A. Runtuhnya Vietnam Selatan
Perpecahan Vietnam berawal dari politik Perancis yang ingin mendirikan negara -- negara boneka di Indocina. Salah satu negara boneka itu adalah Vietnam Bao Dai. Bao Dai adalah Raja Annam dari dinasti yang sejak lama memerintah Annam. Sebagian besar rakyat enggan mengakui Bao Dai sebagai raja, tetapi pemerintah Bao Dai diakui dan didukung oleh Amerika Serikat dan Inggris. Sementara itu, pihak Rusia dan Republik Rakyat Cina mengakui Republik Demokrasi Vietnam yang dipimpin Ho Chi Minh.
Perjanjian di Genewa pada 20 Juli 1954 menghasilkan keputusan pembagian wilayah Vietnam atas Vietnam Utara dan Vietnam Selatan. Namun, Ho Chi Minh tidak mau menerima hasil Perjanjian Genewa. Menurutnya pembentukan Vietnam Selatan sebagai penghalang tercapainya persatuan seluruh Vietnam. Akibatnya, terjadilah perang saudara di Vietnam. Perang terjadi antara Vietnam Utara yang didukung Republik Rakyat Cina dan Vietnam Selatan yang didukung oleh Amerika Serikat, perang itu dikenal sebagai Perang Vietnam yang berlangsung dari 1957 hingga 1975.
Perang Vietnam berakhir setelah jatuhnya ibu kota Vietnam Selatan, Saigon, ke tangan Tentara Rakyat Vietnam atau Vietcong. Pada 29 April 1975, pasukan Vietnam Utara yang dipimpin Jenderal Van Dien Dung melancarkan serangan ke kota Saigon. Sedangkan pasukan Vietnam Selatan dipimpin oleh Jenderal Nguyen Van Toan tidak mampu menghadapi serangan yang diarahkan ke objek -- objek vital di Saigon.
Pasukan Vietnam Utara bahkan dapat mengibarkan bendera mereka di istana kepresidenan Vietnam Selatan. Pada tanggal 30 April 1975, Presiden baru Vietnam Selatan, Duong Van Minh menyatakan menyerah tanpa syarat kepada Vietkong. Dan nama Saigon diubah menjadi Ho Chi Minh City, sesuai dengan nama Presiden Vietnam Utara.
Menjelang jatuhnya kota Saigon, Amerika Serikat melakukan evakuasi besar-besaran bagi warga negara dan penduduk Vietnam Selatan, evakuasi tersebut bernama operasi Frequent Wind. Setelah jatuhnya pemerintah Vietnam Selatan, kedua negara ini secara resmi bersatu pada tanggal 2 Juli 1976 menjadi sebuah negara bernama Republik Sosialis Vietnam atau dikenal Vietnam.
B. Berakhirnya Politik Apartheid
Apartheid, atau politik apartheid sendiri merupakan politik perbedaan warna kulit antara kulit hitam dan kulit putih.
Politik apartheid terjadi karena adanya perlakuan yang buruk dari kaum inggris terhadap suku asli yang ada di Afrika Selatan atau sering disebut suku bantu.
Pada tahun 1652, dengan tujuan untuk menjajah sumber daya alam pada saat Belanda menjajah Afrika Selatan, Inggris juga memiliki keinginan yang sama untuk menjajah negara tersebut, sehingga terjadilah perang Boer pada tahun 1899-1902 antara Belanda dan Inggris. Setelah Inggis menguasai Afrika Selatan, diskriminasi oleh inggris terhadap suku asli Afrika Selatan pun muncul.
Penduduk Afrika Selatan lantas digolongkan menjadi empat golongan besar, yaitu kulit putih atau keturunan Eropa, suku bangsa Bantu (suku asli di Afrika Selatan), orang Asia yang kebanyakan berasal dari Pakistan dan India, dan orang kulit berwarna atau berdarah campuran, dimana kelompok Melayu Cape termasuk di dalamnya.
Sontak, pemisahan suku yang dilakukan di Afrika Selatan ini mendapat tanggapan dari dunia internasional. Bahkan Majelis Umum PBB mengutuk perbuatan tersebut. Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah tersebut juga mendapat tanggapan yang serius dari rakyat Afrika Selatan. Di Afrika Selatan sering terjadi gerakan-gerakan pemberontakan untuk menghapus pemerintahan Apartheid. Satu diantaranya yang paling terkenal adalah yang dipelopori oleh African National Congress (ANC) yang berada di bawah pimpinan Nelson Mandela.
Pada tahun 1961, Mandela memimpin aksi rakyat Afrika Selatan untuk tinggal di dalam rumah. Aksi tersebut ditanggapi oleh pemerintah Apartheid dengan menangkap dan kemudian menjebloskan Mandela ke penjara Pretoria tahun 1962. Ia baru dibebaskan 28 tahun kemudian, atau tepatnya pada 11 Februari 1990 pada masa pemerintahan Frederik Willem de Klerk.
Pembebasan Nelson Mandela membawa dampak positif terhadap perjuangan rakyat Afrika Selatan dalam memperjuangkan penghapusan politik Apartheid. Pada 2 Mei 1990, untuk pertama kalinya pemerintahan Afrika Selatan mengadakan perundingan dengan ANC untuk membuat undang-undang nonrasial. Pada 7 Juni 1990, Frederik Willem de Klerk menghapuskan Undang-undang Darurat Negara yang berlaku hampir pada setiap bagian negara Afrika Selatan.
Butuh waktu tak sebentar bagi Nelson Mandela untuk menegakkan kekuasaan tanpa adanya rasialisme dan menghapuskan kekuasaan Apartheid. Pada 21 Februari 1991, UU tentang Apartheid dihapuskan, dan pada tahun 1994 diadakan pemilu pertama yang menghasilkan Nelson mandela keluar sebagai pemenang yang terus berlanjut hingga 10 mei 1994. Ia dinobatkan sebagai presiden kulit hitam pertama di Afrika dan mendapatkan nobel Perdamaian, yang sekaligus menandai berakhirnya Politik Apartheid di negara penghasil berlian tersebut.
C. Perpecahan Uni Soviet
Munculnya USSR berawal dari Revolusi Rusia pada tahun 1917. Wilayah Rusia saat itu dipimpin oleh Nicholas II hingga Maret 1917. Rakyat saat itu meragukan pemerintahannya karena Rusia telah kalah di Perang Dunia I dan dianggap otoriter. Setelah Nicholas II turun, ada pemerintahan sementara yang dipimpin oleh Alexander Kerensky. Meski begitu, pemerintahan ini dinilai lambat mewujudkan cita-cita rakyat Rusia. Hingga akhirnya pada 1972-1921, terjadi perang sipil.
Keberhasilan Vladimir Lenin bersama dengan Partai Bolshevik dalam memimpin revolusi, selain berhasil menggulingkan pemerintahan Kerensky, juga berhasil memimpin rakyat dalam perang tersebut. Partai Bolshevik sendiri merupakan partai sosial-demokratis bagi para pekerja dan buruh dengan ideologi Marxisme-Leninisme.
Dengan naiknya Lenin sebagai pemimpin, ideologi partai yang merupakan partai komunis pun semakin menyebar. Pada 1922 terjadi perjanjian antara Rusia, Ukraina, Belarusia, dan Transcaucasia (sekarang Georgia, Armenia, dan Azerbaijan) dan terbentuklah USSR. Setelah Lenin, kepemimpinan Pemerintahan Lenin kemudian digantikan oleh Joseph Stalin yang melakukan kebijakan politik tirai besi. Di masa pemerintahan Stalin banyak negara-negara di Eropa Timur bergabung dalam Uni Soviet.
Selama tahun 1960-1970-an, partai komunis, yang saat itu memegang kekuasaan tertinggi di USSR, terus mengumpulkan kekayaan dan kekuatan. Partai terus memajukan industrialisasi, meski di balik semua itu, ada rakyat yang kelaparan dan tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya. Hal ini dilihat oleh para anak muda dan mereka memberontak. Pemberontakan itu dengan cara penolakan terhadap ideologi komunis.
Selain perlawanan dari dalam, Uni Soviet juga mengalami serangan dari luar terutama segi ekonomi. Pada 1980, Ronald Reagen, presiden Amerika Serikat, mengisolasi ekonomi USSR dan mengontrol harga minyak ke harga terendah, sementara USSR saat itu adalah salah satu penghasil minyak dan gas dunia. Akibat hal-hal ini, USSR kehilangan kekuatannya di Eropa timur.
Pada 1980-1990-an, pemimpin USSR, Mikhail Gorbachev, menerapkan pemikirannya tentang pembaharuan USSR. Pemikirannya itu dilatarbelakangi oleh kondisi USSR yang tidak berkembang dan kemerosotan ekonomi.
Pemikiran-pemikiran tersebut tentunya mendapat pertentangan karena dinilai bertolak belakang dengan ideologi komunisme. Salah satu penentangnya adalah kelompok konservatif di Moskow. Kelompok konservatif yang dipimpin Gennadi Yanayev adalah kelompok yang menentang reformasi dan ingin mempertahankan komunisme. Kudeta tersebut digagalkan oleh Boris Yeltsin, pemimpin kelompok radikal yang mendukung reformasi dan ingin meninggalkan komunisme.
Meskipun Gorbachev selamat dari konflik dan nama Yeltsin semakin dikenal dalam politik USSR, nyatanya kondisi politik USSR semakin tidak stabil. Banyak negara bagian USSR yang ingin melepaskan diri dan menjadi negara merdeka. Hal ini berakibat pada perpecahan USSR pada 8 Desember 1991. Selain itu, Gorbachev pun akhirnya mengundurkan diri sebagai Presiden USSR pada 25 Desember 1991. Di masa akhirnya, yang masih bertahan dalam USSR adalah negara yang mengawali pembuatan USSR; Rusia, Ukraina, Belarusia, dan Transcaucasia.
Perpecahan USSR sebagai negara komunis adidaya pun melemahkan kekuasaan komunis secara internasional. Hal itu sekaligus menandai berakhirnya Perang Dingin antara USSR dan Amerika Serikat. Meski USSR telah tidak ada, menurut Crane Brenton dalam karyanya Anatomy of Revolutions, keberadaan USSR adalah contoh keberhasilan ideologi Marxis-Leninis yang diwujudkan menjadi negara.
D. Runtuhnya Jerman Timur
Jerman Timur, atau nama resminya Republik Demokratik Jerman atau RDJ merupakan negara Blok Timur selama periode Perang Dingin. Wilayah Jerman Timur sebelumnya merupakan wilayah Jerman yang diduduki oleh pasukan Soviet setelah berakhirnya Perang Dunia II.
Lahirnya Jerman timur dimulai dari adanya perjanjian Postdam yang membagi Jerman menjadi 4 wilayah, yaitu Amerika Serikat, Prancis, Inggris, dan Uni Soviet. Jerman Timur yang “dimiliki” oleh Uni Soviet berhaluan komunis, sementara Jerman Barat berhaluan liberal-kapitalis
Pada 31 Agustus 1961, dibangunnya tembok Berlin sekaligus menjadi tanda perang dingin antara kedua belah pihak, yaitu Jerman Barat dengan Jerman Timur. Dampak yang paling terlihat dari dibangunnya tembok ini adalah adanya larangan kunjungan antara dua negara tersebut.
Pada awal tahun 1990-an, keadaan politik kedua negara mulai tidak stabil. Dimana adanya gerakan dari warga untuk menyatukan Jerman Barat dan Jerman timur. Serangkaian peristiwa sosial dan politik terjadi yang berujung pada runtuhnya Tembok Berlin dan bangkitnya pemerintahan yang berkomitmen untuk melakukan liberalisasi. Tahun 1990, pemilu terbuka diadakan, dan diikuti dengan runtuhnya Jerman Timur. Jerman pun kembali bersatu pada 3 Oktober 1990.
Runtuhnya Jerman Timur dan bersatunya Jerman secara resmi ditandai oleh pertemuan Ottawa yang dihadiri oleh pejabat-pejabat tinggi Jerman Barat dan Jerman Timur. Ditambah empat negara pemenang dalam perang dunia II, yaitu Amerika Serikat, Inggris, Unisoviet dan Prancis. Pertemuan ini seolah menegaskan kedaulatan penuh kepada negara kesatuan Jerman.
Negara Jerman yang telah bersatu lantas menjadi anggota Komunitas Eropa (kemudian Uni Eropa) dan NATO. Istilah “Penyatuan kembali” sendiri digunakan berbeda dengan persatuan awal negara Jerman pada tahun 1871.
Walaupun biasanya disebut dengan istilah “Penyatuan kembali”, ini sebenarnya merupakan suatu “penyatuan” bagi negeri Jerman kepada satu entitas yang lebih besar, yang tidak pernah ada sebelumnya. Para politisi Jerman sendiri menghindari pemakaian istilah seperti ini dan lebih suka menyebutnya sebagai die Wende atau berakhirnya pemisahan.
E. Runtuhnya Yugoslavia
Menyebut nama Yugoslavia, sebagian dari kita mungkin akan langsung teringat pada sebuah negara di daerah Balkan, yakni sebelah tenggara Eropa, yang pernah ada bertahun-tahun silam. Runtuhnya Yugoslavia sendiri melewai proses panjang, sebelum akhirnya ‘reinkarnasi’ menjadi Serbia Montenegro.
Yugoslavia memiliki arti tanah milik orang-orang Slavia, yang didiami oleh suku. Negara ini muncul akibat adanya kemiripan yang disadari oleh suku-suku Slavia pada tahun 1918.
Terbentuknya Negara Yugoslavia diusulkan pertama kali oleh Josip Bros Tito yang kemudian diangkat menjadi presiden tertinggi di negara tersebut. Dalam pemerintahannya, Tito menjalankan pemerintahan yang independen. Ia juga aktif dalam kegiatan Gerakan Non-Blok yang didirikan di negaranya pada tahun 1961.
Gerakan Non-Blok ini dianggap sebagai gerakan yang sangat penting oleh Yugoslavia karena dinilai dapat mempersatukan etnis atau suku yang berbeda.
Pecahnya Yugoslavia dimulai sejak wafatnya Josip Bros Tito. Yugoslavia mengalami kemunduran dan mendapatkan banyak masalah dalam bidang ekonomi dan politik.
Selain itu, perpecahan juga terjadi dikarenakan beberapa hal, termasuk berakhirnya Gerakan Non-Blok, adanya campur tangan negara lain, dan munculnya gerakan separatis karena batas wilayah yang dilanggar.
Pada 25 Juni 1991, Slovenia dan Kroasia memproklamasikan kemerdekaan. Tentara Federal (terutama beranggotakan orang Serbia) mengintervensi. Akan tetapi perang di Slovenia hanya berlangsung 7 hari karena penduduk di sana nyaris homogen sehingga tidak ada kepentingan warga Serbia yang terancam.
Dibandingkan dengan Slovenia yang memiliki penduduk homogen, perang di Kroasia berlangsung sengit dan lama serta kejam karena ingatan sejarah Perang Dunia II maupun besarnya komunitas Serbia di wilayah tersebut. Ketika Republik Makedonia, negara bagian termiskin, memerdekakan diri pada tanggal 8 September, Tentara Federal diam saja.
Pada tahun 1992, penduduk Muslim Bosnia dan Kroasia di Bosnia-Herzegovina memilih untuk merdeka dan mendeklarasikan negara Bosnia-Herzegovina. Penduduk Serbia Bosnia menolak hasil tersebut dan berusaha membentuk negara terpisah dengan bantuan Tentara Federal Yugoslavia, yaitu Republik Serbia Bosnia dan Herzegovina yang kemudian menjadi Republik Srpska.
Sekali lagi, perang di Bosnia-Herzegovina berlangsung sengit dan kejam antara tahun 1992 hingga 1995. Pada perang ini terjadi genosida oleh tentara Republika Srpska terhadap 8.000 pria dan 30.000 sipil kaum muslim bosnia.
Dari enam negara bagian, hanya Serbia dan Montenegro yang tertinggal, yang kemudian membentuk Republik Federal Yugoslavia pada tanggal 28 April 1992.
Namun ini tidak bertahan lama. Pada tahun 2003, Republik Federal Yugoslavia dibentuk ulang, sehingga menjadi Uni Negara Serbia dan Montenegro. Dengan ini, berakhirlah perjalanan panjang negara Yugoslavia.
F. Perpecahan Cekoslowakia
Ceko dan Slovakia merupakan dua Negara berdaulat di Eropa Tengah yang sudah mendeklarasikan kemerdekaannya sejak 1 Januari 1993. Namun, tahukah kalian jika Ceko dan Slovakia pernah menjadi satu kesatuan Negara? Cekoslovakia diketahui telah menyatakan kemerdekaanya dari kekaisaran Austro-Hongaria sejak tahun 1918. Lalu kira-kira apa latar belakang munculnya Negara Cekoslovakia dan hal apa pula yang menjadikan Ceko dan Slovakia terpisah?
Sebelum Perang Dunia I, Negara Cekoslovakia dikenal dengan Kerajaan Habsburg yang merupakan satuan Austria Hungaria. Wilayah kerajaan yang dikuasai merupakan Bohemia, Moravia, dan Slovakia. Namun, runtuhnya kerajaan Habsburg pada akhir Perang Dunia I mendorong Negara ini membentuk sebuah Negara independen yang dinamakan Cekoslovakia yang beribu kota di Praha. Dari sinilah latar belakang munculnya negara Cekoslovakia.
Sejak terbentuknya Negara Cekoslovakia menjadi sebuah Negara Republik pada 28 Oktober 1918, Negara ini sudah terkenal sebagai Negara industri yang cukup maju di Eropa. Hal ini disebabkan semasa kekuasaan Austria-Hongaria, Cekoslovakia dijadikan sebagai pusat industri dan salah satunya yakni pembuatan senjata.
Pada pertengahan dekade 1980 an, tanda-tanda keruntuhan Cekoslovakia mulai terlihat. Beberapa faktor yang menjadi latar belakang runtuhnya Negara Cokoslovakia antara lain : adanya sistem ekonomi yang terpusat sehingga ekonominya mengalami kemunduran, tumbangnya rezim-rezim komunis di Eropa Timur, dan munculnya aksi demostrasi serta pemogokan di Praha yang menekan pemerintah untuk segera melakukan reformasi politik.
Keberhasilan revolusi politik mengantarkan pimpinan gerakan sekaligus penggiat Hak Asasi Manusia (HAM) Vaclav Havel sebagai Presiden pada Desember 1989. Setahun kemudian, pemilihan umum diadakan yang melegitimasi pemerintahan Havel serta menetapkan arah untuk menangani sisa-sisa rezim terdahulu, dimana dahulu Cekoslovakia kental dengan rezim komunis di bawah Uni Soviet.
Periode transisi dari era komunis menjadi era demokratis ini dikenal dengan istilah :Revolusi Beludru” atau “Velvet Revolutution”.
Disamping faktor-faktor di atas, hal lainnya yang menyebabkan Negara Cekoslovakia runtuh adalah perbedaan kondisi masyarakat dan infrastruktur Negara, serta Slovakia dianggap hanya menjadi beban untuk anggaran Ceko. Terakhir, tumbangnya rezim komunis yang otoriter dimana kedua Negara merasa untuk memajukan daerahnya sendiri jika kedua Negara tersebut berpisah.
Setelah Perang Dingin berakhir, terjadi perdebatan antara anggota parlemen untuk mendukung adanya desentralisasi. Perdebatan tersebut tercapai dengan keputusan untuk memecah wilayah Cekoslovakia menjadi dua bagian.
Pada tahun 1922 diadakanlah negosiasi yang melibatkan Mahkamah Konstitusi Federasi dan pada 25 November 1992, Mahmakah Konstitusi Federasi mengesahkan Undang-undang 542 yang menyatakan bahwa Cekoslovakia terbagi menjadi dua Negara yaitu Republik Ceko dan Republik Slovakia.
G. People Power dan Revolusi di Filipina 1986
Revolusi tak selalu identik dengan kekerasan dan peperangan. Dalam revolusi terdapat istilah People Power atau kekuatan rakyat. People Power adalah penggulingan kekuasaan presiden atau pemerintah secara damai melalui demonstrasi rakyat. Dalam sejarah revolusi dunia, People Power pernah terjadi di Jerman, Georgia, Cekoslovakia, Filipina, dan beberapa negara Timur Tengah.
Pada periode 1965-1986, pemerintahan Filipina dipimpin oleh presiden Ferdinand Marcos. Pada masa pemerintahannya, FIlipina mengalami krisis ekonomi dan politik. Krisis ekonomi dan politik di Filipina menumbuhkan gelombang perlawanan dari masyarakat dan golongan oposisi
Dalam buku Sejarah Asia Tenggara: Dari Masa Prasejarah sampai Kontemporer (2013) karya M.C Ricklefs dkk, berikut latar belakang gerakan People Power di Filipina:
· Rezim Ferdinand Marcos memimpin secara diktator dan kerap melakukan tindakan represif terhadap aktivis dan golongan oposisi.
· Utang Filipina yang mencapai 25.000.000.000 dollar AS pada tahun 1983.
· Pembunuhan terhadap mantan senator Benigno Aquino Jr pada 21 Agustus 1983.
· Adanya indikasi kecurangan pada Pemilu 1986 yang dilakukan oleh Ferdinand Marcos.
Pada 21 Agustus 1983, terjadi pembunuhan terhadap Benigno Aquino Jr yang merupakan pemimpin golongan oposisi Filipina. Benigno ditembak saat kembali dari pengasingannya di Amerika Serikat. Dalam buku Krisis Filiphina: Zaman Marcos dan Keruntuhannya (1988) karya John Bresnan, peristiwa penembakan Benigno Aquino Jr membangkitkan perlawanan golongan oposisi di seluruh pelosok negeri. Bahkan, sebagaian sekutu pemerintahan berbalik untuk melawan Ferdinand Marcos.
Pada tahun 1986, Ferdinand Marcos yang disudutkan oleh krisis ekonomi dan politik dalam negeri meminta pengadaan pemilu presiden secepat mungkin. Golongan oposisi dan masyarakat anti Ferdinand Marcos menyatukan kekuatan untuk memenangkan Corazon Aquino dalam pemilu ini. Pada pemilu 1986, Ferdinand Marcos melakukan intimidasi dan kecurangan terhadap suara masyarakat. Hal tersebut mengakibatkan kemarahan golongan oposisi dan rakyat Filipina. Mereka menganggap bahwa Ferdinand Marcos telah melakukan penghianatan terhadap demokrasi dan kemanusiaan di Filipina.
Pada 22-25 Februari
1986, masyarakat Filipina melakukan aksi demonstrasi besar-besaran untuk
menolak hasil pemilu. Demonstran berkumpul di Epifanio de los Santos Avenue
(EDSA) yang merupakan pusat politik di Filipina. Demonstrasi yang berlangsung
secara damai ini pada akhirnya mampu menggulingkan rezim Ferdinand Marcos. Pada 25 Februari 1986, Cory Aquino dan para
pendukungnya mengumumkan berakhirnya kediktatoran di Filipina dan gerakan
People Power tanpa pertumpahan darah telah menang.
Referensi:
https://www.kompasiana.com/search_artikel?q=politik+apartheid
https://www.kelaspintar.id/blog/edutech/asal-usul-politik-apartheid-di-afrika-selatan-4261/
https://blog.ruangguru.com/peristiwa-kontemporer-dunia-perpecahan-ussr
https://www.kelaspintar.id/blog/edutech/sejarah-runtuhnya-jerman-timur-5349/
https://www.kompas.com/skola/read/2020/12/02/153826269/people-power-dan-revolusi-di-filipina-1986
Tidak ada komentar:
Posting Komentar