Pelabuhan Panjang adalah pelabuhan penting yang ada di Teluk Lampung. Ketika pasukan Belanda melakukan serangan di Lampung mereka mengawalinya dengan serangan di Pelabuhan Panjang. Bagaimanakah yang terjadi setelah pasukan Belanda menguasai Pelabuhan Panjang.
Oleh: Adi Setiawan
Pada tulisan-tulisan sebelumnya
telah dibahas mengenai pendaratan pasukan Belanda di Lampung yang dimulai
dengan serangan terhadap Pelabuhan Panjang. Serangan yang terjadi pada 1
Januari 1949 tersebut lantas berakibat pada penguasaan Belanda terhadap
daerah-daerah sekitar Panjang. Daerah Teluk Betung dan Tanjung Karang menjadi
daerah terdekat yang dikuasai oleh Belanda.
Pasukan TNI berupaya keras untuk
mempertahankan dua daerah ini. Namun kondisi yang sulit membuat pemerintah
daerah Lampung mengubah taktik perlawanan. Pemerintah daerah Lampung kemudian
melakukan perang gerilya di daerah-daerah, hal itu membuat pemerintahan daerah
Lampung tetap dapat dijalankan.
Taktik perang gerilya dijabarkan
pula dengan melakukan strategi bumihangus, sebagai contoh yang dilakukan oleh
ALRI di Pelabuhan Panjang. Pasukan ALRI saat itu melakukan bumihangus terhadap
pelabuhan serta gudang. Taktik perlawanan terhadap Belanda di Tanjung Karang
sebagaimana dijelaskan oleh Indische Documentatie Dienst van ANP-Aneta (21
Januari 1949), TNI melakukan taktik bumihangus.
Hal itu berdampak pada kerusakan
bangunan dan saluran pipa air. Dampaknya paling serius terjadi pada kerusakan
pembangkit listrik. Oleh karena itu, kota ini akan tanpa lampu listrik untuk
beberapa waktu. Di Teluk Betung dan Tanjung Karang oleh TNI juga melakukan
bumihangus terhadap rumah residen, kantor residen, stasiun kereta dan kantor
telepon.
Taktik bumihangus dipilih dalam
beberapa perang, termasuk saat perang mempertahankan kemerdekaan adalah sebagai
upaya agar fasilitas atau infrastruktur tidak dapat dimanfaatkan oleh pasukan
musuh. Hal itu guna memberikan kesulitan dalam menunjang keperluan perang.
Taktik bumihangus yang sering dilakukan adalah dengan melakukan pembakaran dan
pengrusakan terhadap sarana-sarana penting yang kemungkinan besar tidak dapat
dipertahankan.
Oleh karena itu, kondisi yang
terjadi Tanjung Karang dengan melakukan pengrusakan terhadap saluran air dan pembangkit
listrik ditujukan agar pasukan Belanda kesulitan dalam memenuhi kebutuhan minum
dan penerangan.
Masih dalam Indische
Documentatie Dienst van ANP-Aneta dijelaskan pula bahwa taktik lain yang
dijalankan oleh TNI di Lampung untuk mempersulit pasukan Belanda adalah dengan
menguasai daerah-daerah penghasil beras. Kondisi ini kemudian dirasakan oleh
Belanda sulit dalam menerima pasokan beras.
Taktik ini dilakukan tentunya
dengan berbagai tujuan, pertama sebagai langkah untuk memenuhi kebutuhan beras
bagi TNI di Lampung. Sedangkan tujuan kedua agar pasokan beras tidak jatuh
ketangan pasukan Belanda. Dengan hal ini setidaknya dapat memberikan kesulitan
bagi Belanda dalam memenuhi logistik perang mereka.
Pertempuran antara TNI dan
pasukan Belanda bukan hanya berdampak pada kekacauan dalam hal infrastruktur
saja. Dampak lain yang terjadi di Teluk Betung dan Tanjung Karang saat itu
adalah terganggunya aktivitas ekonomi. Sebagai gambaran bahwa dengan adanya
peperangan membuat kegiatan di pasar terhenti hingga tanggal 4 Januari 1949.
Kekacauan ekonomi ini dipengaruhi
pula oleh banyaknya mata uang yang beredar di masayrakat. Tercatat masa itu
uang yang digunakan dalam transaksi terdiri atas tiga jenis mata uang, yakni
mata uang NICA, mata uang Jepang dan ORIPS (Oeang Repoeblik Indonesia Provinsi
Soematera). Dari ketiga mata uang itu mata uang Jepang memiliki nilai yang
paling rendah, bahkan dibeberapa tempat terlihat mata uang Jepang yang dibuang.
Nilai tukar mata uang Jepang terhadap ORIPS saat itu adalah 100 rupiah mata
uang Jepang sama dengan 1 rupiah ORIPS. Kondisi ini tentu memperlihatkan bahwa
dalam kondisi perang masyarakat di Teluk Betung dan Tanjung Karang mengalami
banyak kesulitan dalam ekonomi.
Referensi:
Indische Documentatie Dienst van
ANP-Aneta, 21 Januari 1949
Supangat,
dkk. 1994. Sejarah Perjuangan Kemerdekaan di Lampung Buku II. DHD
Angkatan 45: Bandar Lampung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar