PROKLAMASI KEMERDEKAAN INDONESIA
DAN TERBENTUKNYA PEMERINTAHAN INDONESIA
Oleh: Adi Setiawan
Proklamasi Kemerdekaan RI (minews.id)
A.
Upaya-Upaya Mempersiapkan Kemerdekaan Indonesia
Sebenarnya kalau kita lihat secara urutan waktunya,
perjuangan melawan Belanda sekitar tahun 1942 hampir dapat diselesaikan yaitu
dengan menyerahnya Belanda terhadap Jepang pada 9 Maret 1942 tanpa syarat.
Sehingga secara langsung kebijakan politik di Indonesia dikendalikan oleh
Jepang atau bangsa Indonesia beralih jajahan dari Belanda menjadi oleh Jepang,
dalam waktu 1942–1945. Namun, sekitar tahun 1944 terjadi perang Pasifik antara
Jepang dengan sekutu. Bahkan salah satu pulaunya yaitu Pulau Saipan telah diduduki
oleh Amerika, Jepang pun mengalami kekalahan dalam perang tersebut. Akibatnya,
sekitar 9 September 1944 Perdana Menteri Kaiso memberikan janji tentang
kemerdekaan Indonesia, dengan maksud untuk menarik simpati bangsa Indonesia.
Maka bendera Indonesia pun mulai banyak dikibarkan tetapi harus berdampingan
dengan bendera Jepang.
Pada 1 Maret 1945, Jenderal Kamakici Herada mengumumkan
dibentuknya badan khusus untuk mem persiapkan kemerdeka an Indonesia dan
terlahirlah organi sasi yang bernama Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI atau Dokuritsu Junbi Cosakai),
dengan tujuan untuk mempersiapkan hal-hal penting mengenai masalah tata
pemerintahan negara Indonesia setelah merdeka. Adapun anggota yang terlibat
dalam BPUPKI ini terdiri atas 60 orang Indonesia yang memiliki hak suara, serta
7 orang bangsa Jepang tetapi tidak memiliki hak suara, dengan ketuanya yang
ditunjuk adalah Radjiman Widyodiningrat.
BPUPKI ini diresmikan pada 29 Mei 1945 oleh seluruh
anggota dan dua orang tokoh dari Jepang yang bukan anggota. Setelah diresmikan,
badan ini langsung mengadakan sidang sejak 29 Mei–1 Juni 1945 dengan maksud
membicarakan filsafat negara yang akan dijadikan landasan. Tokoh-tokoh yang
mengusulkan dasar negara itu adalah Muhamad Yamin, Supomo, dan Soekarno.
Pada sidang 29 Mei 1945, Muhamad Yamin mengajukan rancangan
untuk dasar negara, yaitu peri kebangsaan, peri kemanusiaan, peri ketuhanan,
peri kerakyatan dan kesejahteraan rakyat. Sementara, pada 31 Mei 1945 kembali
diadakan sidang, dan ada usulan dari Supomo mengenai racangan dasar negara yang
terdiri atas persatuan, kekeluargaan, mufakat dan demokrasi, musyawarah dan
keadilan sosial. Pada sidang berikutnya pada 1 Juni 1945 giliran Ir. Soekarno
yang mengajukan lima rancangan
dasar negara, dan memberi nama Pancasila yang berisi kebangsaan
Indonesia, internasionalisme dan perikemanusiaan, mufakat atau demokrasi,
kesejahteraan sosial, dan ketuhanan yang maha esa.
Kemudian persidangan itu ditunda dan akan dimulai
kembali rencananya pada Juli 1945. Tetapi pada 22 Juni 1945 sembilan orang
anggota yaitu Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Muhamad Yamin, Ahmad Subardjo, A.
A. Maramis, Abdulkahar Muzakar, K.H. Wachid Hasyim, K.H. Agus Salim dan
Abikusno Tjokrosujoso membentuk panitia kecil yang menghasilkan dokumen yang
berisi asa dan tujuan negara Indonesia Merdeka. Dokumen tersebut kemudian di
kenal dengan nama Piagam Djakarta, yang isinya adalah sebagai berikut.
1.
Ketuhanan dengan berkewajiban menjalankan syariat-syariat Islam bagi para
pemeluknya.
2.
Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3.
Persatuan Indonesia.
4.
Kerakyatan yang dipimpih oleh hikmat kebijaksanaan dalam per musyawaratan atau
perwakilan.
5.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Piagam Djakarta tersebut kemudian dijadikan se
bagai Mukadimah Undang-Undang Dasar 1945. Dalam merumuskan Piagam
Djakarta yang akan dijadikan sebagai dasar negara terdapat perubahan pada
bagian pertama, yaitu “Ketuhanan dengan berkewajiban men jalankan
syariat-syariat Islam bagi para pemeluknya” menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”,
hal ini dilakukan karena mempertimbangkan penduduk Indonesia yang saat itu pun
sudah menunjukkan keragaman dari segi agamanya. Adapun isi Piagam Djakarta
selengkapnya adalah seperti yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945.
Seperti yang telah direncanakan,
persidangan BPUPKI digelar kembali pada 10–16 Juli 1945. Di dalam per sidangan
kali ini yang dibicarakan ialah rencana pem buatan Undang-Undang Dasar dan
rencana lainnya yang berkaitan dengan persiapan kemerdekaan Indonesia. Pada 11
Juli 1945 diadakan salah satu rapat, dan dibentuklah panitia perancang
Undang-Undang Dasar yang terdiri atas 20 orang anggota BPUPKI. Kedua puluh
orang tersebut yaitu:
1. Ir. Soekarno 11.
Mr. Susanto Tirtoprojo
2. R. Otto Iskandardinata 12.
Mr. Sartono
3. B.P.H. Purbaya 13.
K.P.R.T. Wongso Negoro
4. K.H. Agus Salim 14.
K.R.T.H. Wuryaningrat
5. Mr. Akhmad Sobardjo 15.
Mr. R.P. Singgih
6. Mr. Soepomo 16.
Tan Eng Hoa
7. Mr. Maria Ulfah Santoso 17.
dr. P.A. Husein Djajadiningrat
8. K.H. Wahid Hasjim 18.
dr. Sukirman Wirjosandjojo
9. Parada Harahap 19.
A.A. Maramis
10. Mr. J. Latuharhary 20.
Miyano
Selama sidang kedua BPUPKI ini,
mereka berhasil membuat Rancangan Undang-Undang Dasar untuk Indonesia merdeka.
Posisi Jepang dalam Perang Pasifik semakin terpojok, dan siap mengalami
kekalahan. Pada saat itu Jepang mem berikan izin kepada Indonesia untuk
membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) sebagai pengganti
BPUPKI, pada 7 Agustus 1945, dan pada 9 Agustus tiga orang tokoh bangsa Indonesai
dipanggil oleh Panglima Mandala Asia Tenggara Marsekal Terauci ke Saigon
sekarang namanya menjadi Ho Chi Min City (Vietnam) untuk menerima informasi tentang kemerdekaan
Indonesia. Untuk pelaksanaannya dibentuklah PPKI, serta sebagai wilayah
kekuasaan Indonesia ialah semua wilayah bekas Jajahan Belanda. Adapun ketiga
tokoh yang dipanggil tersebut ialah Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta dan
dr. Radjiman Widyodiningrat.
Jumlah anggota PPKI itu lebih kecil
dibandingkan dengan anggota BPUPKI yaitu hanya 21 orang dengan Ir. Soekarno
sebagai ketuanya, serta Drs. Moh. Hatta sebagai wakilnya. Tetapi tanpa seizin
Jepang keanggotaan
PPKI ditambah 6 orang menjadi 27 orang. PPKI ini tidak pernah diresmikan
dan pengurusnya tidak dilantik sampai saat Jepang menyerah pada tentara sekutu
pada 14 Agustus 1945, tetapi kegiatannya telah mampu untuk menjalankan
fungsinya sampai badan ini pun sempat merumuskan Proklamasi. Sesuai dengan
rencana PPKI akan bersidang pada 18 Agustus 1945.
B.
Peristiwa Menjelang Proklamasi 17 Agustus 1945
1.Jepang
Menyerah Kepada Sekutu
Pada 6 dan 9 Agustus 1945, pasukan udara Sekutu
menjatuhkan bom masing-masing di kota Hiroshima dan Nagasaki. Hal
ini mendorong Jepang untuk segera mengambil keputusan penting. Akibat pengeboman Kota Hiroshima dan Nagasaki
oleh Amerika mengakibatkan Jepang kehilangan kekuatan, sehingga Jepang menyerah
tanpa syarat kepada Sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945. Pada pertemuan di
Saigon (Vietnam) tanggal 11 Agustus 1945 pukul 11.40 waktu setempat kepada para
pemimpin bangsa Indonesia (Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan Dr. Radjiman
Wediodiningrat), Jenderal Besar Terauchi menyampaikan hal-hal berikut.
1)
Pemerintah Jepang memutuskan memberikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia.
2)
Untuk melaksanakan kemerdekaan dibentuk PPKI sebagai pengganti BPUPKI.
3)
Pelaksanaan kemerdekaan segera dilakukan setelah persiapan selesai dilakukan
dan secara berangsur-angsur dari Pulau Jawa, baru disusul oleh pulau lainnya.
4)
Wilayah Indonesia akan meliputi seluruh bekas wilayah Hindia Belanda.
5)
Pada tanggal 7 Agustus 1945 diumumkan pembentukan Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) atau Docuritsu Junbi Inkai. PPKI diketuai Ir. Soekarno
dan wakil ketuanya Drs. Moh. Hatta.
2.
Peristiwa Rengasdengklok
Penyerahan Jepang kepada Sekutu menyebabkan reaksi
yang berbeda di antara para tokoh pergerakan kemerdekaan bangsa Indonesia. Para
anggota PPKI, seperti Soekarno dan Hatta tetap menginginkan proklamasi
dilakukan sesuai mekanisme PPKI. Alasannya kekuasaan Jepang di Indonesia belum
diambil alih. Tetapi, golongan muda, seperti Tan Malaka dan Sukarni
menginginkan proklamasi kemerdekaan dilaksanakan sesegera mungkin. Para pemuda
mendesak agar Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan secepatnya.
Alasan mereka adalah Indonesia dalam keadaan vakum atau kekosongan kekuasaan.
Pertentangan pendapat antara golongan tua dan golongan muda inilah yang
melatarbelakangi terjadinya peristiwa Rengasdengklok. Bagaimana jalannya
peristiwa Rengasdengklok? Di mana lokasi peristiwa Rengasdengklok? Mari kita
simak uraian di bawah ini!
a. Golongan
Tua
Mereka yang dicap sebagai golongan tua adalah para
anggota PPKI yang diwakili oleh Soekarno dan Hatta. Mereka adalah kelompok
konservatif yang menghendaki pelaksanaan proklamasi harus melalui PPKI sesuai
dengan prosedur maklumat Jepang pada 24 Agustus 1945. Alasan mereka adalah
meskipun Jepang telah kalah, kekuatan militernya di Indonesia harus
diperhitungkan demi menjaga hal-hal yang tidak diinginkan. Kembalinya Tentara
Belanda ke Indonesia dianggap lebih berbahaya daripada sekadar masalah waktu
pelaksanaan proklamasi itu sendiri.
b. Golongan
Muda
Menanggapi sikap konservatif golongan tua, golongan
muda yang diwakili oleh para anggota PETA dan mahasiswa merasa kecewa. Mereka
tidak setuju terhadap sikap golongan tua dan menganggap bahwa PPKI adalah
bentukan Jepang. Oleh karena itu, mereka menolak jika proklamasi dilaksanakan
melalui PPKI. Sebaliknya, mereka menghendaki terlaksananya proklamasi kemerdekaan
dengan kekuatan sendiri, terbebas dari pengaruh Jepang. Sutan Syahrir termasuk
tokoh pertama yang mendesak Soekarno dan Hatta untuk segera memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia.
Sikap golongan muda secara resmi diputuskan dalam
rapat yang diselenggarakan di Pegangsaan Timur Jakarta pada 15 Agustus 1945.
Hadir dalam rapat ini Chairul Saleh, Djohar Nur, Kusnandar, Subadio, Subianto,
Margono, Armansyah, dan Wikana. Rapat yang dipimpin Chairul Saleh ini
memutuskan bahwa kemerdekaan Indonesia adalah hak dan masalah rakyat Indonesia
sendiri, bukan menggantungkan kepada pihak lain. Keputusan rapat kemudian
disampaikan oleh Darwis dan Wikana pada Soekarno dan Hatta di Pegangsaan Timur
No.56 Jakarta. Mereka mendesak agar Proklamasi Kemerdekaan segera dikumandangkan
pada 16 Agustus 1945. Jika tidak diumumkan pada tanggal tersebut, golongan
pemuda menyatakan bahwa akan terjadi pertumpahan darah. Namun, Soekarno tetap
bersikap keras pada pendiriannya bahwa proklamasi harus dilaksanakan melalui
PPKI. Oleh karena itu, PPKI harus segera menyelenggarakan rapat. Prokontra yang
mencapai titik puncak inilah yang telah mengantarkan terjadinya peristiwa
Rengasdengklok.
c. Membawa Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok
Di tengah suasana pro dan kontra,
golongan pemuda memutuskan untuk membawa Soekarno dan Hatta ke luar Jakarta.
Pilihan ini diambil berdasarkan kesepakatan rapat terakhir golongan pemuda pada
16 Agustus 1945 di Asrama Baperpi, Cikini, Jakarta. Tujuannya untuk menjauhkan
Soekarno Hatta dari pengaruh Jepang. Untuk melaksanakan pengamanan Soekarno dan
Hatta, golongan pemuda memilih Shodanco Singgih, guna menghindari kecurigaan
dan tindakan militer Jepang. Untuk memuluskan jalan, proses ini dibantu berupa
perlengkapan Tentara PETA dari Cudanco Latief Hendraningrat. Soekarno dan Hatta
kemudian dibawa ke Rengasdengklok. Ketika anggota PETA Daidan Purwakarta dan
Daidan Jakarta mengadakan latihan bersama, terjalin hubungan yang baik di
antara mereka.
Di Jakarta, dialog antara golongan muda yang
diwakili oleh Wikana dan golongan tua Ahmad Subardjo mencapai kata sepakat.
Proklamasi Kemerdekaan harus dilaksanakan di Jakarta dan diumumkan pada 17
Agustus 1945. Golongan pemuda kemudian mengutus Yusuf Kunto untuk mengantar
Ahmad Subardjo ke Rengasdengklok dalam rangka menjemput Soekarno dan Hatta.
Ahmad Subardjo memberi jaminan pada golongan pemuda bahwa Proklamasi
Kemerdekaan akan diumumkan pada 17 Agustus 1945 selambat-lambatnya pukul 12.00.
Dengan jaminan itu, Cudanco Subeno (Komandan Kompi PETA Rengasdengklok)
bersedia melepaskan Soekarno dan Hatta untuk kembali ke Jakarta dalam rangka
mempersiapkan kelengkapan untuk
melaksanakan
Proklamasi Kemerdekaan.
3.
Perumusan Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Peristiwa Rengasdengklok telah mengubah jalan
pikiran Soekarno Hatta. Mereka telah menyetujui bahwa Proklamasi Kemerdekaan
harus segera dikumandangkan. Soekarno dan Hatta tiba di Jakarta pada pukul
23.00. Setelah singgah di rumah masing-masing, mereka langsung menuju rumah
kediaman Laksamada Maeda. Hal ini dilakukan karena pertemuan Soekarno dengan
Mayjen Nishimura dalam rangka membahas Proklamasi Kemerdekaan yang akan
dilaksanakan pada 17 Agustus 1945 tidak membuahkan hasil. Soekarno baru sadar bahwa
berbicara dengan penjajah tidak ada gunanya. Nishimura melarang Soekarno dan
Hatta untuk melaksanakan rapat PPKI dalam rangka melaksanakan Proklamasi
Kemerdekaan.
Pertemuan di rumah Laksamana Maeda dianggap tempat yang aman dari
ancaman tindakan militer Jepang karena Maeda adalah Kepala
Kantor Penghubung Angkatan Laut di daerah kekuasaan Angkatan Darat. Di kediaman
Maeda itulah rumusan teks proklamasi disusun. Hadir dalam pertemuan itu
Sukarni, Mbah Diro, dan B.M.Diah dari golongan pemuda yang menyaksikan
perumusan teks proklamasi. Semula golongan pemuda menyodorkan teks proklamasi
yang keras nadanya dan karena itu rapat tidak menyetujui. Berdasarkan
pembicaraan antara Soekarno, Hatta, dan Ahmad Soebardjo, diperoleh rumusan teks
proklamasi yang ditulis tangan oleh Soekarno yang berbunyi:
Proklamasi
Kami
bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal-hal
yang mengenai pemindahan kekuasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara seksama
dan dalam tempo yang sesingkatsingkatnya.
Djakarta,
17-8-‘05
Wakil-wakil bangsa Indonesia
Teks Proklamasi Tulisan Soekarno (twitter.com)
Setelah teks proklamasi selesai
disusun, muncul permasalahan tentang siapa yang harus menandatangani teks
tersebut. Hatta mengusulkan agar teks proklamasi itu ditandatangani oleh
seluruh yang hadir sebagai wakil bangsa Indonesia. Namun, dari golongan muda
Sukarni mengajukan usul bahwa teks proklamasi tidak perlu ditandatangani oleh semua yang hadir, tetapi cukup oleh Soekarno dan
Hatta atas nama bangsa Indonesia. Soekarno yang nantinya membacakan teks
proklamasi tersebut. Usul tersebut didasari bahwa Soekarno dan Hatta merupakan
dwitunggal yang pengaruhnya cukup besar di mata rakyat Indonesia. Usul Sukarni
kemudian diterima dan Soekarno meminta kepada Sayuti Melik untuk mengetik
naskah proklamasi tersebut, disertai perubahan-perubahan yang disetujui
bersama. Terdapat tiga perubahan pada naskah tersebut dari yang semula berupa tulisan tangan Soekarno, dengan naskah yang telah diketik oleh
Sayuti Melik. Perubahan-perubahan itu adalah sebagai berikut.
a. Kata “tempoh” diubah menjadi “tempo”.
b. Konsep “wakil-wakil bangsa Indonesia” diubah menjadi “atas nama
bangsa Indonesia”.
c. Tulisan “Djakarta 17-08-‘05”, diubah menjadi “Djakarta, hari 17
boelan 8 Tahoen ‘05”.
d. Setelah selesai diketik, naskah teks proklamasi tersebut
ditandatangani oleh Soekarno-Hatta, dengan bunyi berikut ini.
Proklamasi
Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan d.l.l., diselenggarakan
dengan tjara seksama dan dalam tempo yang sesingkatsingkatnya.
Djakarta, hari 17 boelan 8 Tahoen ‘05
Atas nama bangsa Indonesia
Soekarno–Hatta
C. Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945
Tujuan dari perjuangan bangsa
Indonesia melawan penjajahan adalah tercapainya Indonesia Merdeka. Proklamasi
adalah simbol yang sangat penting artinya bagi bangsa Indonesia. Karena dari situlah
bangsa Indonesia baru dapat diakui keberadaannya oleh dunia internasional.
Semangat para pemuda dan seluruh rakyat Indonesia bergelora dalam mewujudkan Indonesia merdeka.
1. Persiapan Pembacaan Teks Proklamasi
Setelah selesai merumuskan dan
mengesahkan teks proklamasi, pagi harinya pada 17 Agustus 1945 para pemimpin
nasional dan para pemuda kembali ke rumah masing-masing untuk mempersiapkan penyelenggaraan
pembacaan teks proklamasi. Rakyat dan tentara Jepang menyangka pembacaan
proklamasi akan dilaksanakan di Lapangan Ikada sehingga tentara Jepang memblokade Lapangan Ikada. Bahkan
Barisan Pemuda telah berdatangan ke Lapangan Ikada dalam rangka menyaksikan
pembacaan teks proklamasi. Pemimpin Barisan Pelopor Sudiro juga datang ke
Lapangan Ikada dan melihat pasukan Jepang dengan senjata lengkap menjaga ketat lapangan itu. Sudiro kemudian melaporkan keadaan itu kepada
Muwardi, Kepala Keamanan Soekarno. Oleh karena itu, disepakati bahwa proklamasi
akan diikrarkan di rumah Soekarno Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta.
Halaman rumah Soekarno sudah dipadati oleh massa
menjelang pembacaan teks proklamasi. Dr. Muwardi memerintahkan kepada Latief
Hendraningrat untuk menjaga keamanan pelaksanaan upacara. Latif dibantu oleh
Arifin Abdurrahman berusaha untuk mengantisipasi gangguan tentara Jepang.
Terlihat suasana sangat sibuk. Suwiryo, Wakil Walikota Jakarta meminta kepada
Wilopo untuk mempersiapkan perlengkapan yang diperlukan. Wilopo kemudian
meminjam mikrofon dan beberapa pengeras suara ke toko elektronik milik Gunawan.
Untuk keperluan tiang bendera, Sudiro memerintahkan kepada S. Suhud, Komandan
Pengawal Rumah Soekarno untuk mencari tiang bendera. Suhud mendapatkan sebatang
tiang bambu dari belakang rumah dan menanamnya di dekat teras, kemudian diberi
tali. Ia lupa bahwa di depan rumah ada dua tiang bendera dari besi yang tidak
terpakai. Ini dapat dimaklumi, mengingat waktu itu suasana panik. Di tempat
lain, Fatmawati mempersiapkan bendera yang dijahit dengan tangan dan ukuran
yang tidak standar.
Suasana semakin panas. Para pemuda menghendaki agar
pembacaan teks proklamasi segera dilaksanakan. Mereka sudah tidak sabar lagi
karena sudah menunggu sejak pagi. Mereka mendesak Muwardi untuk mengingatkan
Soekarno karena hari semakin siang. Namun, Soekarno menolak jika ia harus melaksanakannya
sendiri tanpa Hatta. Suasana menjadi tegang karena Muwardi terus mendesak
Soekarno untuk segera membacakan teks proklamasi tanpa harus menunggu kehadiran
Hatta. Untunglah lima menit sebelum pelaksanaan upacara Hatta datang dan
langsung menemui Soekarno untuk segera melaksanakan upacara proklamasi
kemerdekaan Indonesia.
2.
Pelaksanaan Upacara Proklamasi Kemerdekaan
Upacara dipimpin oleh Latief Hendraningrat dan
tanpa protokol. Latief segera memimpin barisan dan menyiapkan untuk berdiri
dengan sikap sempurna. Soekarno kemudian mempersiapkan diri dan mendekati
mikrofon. Sebelum membacakan teks proklamasi, Soekarno membacakan pidato
singkat yang isinya adalah sebagai berikut.
a.
Perjuangan melawan kolonial telah cukup panjang dan memerlukan keteguhan hati.
b.
Cita-cita perjuangan itu adalah kemerdekaan Indonesia.
c.
Indonesia yang berdaulat harus mampu menentukan arah dan kebijakannya sendiri,
menjadi negara yang diakui oleh bangsa-bangsa lain di dunia.
Pembacaan Proklamasi (wikipedia.org)
Setelah itu, Soekarno membacakan teks proklamasi
yang diketik oleh Sayuti Melik. Pidato ditutup dengan kalimat: “demikianlah
saudara-saudara! Kita sekarang telah merdeka. Tidak ada satu ikatan lagi yang
mengikat tanah air kita dan bangsa kita! Mulai saat ini, kita menyusun negara
kita 1 negara merdeka, negara Republik Indonesia Merdeka, kekal dan abadi.
Insya Allah, Tuhan memberkati kemerdekaan Indonesia”. Acara berikutnya setelah
pembacaan selesai adalah pengibaran bendera merah putih yang dilakukan oleh Latief
dan Suhud secara perlahan-lahan. Bendera merah putih dinaikkan dengan diiringi
lagu “Indonesia Raya” yang secara spontan dinyanyikan oleh para hadirin.
Selesai pengibaran bendera, upacara ditutup dengan sambutan Wakil Walikota
Suwiryo dan Muwardi. Dengan demikian, selesailah upacara proklamasi kemerdekaan
yang menjadi tonggak berdirinya negara Republik Indonesia yang berdaulat.
3.
Penyebaran Berita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945
Sesaat setelah teks proklamasi kemerdekaan
dibacakan, berita proklamasi disebarluaskan secara cepat oleh segala lapisan
masyarakat di sekitar Jakarta, terutama oleh para pemuda. Para pemuda
menyebarkan berita proklamasi melalui berbagai cara, antara lain dengan
menyebar pamflet, mengadakan pertemuan, menulis pada tembok-tembok.
Teks proklamasi yang telah dirumuskan pada tanggal
17 Agustus 1945 beberapa saat kemudian berhasil diselundupkan ke kantor pusat
pemberitaan Jepang, Domei (sekarang Kantor Berita Antara). Sekitar pukul 18.30
WIB Wartawan Kantor Berita Domei, Syahruddin berhasil menyelundupkan teks
proklamasi dan diterima oleh Kepala Bagian Radio, Waidan B. Palenewen. Teks
proklamasi tersebut kemudian diberikan kepada F. Wuz, seorang markonis kantor
berita tersebut untuk segera diudarakan. Pucuk pimpinan tentara Jepang di Jawa
segera memerintahkan untuk meralat berita proklamasi dan menyatakan sebagai kekeliruan
agar tidak berdampak luas.
Pada tanggal 20 Agustus 1945, pemancar radio disegel
oleh Jepang dan para pegawainya dilarang masuk. Meskipun kantor Berita Domei
disegel, para pemuda tidak kehilangan akal. Mereka membuat pemancar baru dengan
bantuan teknisi radio, seperti Sukarman, Sutamto Susiloharjo, dan Suhandar.
Alat pemancar radio yang diambil dari Kantor Berita Domei sebagian dibawa ke
rumah Waidan B. Palenewen dan sebagian ke Menteng 31. Di Menteng 31 itulah para
pemuda merakit pemancar radio baru dengan kode panggilan WK 1. Dari pemancar
radio inilah, berita proklamasi terus disiarkan. Tokoh-tokoh Indonesia yang
bekerja di stasiun radio milik Jepang dan berjasa menyebarkan berita
proklamasi, antara lain Maladi, Yusuf Ronodipuro, Sakti Alamsyah, dan
Suryodipuro. Maladi kemudian memprakarsai pendirian Radio Republik Indonesia
pada tanggal 11 September 1945.
Berita Proklamasi (erwinedwar.com)
Berita proklamasi kemerdekaan Indonesia juga
disebarkan melalui beberapa surat kabar. Harian Soeara Asia di Surabaya adalah
koran pertama yang menyiarkan berita proklamasi. Para pemuda yang berjuang
lewat pers, antara lain B.M. Diah, Sukarjo Wiryopranoto, lwa Kusumasumantri, Ki
Hajar Dewantara, Otto Iskandardinata, G.S.S.J. Ratulangi, Adam Malik, Sayuti
Melik, Sutan Syahrir, Madikin Wonohito, Sumanang SM, Manai Sophian, dan Ali
Hasyim. Pihak pemerintah Republik Indonesia juga menugaskan kepada para
gubernur yang telah dilantik pada tanggal 2 September 1945 untuk segera kembali
ke tempat tugasnya masing masing guna menyebarluaskan berita Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia di wilayahnya. Tokoh tokoh tersebut, antara lain sebagai
berikut.
a.
Teuku Mohammad Hasan untuk daerah Sumatra.
b. Sam
Ratulangi untuk daerah Sulawesi.
c. Ktut Pudja untuk
daerah Nusa Tenggara.
d. Ir.
Mohammad Noor untuk daerah Kalimantan.
D.
Pembentukan Pemerintahan Republik Indonesia
Sebagai negara yang baru lahir, Indonesia belum
memiliki undang-undang dasar yang berfungsi untuk mengatur segala aspek
kehidupan berbangsa dan bernegara. Kepala negara dan kepala pemerintahan yang
akan menjalankan pemerintahan serta kelengkapannya juga belum ada. Para
pemimpin bangsa segera memanfaatkan dengan
sebaik-baiknya lembaga yang ada pada waktu itu, yaitu Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang dibentuk Jepang sejak tanggal 7 Agustus 1945.
1.
Pembentukan Kelengkapan Pemerintahan
Sehari sesudah proklamasi kemerdekaan, pada tanggal
18 Agustus 1945 PPKI mengadakan sidangnya yang pertama di Gedung Kesenian
Jakarta. Sidang dipimpin oleh Ir. Soekarno dengan Drs. Mohammad Hatta sebagai
wakilnya. Anggota sidang PPKI sebanyak 27 orang. Melalui pembahasan secara
musyawarah, sidang mengambil keputusan
penting, antara lain sebagai berikut.
a. Penetapan dan pengesahan konstitusi sebagai
hasil kerja BPUPKI yang sekarang dikenal dengan Undang-Undang Dasar 1945
sebagai konstitusi RI.
b. Ir. Soekarno dipilih sebagai presiden RI dan
Drs. Mohammad Hatta sebagai wakil presiden Republik Indonesia.
c. Pekerja Presiden RI untuk sementara waktu
oleh sebuah Komite Nasional.
Pembukaan UUD 1945 yang disahkan oleh PPKI hampir
seluruh bahannya diambil dari Rancangan Pembukaan UUD hasil kerja Panitia
Perumus pada tanggal 22 Juni 1945 yang disebut Piagam Jakarta. Bahan tersebut
telah mengalami beberapa perubahan, yaitu sebagai berikut.
a.
Kata “mukadimah” diganti “pembukaan”.
b.
Kata “hukum dasar” diganti dengan “Undang-Undang Dasar”.
c.
Kata “menurut dasar” dalam kalimat “Berdasarkan kepada Ketuhanan
menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab” dihapus.
d.
Kalimat ... “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya” dihapus.
Adapun isi batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945,
bahannya diambil dari rancangan konstitusi hasil penyusunan Panitia Perancangan
pada tanggal 16 Juli 1945. Bahan itu juga mengalami beberapa perubahan, antara
lain sebagai berikut.
a.
Pasal 6 Ayat 1, semula berbunyi “Presiden ialah orang Indonesia asli yang
beragama Islam”. Kata yang “beragama Islam” dihilangkan karena
dinilai menyinggung perasaan yang tidak beragama Islam.
b.
Pasal 29 Ayat 1, kalimat di belakang ... “Ketuhanan” yang berbunyi dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dihilangkan.
Kalimat tersebut terdapat pada pembukaan UUD alinea ke-4.
Setelah melalui pembicaraan dan pembahasan yang
matang, akhirnya dengan suara bulat, konstitusi itu diterima dan disahkan oleh
PPKI menjadi Konstitusi Negara Republik Indonesia. Konstitusi itu disebut
Undang-Undang Dasar 1945. Pengesahan itu kemudian dimuat dalam Berita Republik
Indonesia Tahun ke-2 No. 7 Tahun 1946 halaman 45–48. Pada tanggal 18 Agustus
1945 presiden dan wakil presiden RI untuk pertama kali dipilih oleh PPKI,
karena MPR yang berhak memilih dan melantiknya belum terbentuk. Hal itu diatur
dalam Pasal III Aturan Peralihan UUD 1945. PPKI memilih Ir. Soekarno sebagai
presiden dan Drs. Mohammad Hatta sebagai wakil presiden RI. Untuk membantu
pekerjaan presiden RI, PPKI telah mengaturnya pada Pasal IV Aturan Peralihan
UUD 1945 yang berbunyi, “Sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat, dan Dewan Pertimbangan Agung dibentuk menurut Undang-Undang
Dasar, segala kekuasaannya dijalankan oleh presiden dengan bantuan sebuah
Komite Nasional”.
PPKI kemudian melanjutkan pekerjaannya guna
melengkapi berbagai hal yang diperlukan bagi berdirinya negara dengan
melaksanakan sidang pada tanggal 19 Agustus 1945. Dalam sidang kedua PPKI menghasilkan
keputusan, antara lain:
a. Menetapkan kementerian yang membantu tugas
presiden dalam pemerintah. Adapun nama-nama
departeman dan kementerian tersebut beserta para menterinya adalah sebagai
berikut.
1) Menteri Dalam Negeri : R.A.A.
Wiranata Kusumah 13) Menteri Negara
: Wahid Hasyim
2) Menteri Luar Negeri : Ahmad
Subardjo 14)
Menteri Negara : M. Amir
3) Menteri Keuangan : A.A. Maramis 15) Menteri
Negara : R. M. Sartono
4) Menteri Kehakiman : Dr. Supomo 16)
Menteri Negara : Otto Iskandardinata
5) Menteri Kemakmuran : Ir. Surahman
T. Adisujo
6) Menteri Keamanan Rakyat :
Supriyadi
7) Menteri Kesehatan : Dr. Buntaran
Martoajmodjo
8) Menteri Pengajaran : Suwardi
Suryaningrat
9) Menteri Penerangan : Amir Syarifudin
10) Menteri Sosial : Iwa
Kusumasomantri
12) Menteri Perhubungan : Abikusno
Tjokrosujoso
b.
Membagi wilayah Republik Indonesia menjadi delapan provinsi.
1. Provinsi Sumatra Gubernur Mr.
Tengku Moh. Hasan
2. Provinsi Jawa Barat Gubernur Sutarjo
Kartohadikusumo
3. Provinsi Jawa Tengah Gubernur R. Panji
Soeroso
4. Provinsi Jawa Timur Gubernur R. A.
Soerjo
5. Provinsi Sunda Kecil Gubernur Mr. I.
Gusti Ktut Pudja
6. Provinsi Maluku Gubernur Mr. J. Latuharhary
7. Provinsi Sulawesi Gubernur Dr.
G.S.S.S.J. Ratulangi
8. Provinsi Kalimantan Gubernur Ir.
Pengeran Mohammad Noor
2.
Pembentukan Komite Nasional Indonesia
PPKI kembali mengadakan sidang pada tanggal 22
Agustus 1945 yang memiliki agenda pokok tentang rencana pembentukan Komite
Nasional dan Badan Keamanan Rakyat. Komite Nasional dibentuk di seluruh
Indonesia dan berpusat di Jakarta. Tujuannya sebagai penjelmaan tujuan dan
cita-cita bangsa Indonesia untuk menyelenggarakan
kemerdekaan Indonesia yang berdasarkan kedaulatan rakyat, KNIP diresmikan dan
anggotanya dilantik pada tanggal 29 Agustus 1945 di Gedung Kesenian, Pasar
Baru, Jakarta. Pada saat itu terjadi perubahan politik, pada tanggal 11
November 1945, Badan Pekerja KNIP mengeluarkan Pengumuman Nomor 5 tentang
Peralihan Pertanggungjawaban menteri-menteri dari Presiden kepada Badan Pekerja
KNIP. Itu berarti sistem kabinet presidensiil dalam UUD 1945 telah diamandemen
menjadi sistem kabinet parlementer. Hal ini terbukti setelah Badan Pekerja KNIP
mencalonkan Sutan Syahrir sebagai perdana menteri. Akhirnya, kabinet
presidensiil Soekarno-Hatta jatuh dan digantikan oleh kabinet parlementer
dengan Sutan Syahrir sebagai perdana menteri
pertama.
3.
Pembentukan Alat Kelengkapan Keamanan Negara
Pada akhir sidang PPKI tanggal 19 Agustus 1945
dibentuk panitia kecil yang bertugas membahas pembentukan tentara kebangsaan.
Sebagai tindak lanjut dari usulan tersebut, presiden menugaskan Abdul Kadir,
Kasman Singodimedjo, dan Otto Iskandardinata untuk menyiapkan pembentukan
tentara kebangsaan. Hasil kerja panitia kecil itu dilaporkan dalam rapat Pleno
PPKI pada tanggal 22 Agustus 1945. Kemudian rapat pleno memutuskan pembentukan
Badan Keamanan Rakyat (BKR). BKR ditetapkan sebagai bagian dari Badan Penolong
Keluarga Korban Perang (BPKKP) yang merupakan induk organisasi dengan tujuan
untuk memelihara keselamatan masyarakat, serta merawat para korban perang.
Sementara itu, situasi keamanan tampaknya akan
makin buruk karena dibayang-bayangi oleh datangnya tentara Sekutu dan Belanda
di Indonesia. Menghadapi situasi demikian para pemuda merasa terpanggil untuk
berjuang memanggul senjata. Untuk itu, berdirilah berbagai organisasi
kelaskaran di berbagai wilayah. Melihat perkembangan situasi yang makin
membahayakan negara, pimpinan negara menyadari bahwa sulit untuk mempertahankan
negara dan kemerdekaan tanpa angkatan perang. Dalam kondisi seperti itu,
pemerintah memanggil pensiunan Mayor KNIL Oerip Soemoharjo dari Jogjakarta ke
Jakarta dan diberi tugas membentuk tentara
kebangsaan.
Dengan Maklumat Pemerintah pada tanggal 5 Oktober 1945, terbentuklah
organisasi ketentaraan yang bernama Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Semula yang
ditunjuk menjadi pimpinan tertinggi TKR adalah Supriyadi, pimpinan perlawanan
Peta di Blitar (Februari 1945), dan sebagai Menteri Keamanan Rakyat ad interim diangkat
Muhammad Surjoadikusumo, mantan Daidanco Peta. Berdasarkan Maklumat Pemerintah
itu pula, Oerip Soemoharjo membentuk Markas Tinggi TKR di Jogjakarta. Di Pulau
Jawa terbentuk 10 devisi dan di Sumatra 8 divisi.
Berkembangnya situasi yang makin tidak menentu
menyebabkan TKR membutuhkan figur pimpinan yang kuat dan berwibawa. Akan
tetapi, Supriyadi yang telah ditunjuk sebagai pimpinan tertinggi TKR belum juga
muncul sehingga di kalangan TKR merasa perlu segera mengisi kekosongan
tersebut. Dalam konferensi TKR di Jogjakarta
pada tanggal 12 Nopember 1945, Kolonel Soedirman, Panglima Divisi V Banyumas
terpilih menjadi pimpinan tertinggi TKR. Pengangkatan Kolonel Soedirman dalam
jabatan terlaksana setelah selesainya pertempuran di Ambarawa. Untuk
menghilangkan kesimpangsiuran, Markas Besar TKR pada tanggal 6 Desember 1945
mengeluarkan sebuah maklumat.
Isi maklumat itu menyatakan bahwa selain tentara
resmi (TKR) juga dibolehkan adanya laskar, sebab hak dan kewajiban
mempertahankan negara bukanlah monopoli tentara. Pada tanggal 18 Desember 1945
pemerintah mengangkat Kolonel Soedirman sebagai Panglima Besar TKR
dengan pangkat jenderal. Adapun sebagai Kepala Staf Umum TKR dipegang oleh Mayor
Oerip Soemoharjo. Adapun perkembangan Tentara Keamanan Rakyat adalah sebagai
berikut.
a.
Pada tanggal 7 Januari 1946, pemerintah mengubah nama Tentara Keamanan Rakyat
menjadi Tentara Keselamatan Rakyat. Kemudian Kementerian Keamanan Rakyat
menjadi Tentara Republik Indonesia.
b.
Tanggal 24 Januari 1945, Tentara Keselamatan Rakyat (TKR) berganti nama menjadi
Tentara Republik Indonesia (TRI). Pergantian nama itu dilatarbelakangi oleh
upaya mendirikan tentara kebangsaan yang percaya pada kekuatan sendiri.
c. Pada tanggal 5 Mei 1947, presiden mengeluarkan
dekret guna membentuk suatu panitia yang ia pimpin sendiri dengan nama Panitia
Pembentukan Organisasi Tentara Nasional Indonesia. Panitia tersebut
beranggotakan 21 orang dari berbagai pimpinan laskar yang paling berpengaruh.
Pada tanggal 3 Juni 1947 keluar sebuah penetapan yang menyatakan bahwa TRI
berganti nama menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI). Pergantian nama itu
dilatarbelakangi oleh upaya mereorganisasi tentara kebangsaan yang benar-benar
profesional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar