Kamis, 12 April 2018

Kesatria Dari Teluk Semangka

 KESATRIA DARI TELUK SEMANGKA
Kisah Perjuangan Batin Mangunang 
Oleh : Adi Setiawan
Guru Sejarah SMAN 1 Sekampung Lampung Timur 
email: adiabuuwais@gmail.com


Kisah perlawanan rakyat Lampung terhadap imperealisme Belanda sejauh ini yang dikenal masyarakat luas hanya perlawanan yang dipimpin oleh Raden Intan II. Masyarakat mungkin belum begitu mengenal dua tokoh patriotik pembela bangsanya, yakni pejuang Batin Mangunang dan Dalom Mangkunegara. Sisi lain perjuangan rakyat Lampung dalam menentang kolonialisme terlihat jelas dari kepemimpinan dua tokoh tersebut.

Jika perjuangan Raden Intan II lebih terfokus di sekitar Gunung Rajabasa. Maka Batin Mangunang dan Dalom Mangkunegara berhadapan dengan Belanda di medan pertempuran sekitar Teluk Semangka. Perlawanan yang dilakukan oleh Batin Mangunang terjadi pada tahun 1828, bersama pasukannya berangkat dari Teluk Semangka melalui perbukitan menuju Teluk Lampung (Depdikbud 1994:55). Adapun penyebab perlawanan yang dilakukan oleh Batin Mangunang bersama pasukannya adalah adanya sikap dari Letnan Belanda bernama Gertetner yang kurang berkenan bagi kepala kampung. 

Pada tanggal 6 Januari 1828 Letnan Gertetner mengirim pasukan ke Muton terdiri atas lebih kurang 30 orang guna memberi perlawanan terhadap Batin Mangunang. Pertempuran antar kedua belah pihak kemudian meletus.  Pasukan Batin Mangunang menyambut pasukan Belanda dengan tembakan. Dalam pertempuran tersebut, pasukan Belanda mengalami kesulitan menghadapi Batin Mangunang. Belanda kemudian mengangkat Francis guna membereskan perlawanan di Teluk Semangka. 

Usaha yang dilakukan Francis sedikit berhasil dengan membujuk Paksi Binawang, salah satu tokoh Lampung saat itu. Namun Francis masih menemui kesulitan untuk menaklukan Batin Mangunang. Kegagalan menangkap Batin Mangunang memaksa Belanda untuk menarik pasukannya ke Teluk Betung (Depdikbud 1994:57).

Setelah melakukan konsolidasi, di bulan Agustus 1831 Belanda kemudian mengirimkan pasukan kembali yang dipimpin Kapten Hoffman dan Letnan dua Kobold. Dengan tipu muslihat, Kapten Hoffman hendak menangkap kepala paksi. Namun Batin Mangunang, sebagi target utama mereka berhasil meloloskan diri. 

Belanda terus mengejar Batin Mangunang, sekitar bulan Sepetember 1832 pertahanan Batin Mangunang di Teratas Tombay, sebelah tenggara Gunung Tanggamus diserbu Belanda. Pasukan Batin Mangunang  terus memberikan perlawanan, keadaan medan pertempuran berupa hutan lebat sangat menguntungkan pasukan Batin Mangunang. Pada serangan ini Belanda kembali menemui kegagalan.

Belanda yang masih "penasaran" kembali mengirimkan pasukan yang dipimpin Letnan Kobold.  Dengan meriam dan senjata lengkap pertahanan Batin Mangunang  di Teratas Tombay digempur habis-habisan. Dalam serangan ini Belanda yang di atas angin berhasil mendesak pasukan Batin Mangunang. Belanda berhasil mengambil alih oleh pasukan Belanda, tetapi Batin Mangunang tidak berhasil ditangkap. Ia melarikan diri dan meninggal dalam tahun 1833 (Depdikbud 1997:91) 

Sumber : Depdikbud. 1994. Sejarah Revolusi Fisik di Provinsi Lampung
                Depdikbud. 1997. Sejarah Daerah Lampung. Jakarta: Depdikbud

Oleh : Adi Setiawan
Kamis, 12 April 2018

Rabu, 11 April 2018

Blitzkrieg Jepang di Asia Tenggara


 Blitzkrieg Jepang di Asia Tenggara

Oleh : Adi Setiawan
Guru Sejarah SMAN 1 Sekampung Lampung Timur
email : adiabuuwais@gmail.com

Transisi tahun 1941 ke 1942 merupakan masa suram bagi kekuatan Sekutu di kawasan Asia Pasifik. Mereka harus menderita pukulan berat di mana-mana. Kekalahan demi kekalahan dialami di berbagai medan, padahal kekuatan Sekutu seperti Amerika Serikat dan Inggris, dibantu oleh Australia dan Belanda hanya menghadapi satu musuh, yakni Jepang. Keadaan dan jalannya peperangan sungguh tidak memberikan harapan cerah di kawasan tersebut.

Keberhasilan Jepang dalam menggempur armada Amerika Serikat di Pearl Harbour, membuat Jepang mulai membidik penyerangan di wilayah Asia Tenggara. Kawasan Asia Tenggara merupakan wilayah yang diincar Jepang sejak masa-masa sebelum pecahnya Perang Asia Pasifik. Harapan Jepang untuk dapat mandiri dalam bidang ekonomi, adalah kemampuan untuk menguasai wilayah Selatan Asia, yang dinamakan  Soulthern Resoure Area

Dengan menguasai wilayah yang strategis ini, Jepang tidak akan terikat lagi untuk mendapatkan sumber-sumber alami seperti karet, bijih besi, alumunium, dan cadangan minyak yang sangat dibutuhkan. Malaya dan Singapura adalah dua objek bidikan Jepang selanjutnya. Persiapan yang matang sengaja disusun Jepang. untuk menguasai dua wilayah tersebut, Jepang akan bertempur secara habis-habisan melawan armada Inggris.

Pukul 02.15 tengah malam, 8 Desember 1941, tiga kapal angkut Jepang, Awagisan Maru, Ayatosan Maru, dan Sakura Maru, tampak di Pantai Badang dan Sabak, 13 km sebelah barat daya Kota Bahru. Dalam penyerangan tersebut Jepang mengerahkan Resimen Infanteri 56, Divisi ke-18, Tentara ke-25 pimpinan Mayor Jenderal Horoshi Takumi. Pertempuran yang kemudian terjadi, berhasil dimenangkan Jepang. Kota Bahru berhasil direbut tanggal 9 Desember 1941.

Pada tanggal 10 Desember, sekali lagi terjadi bencana terhadap angkatan laut Sekutu. Setelah mendengar berita akan suatu konvoi Jepang yang melakukan pendaratan awal di Semenanjung Kra di Pantai Utara Malaya, Laksamana Sir Tom Phillips segera meninggalkan Singapura pada tanggal 8 Desember bersama battleship HMS Prince of Wales dan battlecruiser HMS Repulse dengan tujuan menghancurkan sebanyak mungkin pasukan dalam konvoi tersebut. Akan tetapi dua hari kemudian di sebelah timur Malaya, pesawat-pesawat terbang Jepang menyergap armada laut Inggris itu. Akibatnya HMS Prince of Wales dan HMS Repulse tenggelam. Bersama kapal-kapal perang tersebut, ikut tenggelam 840 orang pelaut Inggris, termasuk Laksamana Phillips.

Di hari-hari selanjutnya, armada Inggris praktis tidak bisa berbuat banyak dalam menghadapi serangan Jepang. Pada 17 Desember 1941 Jepang berhasil menguasai Penang. Kemudian pada akhir Desember 1941 Kaliamantan Utara (British Borneo) telah jatuh ke tangan Jepang. Jepang yang berhasil menguasai Malaya dan Kalimantan Utara, segera mengarahkan serangannya ke Singapura. Dengan senjata yang jauh lebih unggul dan semangat bertempur pasukannya Jepang akhirnya berhasil merebut Singapura. Pada 15 Februari 1942, Inggris menyatakan menyerah melalui Jenderal Parcival kepada perwakilan Jepang, Jenderal Yamashita.

Kemenangan demi kemenangan yang diraih Jepang, semakin membuat Jepang bergerak ofensif. Hal ini terlihat dari pertempuran yang dimenangkan oleh Jepang di wilayah Asia Tenggara lainnya. Invasi Jepang juga dilakukan di Burma (sekarang Myanmar). Wilayah Burma sendiri direbut oleh Jepang dari Inggris pada awal 1942. Burma memiliki posisi strategis sebagai negara penghubung antara Asia Tenggara, India (yang saat itu dikuasai Inggris) dan China. Selain sebagai basis pertahanan melawan Inggris, pendudukan atas Burma juga berarti akan memutus jalur suplai China. Burma juga memiliki potensi sumber daya alam yang besar dilihat dari statusnya sebagai lumbung padi Asia, serta ketersediaan barang tambang dan mineral.

Sementara itu, gempuran armada Jepang juga terjadi di Filipina. Manila, ibukota Filipina akhirnya jatuh, dan pasukan AS terpaksa mundur ke Semenanjung Bataan pada tanggal 23 Desember. Seiring hancurnya pertahanan AS di Filipina, Jendral Douglas  MacArthur pun memutuskan untuk meninggalkan Filipina, sesuai dengan perintah Franklin D. Roosevelt. Pada tanggal 11 Maret 1942, ia berangkat menuju Australia. Dan pada 6 Mei 1942 pasukan Amerika Serikat berhasil dikalahan oleh Jepang di Pulau Corregidor. Untuk itu  sebagian besar wilayah Filipina telah dikuasai oleh Jepang. Amerika Serikat terpaksa meninggalkan wilayah yang dahulu direbutnya dari Spanyol itu.

HARGOMULYO SEBUAH DESA WARISAN KOLONISASI


HARGOMULYO SEBUAH DESA WARISAN KOLONISASI*

AGUS SETYAWAN
SISWA SMA NEGERI 1 SEKAMPUNG LAMPUNG TIMUR

Abstrak
Digulirkannya program Politik Etis oleh Pemerintah Hindia Belanda di awal abad 20 turut mempengaruhi dinamika penduduk di Lampung. Kolonisasi yang dilakukan pemerintah Hindia Belanda telah menjadikan Lampung sebagai tujuan proyek kolonisasi. Kolonisasi yang dilakukan pemerintah Hindia Belanda telah berdampak pada lahirnya desa-desa baru, salah satunya adalah Desa Hargomulyo atau bedeng 66. Desa Hargomulyo terbentuk pada 1941 dengan mayoritas kolonis berasal dari Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pelaksanaan kolonisasi di desa ini juga menemui problematika, terlebih di awal pembukaan lahan untuk pemukiman dan pertanian. Masalah yang timbul tersebut seperti wabah penyakit yang dialami oleh warga kolonis.
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah 1). Bagaimanakah proses pelaksanaan kolonisasi di Desa Hargomulyo?, 2). Apa sajakah kendala pelaksanaan kolonisasi di Desa Hargomulyo?, dan 3). Bagaimanakah perkembangan Desa Hargomulyo hingga saat ini?. Peneltian ini menggunakan metode : 1) heuristik, 2) kritik, 3) interpretasi, dan 4) historiografi.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan kolonisasi di Desa Hargomulyo merupakan program kolonisasi Gedong Dalem yang memiliki kaitan dengan proyek kolonisasi dengan 69 bedeng lainnya di sekitar Asisten Kewedanaan Trimurjo, Pekalongan, Batanghari dan Sekampung. Pelaksaan kolonisasi di Desa Hargomulyo tidak langsung berjalan baik, masalah yang dialami kolonis sering menghinggapi. Hingga tak jarang ada kolonisasi yang meninggal karena penyakit saat pembukaan hutan.



PENDAHULUAN
Indonesia adalah negara yang pernah dijajah oleh beberapa negara besar dari mulai Negeri Selekao Dasquinas atau Portugis hingga Negeri Kincir Angin atau Belanda. Penjajah-penjajah tersebut adalah negara memberi warna dalam sejarah Indonesia. Dari beberapa penjajah mungkin Belanda sudah tidak terdengar asing karena dari masa VOC hingga Hindia Belanda lah salah satu negara yang paling lama menjajah sekitar 350 tahun. Jadi dari segi budaya politik saat ini masih bisa kita rasakan. Salah satunya hal yang kebijakannya masih digunakan saat ini adalah memindahkan penduduk dari tempat yang padat ke tempat yang jarang atau yang disebut dengan kolonisasi yang dicanangkan oleh Van De Vanter (atau yang disebut Politik Etis).
Potret nyata dari kolonisasi di tanah lado adalah kolonisasi yang dilaksanakan di Desa Horgomulyo. Desa Hargomulyo termasuk kedalam Asisten Kewedanaan Sekampung dan mendapatkan nomor urut 66, sehingga masyarakat lebih lazim menyebut desa ini dengan bedeng 66.
Pelaksanaan kolonisasi di bedeng 66. Bukan tanpa masalah, wabah penyakit seperti malaria menjumpai warga kolonis terlebih saat pembukaan hutan belukar.
Dari uraian latar belakang masalah di atas, penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut :
1.    Bagaimanakah proses pelaksanaan kolonisasi di Desa Hargomulyo?
2.    Apa sajakah kendala pelaksanaan kolonisasi di Desa Hargomulyo?
3.    Bagaimanakah perkembangan Desa Hargomulyo hingga saat ini?
Dari rumusan masalah di atas maka penulis tertarik mengangkat judul penelitian “Hargomulyo Sebuah Desa Warisan Kolonisasi.”

METODE PENELITIAN
Penelitian ini memfokuskan pada pelaksanaan kolonisasi di Desa Hargomulyo, dengan metode penilitian sejarah yang mencakup empat tahap penelitian yaitu heuristik (pengumpulan sumber), kritik, interpretasi dan historiografi.
Dalam tahapan heuristik (pengumpulan sumber), penulis berusaha mengumpulkan sumber primer. Yaitu dengan melakukan teknik pengumpulan data secara wawancara kepada Mbah Slamet (85thn), saksi sekaligus pelaku kolonisasi di Desa Hargomulyo. Selain wawancara, penulis juga mendapatkan sumber dokumen monograf Desa Hargomulyo. Setelah sumber terkumpul penulis, melakukan kritik intern dan ekstern. Tahapan kritik ini untuk menguji keabsahan data yang telah terkumpul. Tahapan ketiga adalah interpretasi atau menafsirkan sumber. Tahap terakhir adalah historiografi yakni penulis sejarah. Pada tahap terakhir ini sumber atau data yang telah melalui tahapan kritik dan penafsiran direkonstruksi menjadi sebuah tulisan sejarah.

 PEMBAHASAN
Provinsi Lampung yang dahulunya namanya masih Karesidenan Lampung adalah daerah pertama yang menjadi tujuan kolonisasi. Karesidenan Lampung saat itu adalah penghasil karet dan lada, pemerintah Hindia Belanda yang diwakilkan oleh H.G. Heyting lalu pergi Karesidenan Lampung untuk melakukan kolonisasi (kaum kolonisasi tersebut berasal dari berbagai daerah di Jawa dari mulai Blitar, Lamongan, Jember, dan lain-lain). Sesampainya di Karesidenan Lampung kaum kolonis disebar dibeberapa wilayah Asisten Kewedanaan Lampung. Dari sekian program kolonisasi yang dilaksanakan Pemerintah Hindia Belanda, terdapat program kolonisasi Gedong Dalem yang mencakup 4 Asisten Kewedanan, antaranya yaitu Asisten Kewedanaan Trimurjo terdiri dari bedeng 1 dan 20, Asisten Kewedanaan Pekalongan terdiri dari bedeng 21 hingga 37, Asisten Kewedanaan Batanghari yang terdiri bedeng 38 hingga 52 serta Asisten Kewedanaan Sekampung yang terdiri dari bedeng 53 hingga 70.
      Salah satu dari asisten kewedanaan lebih tepatnya yang ada di  Asisten Kewedanaan Sekampung ada sebuah desa yang terletak di bedeng 66 yang disebut Desa Hargomulyo. Desa yang berbentuk sejak tahun 1941 kini sangat kental dengan sejarah, desa yang dahulunya adalah hutan belantara kini telah menjadi desa yang sangat maju. Desa Hargomulyo sendiri diambil dari nama desa yang ada di Jawa Timur lebih tepatnya di Kabupaten Ngawi. Hargomulyo sendiri memiliki makna Gunung yang mulia. Hargomulyo yang dahulunya adalah hutan yang lebat dan jarang ada penghuninya tidak seperti desa-desa lainnya, Hargomulyo mulai dibangun setelah kedatangan kaum kolonis yang berasal dari berbagai wilayah di Jawa, menurut penuturan dari Mbah Slamet bahwa kolonisasi tidak langsung berjalan baik dan tidak tiba-tiba sampai di Hargomulyo”.
Kaum kolonisasi memilih tinggal di tempat-tempat yang layak digarap apalagi kaum kolonisasi lebih memilih untuk hidup bertani ketimbang berkebun, setelah beberapa bulan pengiriman kaum kolonisasi dari bedeng ke bedeng mulai dicanangkan salah satu dari rombongan kaum kolonisasi tersebut diperintahkan untuk tinggal di bedeng 66, mereka mulai membuka hutan dan mendirikan rumah-rumah khas Jawa pada saat itu.
Menurut penuturan Mbah Slamet banyak orang yang meninggal karena penyakit saat pembukaan hutan”. Setelah selesai dan bisa dihuni, pemerintah Karesidenan Lampung mulai membentuk sistem pemerintahan yang dikepalai oleh Kepala Desa Hargomulyo. Setidaknya sudah beberapa kali pergantian Kepala Desa yang dilakukan oleh Desa Hargomulyo ini adalah daftar nama Kepala Desa Hargomulyo :
1.      Ngadi Wiranu                         1941 – 1944
2.      Sugiman Ibnu Saputro            1944 – 1965
3.      Buritanudin                             1965 – 1967
4.      Wiryo Wiharjo                        1967 – 1969
5.      Pujodiyono                              1969
6.      Soedarjo                                  1969 – 1998
7.      Rakimin                                   1998 – 2013
8.      Setyo Harsono                          2013 - Sekarang

Ada sekitar 10 RW dan 32 RT yang tersebar di Desa Hargomulyo. Desa ini sudah banyak berubah dari desa yang mengandalkan sektor pertanian dan perkebunan kini sudah mulai berubah menjadi desa kewirausahaan bahkan saat ini Hargomulyo dijuluki sebagai desa penghasil batu-bata terbesar di Sekampung. Tidak hanya itu diberbagai bidang, Desa Hargomulyo sudah melesat menjadi desa yang maju bahkan hampir menyamai Desa Sumberdege  (Ibukota Kecamatan Sekampung) yang sudah mulai maju dalam sektor ekonominya.

PENUTUP
Simpulan
Pelaksanaan kolonisasi di Desa Hargomulyo merupakan program kolonisasi Gedong Dalam yang memiliki kaitan dengan proyek kolonisasi dengan 69 bedeng lainnya di sekitar Asisten Kewedanaan Trimurjo, Pekalongan, Batanghari dan Sekampung. Pelaksaan kolonisasi di Desa Hargomulyo tidak langsung berjalan baik, masalah yang dialami kolonis sering menghinggapi. Hingga tak jarang ada kolonisasi yang meninggal karena penyakit saat pembukaan hutan.

Saran
Semoga desa yang kini sudah berumur 76 tahun tetap semangat dalam pembangun desa dan masyarakatnya. Dan pastinya pembangunan yang terjadi tidak melunturkan nilai-nilai luhur yang telah diwariskan oleh para pendiri desa. Dan sudah sewajibnya jika generasi muda Hargomulyo untuk mau meluangkan waktunya untuk bersama-sama melestarikan sejarah desa ini.

DAFTAR PUSTAKA
Dokumen :
Film Dokumenter Sejarah Kota Metro Monograf Desa Hargomulyo
Narasumber :
Slamet, salah satu kolonis di Desa Hargomulyo (Kec. Sekampung)
Wawancara tanggal 21 April 2017 

Catatan :
*Artikel ini telah dipublikasikan dalam lomba penulisan artikel sejarah tingkat SMA di Universitas Muhammadiyah Metro Tahun 2017.

















SRI LANKA DALAM SUDUT PANDANG SEJARAH


SRI LANKA DALAM SUDUT PANDANG SEJARAH

 
Oleh : Adi Setiawan
Guru Sejarah SMAN 1 Sekampung Lampung Timur 
email: adiabuuwais@gmail.com



Sri Lanka adalah negara pulau yang terletak di sebelah selatan India. Nama Sri Lanka diambil dari bahasa Sansekerta. Kata Sri berarti  ‘suci’, sedangkan  Lanka berarti ‘pulau’. Sri Lanka merupakan wilayah yang pernah mengalami penjajahan oleh beberapa bangsa dari Eropa seperti Portugis, Belanda dan Inggris.

Saat masih dikuasai oleh bangsa-bangsa Eropa, negara pulau tersebut menggunakan nama Ceylon. Nama Ceylon mulai disematkan saat Portugis berlabuh pada tahun 1505. Ceylon sendiri berasal dari bahasa Portugis, ‘Ceilao’. Dan nama ini masih dipertahankan saat Sri Lanka dijajah oleh Inggris.

Mengenai sejarah tentang asal-muasal Sri Lanka dijadikan hunian oleh manusia, setidaknya ada catatan mengenai itu, bahwa keberadaan pulau itu baru disadari ketika sekitar 700 warga Sinhala yang terusir dari utara India mendarat di pulau itu. Migrasi 700 warga Sinhala ke pulau itu (yang sekarang Sri Lanka) terjadi setelah Pangeran Vijaya, putera seorang raja Kerajaan Asoka dari utara India diusir dari negerinya karena melakukan pelanggaran. Ia kemudian memebawa 700 warga Sinhala berlayar ke selatan. Tanpa mereka duga sebelumnya mereka sampai di sebuah pulau.

Dalam catatan ahli geografi, keberadaan pulau ini sepertinya sudah cukup dikenal. Ahli geografi Yunani masa lampau menyebut pulau ini dengan Taprobane sedangkan ahli geografi Arab menyebutnya Serendib.

Sri Lanka Pada Masa Kerajaan Bercorak Hindu-Budha

Pada masa lalu di Sri Lanka tumbuh kerajaan Anuradhapura, kerajaan ini bercorak agama Budha. Kerajaan ini didirikan oleh warga Sinhala dengan raja pertamanya bernama Pandukabhaya. Bagi pemerintahan yang ada di India, Sri Lanka merupakan wilayah yang harus ditaklukan. Kerajaan-kerajaan seperti Chola, Pallava dan Pandya berusaha merebut Sri Lanka dari tangan penguasa Sinhala.

Ekspansi kerjaan-kerajaan Hindu dari India akhirnya dapat mendesak bangsa Sinhala. Mereka terpaksa menyingkir ke bagian selatan Sri Lanka. Di daerah yang baru tersebut mereka mengembangkan ekonomi dengan berdagang rempah-rempah dan gajah.

Pada pertengahan abad kedua sebelum Masehi, sebagian besar wilayah utara Ceylon dikuasai Kerajaan Chola dari selatan India, yaitu sebuah kerajaan Tamil di bawah Dinasti Lambakarna. Kekuasaan mereka yang terus berlanjut, membuat Kerajaan Anuradhapura runtuh pada abad ke-10 Masehi.

Setelah Kerajaan Anuradhapura runtuh, muncul kerajaan lain yang didirikan bangsa Sinhala yaitu Kerajaan Polonnaruwa. Setelah Kerajaan Polonnaruwa runtuh, bangsa Tamil kemudian mendirikan kerajaan baru sebagai penerus dari kekuasaan Kerajaan Chola yang berpusat di Jaffna.

Saat Portugis berlabuh di Sri Lanka, setidaknya di wilayah ini terdapat tiga kerajaan besar yaitu, Kerajaan Tamil, Kerajaan Sinhala Kotte dan Kerajaan Sinhala Kandy.

Sri Lanka Pada Masa Kekuasaan Bangsa Eropa

Sebagimana halnya Asia pada awal abad 16 Masehi yang mendapat kunjungan dari Bangsa Eropa, Sri Lanka juga dikunjungi oleh Portugis yakni tahun 1505. Kedatangan Portugis di Sri Lanka dibwah pimpinan Lorenco de Almeida. Mereka mendapat sambutan baik dari Raja Sinhala Kotte, Bhuvanekabahu. Antara Portugis dan Kotte terjadi terjadi hubungan perdagangan rempah-rempah, lebih dari itu Portugis juga diberi izin membangun benteng pertahanan.

Hubungan Portugis dengan dua kerajaan lain tidak begitu efektif. Tidak ada hubungan perdagangan yang berarti antara Portugis dengan Kerajaan Tamil maupun Sinhala Kandy. Yang terjadi justru peperangan antara Portugis dengan Kerajaan Tamil. Dalam peperangan tersebut Portugis berhasil menaklukan Kerajaan Tamil, Portugis mampu bertahan di Sri Lanka dari taun 1619 sampai 1658. Setelah 1658 wilayah Sri Lanka diambil alih Belanda hingga taun 1795. Selebihnya Sri Lanka diduduki Inggris hingga Sri Lanka resmi merdeka pada 4 Februari 1948.

Referensi : Sukarjaputra, Y.R. 2010. Auman Terakhir Macan Tamil Perang Sipil Sri Lanka 1976-2009. Jakarta : Kompas

Oleh : Adi Setiawan (Jumat, 31 Maret 2017)

Menyaksikan Tanah Sabrang: Film Propaganda di Era Kolonial

Sebuah gedung pertunjukan film modern diresmikan di Kota Metro, sebuah daerah yang lahir dari proses kolonisasi di masa lampau. Hadirnya bio...

Populer