terakhir,
persilangan, dan hulu dari berbagai aliran genetis dan budaya (Hubert Forestier
2007:25).
Perpindahan manusia di
kepulauan Indonesia, khususnya dari sebelah utara memang telah terjadi sejak
masa pra-aksara. Dan hal ini kemudian berlanjut hingga masa saat ini.
Perpindahan tersebut, telah menjadikan Indonesia sebagai wilayah dengan
keaneragaman yang tinggi.
Perpindahan manusia
pada masa pra-aksara ke Indonesia, para ahli mempunyai banyak penjelasan,
adapun alasan mengapa mereka melakukan migrasi ke Indonesia di antara adalah
keinginan manusia masa pra-aksara untuk mencari lingkungan baru yang
menyediakan kebutuhan hidupnya, yang mungkin sudah tidak dapat dipenuhi
ditempat asalnya. Selain itu perpindahan mereka erat kaitanya dengan kompetisi
antar manusia, mereka yang tidak bisa memenangkan persaingan kemudian memilih
bermigrasi dari tempat asalnya.
Indonesia sebagai
wilayah lautan yang ditaburi gugusan pulau, yang terpisah dengan daratan benua
Asia di sebelah utara tidak dapat dijangkau bila tanpa sarana angkut perairan.
Migrasi yang dilakukan pada masa pra-aksara tentunya tidak akan dapat
dilepaskan dari alat angkut berupa perahu. Walaupun fungsi awalnya, mungkin
hanya terbatas pada bisa dipakai bergerak di atas air. Penggunaannya terutama
untuk berburu dan memancing (Andi Nur Aminah 2011:24).
Namun besar kemungkinan
jika perahu kemudian memiliki peran sentral dalam proses migrasi nenek
moyang.Peranan penting perahu pada proses migrasi nenek moyang, dapat terlihat
terutama dalam mengarungi lautan menuju kepulauan Indonesia.
Hubungan manusia
Indonesia dengan perahu jika dilihat dari sisi sejarah telah berlangsung selama
ribuan tahun. Hal ini dapat diperjelas dengan adanya data arkeologis yang
menggambarkan tentang kegiatan manusia dengan perahu. Awalnya perahu yang
ditemukan dan tergambar di gua-gua adalah jenis perahu jukung atau
sekarang dengan istilah sampan (Mundardjito dkk 2009:38).
Di gua-gua hunian di
Pulau Muna, Sulawesi Tenggara terdapat lukisan mengenai aktivitas beberapa
manusia yang sedang mendayung perahu. Bahkan dalam lukisan tersebut ada
beberapa perahu yang tampak digambar menggunakan layar (Endjat Djaenuderadjat
2013:31).
Lukisan perahu dengan
aktivitas manusia di dalamnya tersebut dianggap memiliki pola yang spektakuler.
Hal tersebut diperkuat dengan adanya layar berbentuk persegi panjang dan pola
garis vertikal. Melihat bentuknya, diduga perahu tersebut berfungsi sebagai
perahu niaga atau untuk mencari ikan (Marwati Djoned dan Nugroho Notosusanto
2008:192). Lukisan perahu di dinding gua
juga ditemukan di Pulau Kei Kecil dan
Teluk Seleman (Pulau Seram Utara). Bersamaan dengan lukisan perahu, pada
umumnya di dinding gua-gua tersebut juga dijumpai beberapa lukisan lain seperti
lukisan hewan buruan dan cap tangan.
Dari data arkeologis
pula menerangkan bahwa penggunaan perahu telah berlangsung sejak masa
neolitikum (masa batu muda). Temuan di beberapa tempat onggokan-onggokan sampah
kulit kerang atau kyokkenmodinger di pantai timur Sumatera Utara/Aceh
menunjukan adanya pemanfaatan hasil laut untuk menambah mata pencaharian bagi
manusia, dan menurut analisa pemanfaatan hasil laut menunjukan adanya penggunaan
adanya alat transportasi dengan perahu (Endjat Djaenuderadjat 2013:31).
Kehidupan manusia masa
pra-aksara jika dilihat dari data arkeologi sepertinya mereka telah akrab
dengan alat transportasi ini. Keperluan mereka dalam mencari makanan dan mobilitas
tentu akan lebih mudah jika mereka menggunakan perahu, terlebih pada masa itu
keadaan memang lebih mendukung jika mobilitas dilakukan di perairan dengan
menggunakan perahu dibanding harus melalui hutan yang cukup menyulitkan. Jika
kita bandingkan mungkin keadaan manusia masa itu sama dengan keadaan masyarakat
di pedalaman pulau Kalimantan yang dalam kesehariannya sangat akrab dengan
perahu dibanding moda transportasi darat.
Bambang Budi Utomo menjelaskan pada masa pra-aksara
bentuk perahu masih sangat sederhana. Cara mereka membuat perahu adalah dengan
memotong sebatang pohon lalu bagian tengahnya dikeruk dengan menggunakan alat
sederhana, seperti beliung dari batu. Nampaknya mudah, tapi dalam kenyataannya
cukup sulit. Dinding perahu harus dapat diperkirakan tebalnya. Tidak boleh terlalu
tebal atau terlampau tipis. Jangan sampai badan perahu mudah pecah atau bocor
apabila terantuk karang atau kandas di pantai yang keras. Apabila badannya
sudah selesai, barulah diberi cadik di sisi kiri dan kanan badan perahu.
Perahu bercadik adalah
perahu yang di bagian sampingnya memakai sayap dari kayu atau bambu sehingga
tidak mudah terbalik. Perahu bercadik inilah yang menurut ahli sejarah
dijadikan sebagai sarana migrasi nenek moyang dari daerah asalnya, Yunan di
Cina Selatan ke wilayah Indonesia, mereka menggunakan perahu bercadik
mengarungi lautan yang luas (M. Junaedi Al Anshori 2010:15).
Bangsa Proto Melayu
(Melayu Tua) dan Deutro Melayu (Melayu Muda) adalah contoh bangsa yang
menggunakan perahu bercadik saat perpindahannya ke kepulauan Indonesia.
Gelombang kedatangan nenek moyang bangsa Indonesia ke kepulauan nusantara itu
secara bergelombang. Gelombang pertama diperkirakan datang sekitar 2000-1500
SM, sedangkan gelombang kedua sekitar 1500-500 SM (Herimanto 2012:76).
Perpindahan
gelombang pertama yang dilakukan bangsa Melayu Tua menggunakan jenis perahu
beradik satu sedangkan gelombang kedua yang dilakukan bangsa Melayu Muda telah
menggunakan jenis perahu bercadik dua (ganda). Keberadaan perahu bercadik jika
dilihat dari arus migrasi bangsa Proto Melayu maupun Deutro Melayu tentu telah
berlangsung berabad-abad sebelum tarik Masehi. Hal ini tentu sangat mengindikasikan bahwa kegiatan
pelayaran di kepulauan Indonesia telah ada sejak ribuan tahun pula.
Referensi:
Al Anshori, M. Junaedi. 2010. Sejarah Nasional Indonesia: Masa Prasejarah Sampai Masa Proklamasi Kemerdekaan. Jakarta: Mitra Aksara Panaitan
Djaenuderadjat, Endjat. 2013. Atlas Pelabuhan-Pelabuhan Bersejarah Di Indonesia. Jakarta: Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kemdikbud
Forestier, Hubert. 2007. Ribuan Gunung, Ribuan Alat Batu Prasejarah Song Keplek, Gunung Sewu, Jawa Timur. Terj. Gustaf Sirait dkk. Jakarta : KPG
Herimanto. 2012. Sejarah Indonesia Masa Praaksara. Yogyakarta: Ombak
Poesponegoro,
Marwati Djoened, dan Nugroho Notosusanto
(Ed). 2008. Sejarah Nasional Indonesia I: Zaman Prasejarah Indonesia.Edisi
Revisi. Jakarta: Balai
Pustaka