Kamis, 03 September 2020

SISTEM KEPARTAIAN MASA DEMOKRASI LIBERAL & PEMILU TAHUN 1955

 


Masa Demokrasi Liberal Indonesia 1950-1959 - Harian Sejarah

 

SISTEM KEPARTAIAN MASA DEMOKRASI LIBERAL

Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015). Tujuan dibentuknya partai politik adalah untuk memperoleh, merebut dan mempertahankan kekuasaan secara konstitusional. Jadi munculnya partai politik erat kaitannya dengan kekuasaan.

 Paska proklamasi kemerdekaan, pemerintahan RI memerlukan adanya lembaga parlemen yang berfungsi sebagai perwakilan rakyat sesuai dengan amanat UUD 1945. Keberadaan parlemen, dalam hal ini DPR dan MPR, tidak terlepas dari kebutuhan adanya perangkat organisasi politik, yaitu partai politik. Pada tanggal 3 November 1945 pemerintah mengeluarkan maklumat yang menjadi gagasan pembentukan partai-partai politik baru. Diantara partai-partai tersebut dapat dapat dilihat dalam tabel berikut ini:

 

No.

Nama Parpol

Pimpinan

Tanggal Berdiri

1.

Masyumi

Dr. Sukirman Wiryosanjoyo

7 November 1945

2.

Partai Nasional Indonesia (PNI)

Sidik Joyosukarto

29 Januari 1945

3.

Partai Sosialis Indonesia (PSI)

Amir Syarifuddin

20 November 1945

4.

Partai Komunis Indonesia (PKI)

Mr. Moh. Yusuf

7 November 1945

5.

Partai Buruh Indonesia (PBI)

Nyono

8 November 1945

6.

Partai Rakyat Jelata (PRJ)

Sutan Dewanis

8 November 1945

7.

Partai Kristen Indonesia (Parkindo)

Ds. Probowinoto

10 November 1945

8.

Partai Rakyat Sosialis (PRS)

Sutan Syahrir

20 November 1945

9.

Persatuan Marhaen Indonesia (Permai)

JB Assa

17 Desember 1945

10.

Partai Katholik RI (PKRI)

IJ Kassimo

8 Desember 1945

Pembentukan partai politik ini menurut Mohammad Hatta agar memudahkan dalam mengontrol perjuangan lebih lanjut. Pembentukan partai politik ini bertujuan untuk mudah dapat mengukur kekuatan perjuangan kita dan untuk mempermudah meminta tanggung jawab kepada pemimpin-pemimpin barisan perjuangan. Namun pada kenyataannya partai-partai politik tersebut cenderung untuk memperjuangkan kepentingan golongan dari pada kepentingan nasional. Partai-partai politik yang ada saling bersaing, saling mencari kesalahan dan saling menjatuhkan. Partai-partai politik yang tidak memegang jabatan dalam kabinet dan tidak memegang peranan penting dalam parlemen sering melakukan oposisi yang kurang sehat dan berusaha menjatuhkan partai politik yang memerintah. 

 Hal inilah yang menyebabkan pada era ini sering terjadi pergantian kabinet, kabinet tidak berumur panjang sehingga program-programnya tidak bisa berjalan sebagaimana mestinya yang menyebabkan terjadinya instabilitas nasional baik di bidang politik, sosial ekonomi dan keamanan. Kondisi inilah yang mendorong Presiden Soekarno mencari solusi untuk membangun kehidupan politik Indonesia yang akhirnya membawa Indonesia dari sistem demokrasi liberal menuju demokrasi terpimpin

 Meskipun maklumat keluar pada 3 November 1945, namun Pemilihan umum itu sendiri baru terselenggara pada tahun 1955 dan dilakukan dengan dua tahap yakni untuk memilih anggota DPR dan anggota dewan konstituante dan pemilihan umum pada tahun 1955 yang juga pemilihan umum nasional pertama yang dilakukan di Indonesia. Pemilihan umum pertama di Indonesia tersebut diikuti oleh sangat banyak partai sehingga hal ini menunjukkn bahwa sejak tahun 1955 Indonesia telah menganut sistem kepartaian yang multi partai.

Sistem multi partai adalah suatu sistem kepartaian yang mana di dalam suatu negara ada terdapat banyak partai politik.  Sistem multi partai ini yang kemudian dapat memunculkan koalisi antar partai politik karena, hasil dari pemilihan umum dengan sistem multi partai ini cenderung jarang menempatkan satu partai politik yang akan menjadi partai politik yang dominan sehingga memerlukan koalisi untuk membentuk suatu pemerintahan yang kuat di parlemen. Sistem banyak partai/multipartai pada masa demokrasi liberal ternyata tidak dapat berjalan baik, hal ini dikarenakan :

  1. Partai politik tidak dapat melaksanakan fungsinya dengan baik, sehingga kabinet jatuh bangun dan tidak dapat melaksanakan program kerjanya. Sebagai akibatnya pembangunan tidak dapat berjaan dengan baik.
  2. Rapuhnya Koalisi antar partai sehingga sering terjadi pergolakan politik di parlemen.
  3. Peranan partai politik pada masa tersebut sudah menjadi sarana penyalur aspirasi rakyat, namun kurang maksimal karena situasi politik yang panas dan tidak kondusif. Dimana setiap partai hanya mementingkan kepentingan partai sendiri tanpa memikirkan kepentingan yang lebih luas yaitu kepentingan bangsa.
  4. Partai politik pada zaman liberal diwarnai suasana penuh ketegangan politik, saling curiga mencurigai antara partai politik yang satu dengan partai politik lainnya. Hal ini mengakibatkan hubungan antar politisi tidak harmonis karena hanya mementingkan kepentingan (Parpol) sendiri.

 

PEMILU TAHUN 1955

        Pemilu 1955 merupakan pemilu pertama yang bersifat nasional yang bertujuan untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk dalam parlemen dan dewan Konstituante. Pemilu ini dilaksanakan selama dua tahap, tahap pertama pertama untuk memilih anggota parlemen yang dilaksanakan pada 29 September 1955 dan tahap kedua untuk memilih anggota Dewan Konstituante (badan pembuat Undang-undang Dasar) dilaksanakan pada 15 Desember 1955. Penyelenggaraan pemilu tahun 1955 merupakan pemilu yang paling ideal dan paling demokratis. Idealitas yang dibangun berdasarkan kebebasan dan pluralitas kontestan pemilu, netralitas birokrasi dan militer setidaknya dalam konsep, tidak terjadi kerusuhan atau bentrok masa, diwakilinya semua partai dalam badan penyelenggara pemilu dan antusiasme pemilih.

         Pemilu pada tahun 1955 ini merupakan pemilu yang disiapkan dan diselenggarakan oleh tiga kabinet yang berbeda. Persiapannya dilakukan oleh Kabinet Wilopo, sedangkan pelaksanaannya dilakukan oleh Kabinet Ali Sastroamidjojo (31 Juli 1953-12 Agustus 1955) dan Kabinet Burhanuddin Harahap. Kabinet Wilopo mempersiapkan rencana undang-undang dan mengesahkan undang-undang pemilu. Kabinet Ali Sastroamidjojo melaksanakan pemilu sampai tahap kampanye kemudian diganti Kabinet Burhanuddin Harahap yang melaksanakan tahapan selanjutnya yaitu hari-H pencoblosan sampai pemilu selesai.

         Pelaksanaan Pemilihan Umum pertama dibagi dalam 16 daerah pemilihan yang meliputi 208 kabupaten, 2139 kecamatan dan 43.429 desa, dan 39 juta rakyat Indonesia memberikan suaranya di kotak-kotak suara. Pemilihan umum 1955 merupakan tonggak demokrasi pertama di Indonesia. Keberhasilan penyelenggaraan pemilihan umum ini menandakan telah berjalannya demokrasi di kalangan rakyat. Rakyat telah menggunakan hak pilihnya untuk memilih wakil-wakil mereka.

    Dalam pemilihan umum 1955 terdapat 100 partai besar dan kecil yang mengajukan calon-calonnya untuk anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan 82 partai besar dan kecil untuk Dewan Konstituante. Selain itu masih ada 86 organisasi dan perseorangan akan ikut dalam pemilihan umum. Dalam pendaftaran pemilihan tidak kurang dari 60% penduduk Indonesia yang mendaftarkan namanya (kurang lebih 78 juta), angka yang cukup tinggi yang ikut dalam pesta demokrasi yang pertama.

 A. Pemilihan Anggota DPR

Pemilihan umum untuk anggota DPR dilaksanakan pada tanggal 29 September 1955. Hasilnya diumumkan pada 1 Maret 1956. Urutan perolehan suara terbanyak adalah PNI, Masyumi, Nahdatul Ulama dan PKI. Sepuluh perolehan suara terbanyak memperoleh kursi sebagai berikut :

No.

Nama Partai

Jumlah Kursi

No.

Nama Partai

Jumlah Kursi

1.

Partai Nasional Indonesia

57

6.

Partai Kristen Indonesia

8

2.

Masyumi

57

7.

Partai Katholik Indonesia

6

3.

Nahdlatul Ulama

45

8.

Partai Sosialis Indonesia

5

4.

Partai Komunis Indonesia

39

9.

IPKI

4

5.

PSII

8

10.

PersatuanTtarbiyah Islamiyah

4


        Pemilihan Umum 1955 menghasilkan susunan anggota DPR dengan jumlah anggota sebanyak 250 orang dan dilantik pada tanggal 24 Maret 1956 oleh Presiden Soekarno. Acara pelantikan ini dihadiri oleh anggota DPR yang lama dan menteri-menteri Kabinet Burhanudin Harahap. Dengan terbentuknya DPR yang baru maka berakhirlah masa tugas DPR yang lama dan penunjukkan tim formatur dilakukan berdasarkan jumlah suara terbanyak di DPR.

Daftar susunan Dewan Perwakilan Rakyat 1956–1960 antara lain sebagai berikut.

No

Jabatan

Nama

1.

Ketua Fraksi

Mr. Burhanuddin Harahap

2.

Wakil Ketua I

H. Zainal Abidin Ahmad

3.

Wakil Ketua II

R.T. Djaja Rahmat

4.

Wakil Ketua III

K.H. Tjikwan

5.

Sekretaris I

G.A. Muis

6.

Sekretaris II

E. Zainal Muttaqien

7.

Bendahara

Ny. Sunarjo Mangunpuspito


        Pemilihan Umum anggota Dewan Konstituante dilaksanakan pada 15 Desember 1955. Hasil pemilihan  diumumkan pada 16 Juli 1956, perolehan suara partai-partai yang mengikuti pemilihan anggota Dewan Konstituante urutannya tidak jauh berbeda dengan pemilihan anggota legislatif, empat besar partainya adalah PNI, Masyumi, NU dan PKI.

No.

Nama Partai

Jumlah Kursi

No.

Nama Partai

Jumlah Kursi

1.

Partai Nasional Indonesia

119

6.

Partai Kristen Indonesia

16

2.

Masyumi

112

7.

Partai Katholik Indonesia

106

3.

Nahdlatul Ulama

91

8.

Partai Sosialis Indonesia

10

4.

Partai Komunis Indonesia

80

9.

IPKI

8

5.

PSII

16

10.

PersatuanTtarbiyah Islamiyah

7

         Keanggotaaan Dewan Konstituante terdiri dari anggota hasil pemilihan umum dan yang diangkat oleh pemerintah. Pemeritah mengangkat anggota Konstituate jika ada golongan penduduk minoritas yang turut dalam pemilihan umum tidak memperoleh jumlah kursi sejumlah yang ditetapkan dalam UUDS 1950. Kelompok minoritas yang ditetapkan jumlah kursi minimal adalah golongan Cina dengan 18 kursi, golongan Eropa dengan 12 kursi dan golongan Arab 6 kursi.

Daftar susunan Konstituante 1956–1959

No

Jabatan

Nama

1.

Ketua Fraksi

Mohammad Natsir

2.

Wakil Ketua I

H. Zainal Abidin Ahmad

3.

Wakil Ketua II

K. H. Faqih Usman

4.

Wakil Ketua III

Sjapei

5.

Sekretaris I

Hasan Natapermana

6.

Sekretaris II

Dahlan Lukman

7.

Pembantu

Osman Raliby, K.H. Taufiqurrahman, Mr. Sjafruddin Prawiranegara, Rd. Moh. Hidajat, Bey Arifan, Zamzami Kimin, Prof. A. Kahar Mudzakkir, dan Ny. Nadimah Tandjung

         Dalam sidang-sidang Dewan Konstituante yang berlangsung sejak tahun 1956 hingga Dekrit Presiden 5 Juli 1959 tidak menghasilkan apa yang diamanatkan oleh UUD S 1950. Dewan memang berhasil menyelesaikan bagian-bagian dari rancangan UUD, namun terkait dengan masalah dasar negara, Dewan Konstituante tidak berhasil menyelesaikan perbedaan yang mendasar diantara usulan dasar negara yang ada. Dalam sidang Dewan Konstituante muncul tiga usulan dasar negara yang diusung oleh partai-partai; 

  1. Dasar negara Pancasila diusung antara lain oleh PNI, PKRI, Permai, Parkindo, dan Baperki; 
  2. Kedua, Dasar negara Islam diusung antara lain oleh Masyumi, NU dan PSII;
  3. Ketiga, Dasar negara Sosial Ekonomi yang diusung oleh Partai Murba dan Partai Buruh. 

         Dalam upaya untuk menyelesaikan perbedaan pendapat terkait dengan masalah dasar negara, kelompok Islam mengusulkan kepada pendukung Pancasila tentang kemungkinan dimasukannya nilai-nilai Islam ke dalam Pancasila, yaitu dimasukkannya Piagam Jakarta 22 Juni 1945 sebagai pembukaan undang-undang dasar yang baru. Namun usulan ini ditolak oleh pendukung Pancasila.

         Kondisi ini mendorong Presiden Soekarno dalam amanatnya di depan sidang Dewan Konstituante mengusulkan untuk kembali ke UUD 1945. Konstituante harus menerima UUD 1945 apa adanya, baik  pembukaan maupun batang tubuhnya tanpa perubahan. Dewan Konstituante mengadakan musyawarah namun tidak berhasil mencapai kuorum. Kondisi ini mendorong KSAD, Jenderal Nasution, selaku Penguasa Perang Pusat (Peperpu) dengan persetujuan dari Menteri Pertahanan sekaligus Perdana Menteri Ir. Djuanda, melarang sementara semua kegiatan politik dan menunda semua sidang

         Hari Minggu 5 Juli 1959, Presiden Soekarno menetapkan Dekrit Presiden 1959 di Istana Merdeka. Isi pokok dari Dekrit Presiden tersebut adalah membubarkan Dewan Konstituante, menyatakan berlakunya kembali UUD 1945 dan menyatakan tidak berlakunya UUD Sementara 1950. Dekrit juga menyebutkan akan dibentuknya Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) dan Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) dalam waktu sesingkat-singkatnya.

 

Referensi:

https://www.mikirbae.com/2016/04/sistem-kepartaian-masa-demokrasi-liberal.html

https://www.mikirbae.com/2016/04/pemilihan-umum-tahun-1955.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Menyaksikan Tanah Sabrang: Film Propaganda di Era Kolonial

Sebuah gedung pertunjukan film modern diresmikan di Kota Metro, sebuah daerah yang lahir dari proses kolonisasi di masa lampau. Hadirnya bio...

Populer