A. Konflik di Timur Tengah
1. Perang Teluk I
Perang Teluk I adalah bentuk konfrontasi politik dan militer yang melibatkan Irak dan Iran. Perang ini berlangsung pada tahun 1980 hingga 1988 di kawasan Teluk Persia. Oleh karena itu, perang antara Irak dan Iran sering disebut sebagai Perang Teluk I. Terjadinya Perang Teluk I antara Irak dan Iran disebabkan oleh adanya masalah yang kompleks dan saling berkaitan antara kedua negara.
Beberapa faktor yang menjadi latar belakang Perang Teluk I, yaitu:
· Adanya konflik antara etnis Arab (Irak) dan etnis Persia (Iran) Konflik antara mazhab Sunni (Irak) dan Syiah (Iran).
· Pengaruh konflik sejarah kedinastian besar Islam antara dinasti Umayyah dan Abasiyyah. Presiden Irak (Saddam Husein) menentang Revolusi Islam di Iran karena dianggap dapat menyebabkan instabilitas ekonomi dan politik di Irak.
· Sengketa wilayah perbatasan negara antara Irak dan Iran.
Kronologi Perang Teluk I diawali dengan invasi pasukan Baghdad (Irak) ke wilayah Iran pada 22 September 1980. Dalam buku Bara Timur Tengah (1991) karya M Riza Shihbudi, sengketa perbatasan dan instabilitas politik Iran mendorong Saddam Hussein untuk melancarkan invasi ke wilayah Khuzestan yang merupakan lumbung minyak Iran. Presiden Iran Ayatullah Khomeini membalas serangan Irak dengan mengerahkan ratusan ribu relawan dan tentara veteran. Dengan pasukan tersebut ia mampu menyudutkan pasukan Irak dan membalikkan keadaan Perang Teluk I. Dalam Perang Teluk I, Irak mendapatkan dukungan dari Arab Saudi, Kuwait, Eropa dan Amerika Serikat.
Di sisi lain, Iran juga mendapatkan dukungan dari negara Timur Tengah seperti Suriah, Libia dan Yaman Selatan. Pada tahun 1982, perang antara Irak dan Iran mengalami kebuntuan. Kedua belah pihak mampu saling menggagalkan serangan satu sama lain di wilayah perbatasan. Pada perkembangannya, Ayatullah Khomeini berusaha untuk terus melanjutkan perang dan meruntuhkan rezim Saddam Hussein di Irak. Namun usahanya mengalami kegagalan yang disebabkan oleh kuatnya pertahanan dari pasukan Irak. Serangan-serangan pasukan infanteri Iran dengan mudah dihalau oleh kekuatan udara Irak yang superior. Dampak Perang Teluk I Perang Teluk I berakhir ketika Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi yang berisi tuntutan gencatan senjata antara Irak dan Iran.
Pada 17 Juli 1988, Irak dan Iran menyetujui resolusi PBB dan secara resmi Perang Teluk I berakhir. Baca juga: Sejarah Kebijakan Apartheid di Afrika Selatan Dalam buku Sejarah Timur Tengah Jilid I (2012) karya Isawati, Perang Teluk I membawa dampak yang besar bagi aspek sosial, ekonomi dan politik masyarakat internasional, sebagai berikut:
· Menyebabkan fluktuasi harga minyak dunia
· Terjadinya krisis politik dan sosial di kawasan Timur Tengah
· Terganggunya pelayaran internasional di kawasan Teluk Persia
· Menyebabkan kerugian sekitar 300.000.000.000 Dollar Amerika Serikat.
2. Perang Teluk II
Pasca Perang Teluk I (1980-1988), kawasan Teluk Persia kembali bergejolak dengan pecahnya Perang Teluk II. Perdamaian negara-negara kawasan Teluk Persia hanyalah sebatas imaji dari masyarakat di kawasan tersebut. Perang Teluk II berlangsung pada tahun 1990-1991. Perang ini berawal dari upaya invasi dan aneksasi Irak atas Kuwait pada tanggal 2 Agustus 1990. Pada perkembangannya, Perang Teluk II menjadi konflik antara Irak dan Amerika Serikat untuk mewujudkan ambisi ekonomi dan politis di kawasan Timur Tengah.
Dalam buku Sejarah Timur Tengah Jilid 2 (2013) karya Isawati, Perang Teluk I memberi dampak yang luar biasa bagi kondisi ekonomi dan politik Irak. Pasca Perang Teluk I, Irak mengalami krisis ekonomi dan politik yang disebabkan oleh utang luar negeri. Baca juga: Peristiwa Perang Teluk I (1980-1988).
· Beberapa faktor yang menjadi latar belakang terjadinya Perang Teluk II, sebagai berikut:
Utang luar negeri Irak yang besar terhadap negara-negara penghasil minyak di Timur Tengah.
· Kekecewaan Saddam Husein (Presiden Irak) terhadap negara-negara Timur Tengah yang dulu pernah beraliansi dengan Irak saat Perang Teluk I, khususnya Uni Emirat Arab dan Kuwait.
· Anjloknya harga minyak dunia karena adanya pelanggaran kebijakan OPEC yang dilakukan oleh Kuwait dan Uni Emirat Arab. Hal tersebut memperberat kondisi ekonomi Irak sebagai negara yang bergantung pada penghasilan dari ekspor minyak.
· Ambisi Saddam Husein untuk menjadi pemimpin dunia Arab.
Kronologi Perang Teluk II Irak mulai melakukan invasi terhadap Kuwait pada 2 Agustus 1990 dengan mengerahkan 100.000 personel, 2.000 tank dan beberapa pesawat jet penyerbu. Irak hanya membutuhkan waktu sekitar 24 jam untuk menguasai seluruh wilayah Kuwait. Invasi Irak menyebabkan timbulnya korban jiwa dari masyarakast sipil serta kerusakan bangunan yang masif di Kuwait.
Dalam buku Bara Timur Tengah (1991) karya M Riza Shihbudi, Perang Teluk II mengharuskan Keluarga Emir (Presiden) Kuwait dan sekitar 300.000 masyarakat Irak mengungsi ke Arab Saudi. Invasi Irak terhadap Kuwait mendapatkan kecaman dari dunia internasional. PBB, Amerika Serikat dan Uni Eropa melakukan beberapa tindakan seperti membekukan kekayaan Irak, embargo senjata internasional terhadap Irak, serta memutuskan hubungan ekonomi dengan Irak.
Pada 29 November 1990, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi yang menuntut Irak untuk keluar dari Kuwait. Namun, tuntutan tersebut tidak diindahkan oleh Irak. Pada tanggal 17 Januari 1991, pasukan koalisi pimpinan Amerika Serikat membombardir instalasi pemerintah dan militer Irak. Penyerangan terhadap Irak terus berlangsung hingga 28 Februari 1991. Pada tanggal tersebut, kekuatan militer Irak sudah mencapai batasnya dan Saddam Husein menyetujui gencatan senjata.
Dampak Perang Teluk II Perang Teluk II membawa dampak negatif bagi Irak dan beberapa negera Timur Tengah. Berikut beberapa dampak Perang Teluk II:
· Irak dikucilkan diseluruh sektor kehidupan Internasional
· Adanya upaya penggulingan pemerintahan Saddam Husein oleh organisasi
· Tersendatnya ekonomi Kuwait karena kehancuran tambang minyak
· Memanasnya iklim
politik di kawasan Timur Tengah, seperti Palestina dan Mesir
B. Konflik di Kamboja (1955-1979)
Kamboja merupakan negara di kawasan Indochina yang menganut sistem pemerintahan monarki konstitusional. Kamboja menjadi sebuah negara berdaulat sejak kepergian Perancis dari Indochina sekitar 1955. Periodisasi konflik di Kamboja dapat dibagi menjadi tiga, yaitu konflik masa pemerintahan Sihanouk (1955-1970), Lon Nol (1970-1975) dan Pol Pot (1975-1979). Berikut penjelasannya:
Konflik masa Sihanouk
Pada tahun 1955, Sihanouk diangkat sebagai kepala pemerintahan Kamboja. Pada masa pemerintahannya, Sihanouk menerapkan dan mendominasi sistem demokrasi parlementer Kamboja. Ia juga menciptakan ideologi Sosialisme Buddha sebagai ideologi nasional. Konflik pada masa Sihanouk bermula saat ia menjalin kedekatan dengan negara-negara komunis seperti Vietnam Utara dan China.
Selain itu, Sihanouk juga menolak bantuan dan memutuskan hubungan diplomasi dengan Amerika Serikat pada tahun 1963. Kebijakan tersebut menimbulkan kekecewaan golongan oposisi di Kamboja. Pada perkembangannya, konflik semakin meruncing ketika rezim Sihanouk melakukan korupsi dan pemborosan yang menimbulkan permasalahan ekonomi di Kamboja. Hal tersebut menimbulkan pemberontakan dari Khmer Merah di bawah pimpinan Lon Nol.
Pada tahun 1970, Lon Nol berhasil menguasai pedesaan dan melakukan kudeta terhadap rezim Sihanouk. Selanjutnya, Lon Nol mendirikan Republik Khmer dengan dukungan dari Amerika Serikat. Konflik masa Lon Nol Pendirian Republik Khmer dengan dukungan Amerika Serikat memicu konflik baru di Kamboja. Golongan Khmer Merah revolusioner pimpinan Pol Pot melakukan upaya kudeta terhadap Lon Nol pada tahun 1975.
Disadur dari buku Sejarah Asia Tenggara (1988) karya D.G.E Hall, pasukan revolusioner dapat menguasai Pnomh Penh dan menjatuhkan kekuasaan Lon Nol pada bulan April 1975. Selanjutnya Pol Pot mendirikan negara Demokratik Kamboja yang bercorak otoriter militeristik.
Konflik masa Pol Pot
Rezim Demokratik Kamboja pimpinan Pol Pot mulai berkuasa pada tahun 1975. Pol Pot menerapkan ideologi Komunis Maois di Kamboja selama 4 tahun pemerintahannya.
Dalam buku Sejarah Asia Tenggara: Dari Masa Prasejarah sampai Kontemporer (2013) karya M.C Ricklefs dkk, Rezim Pol Pot melaksanakan pemerintahan secara otoriter dan ekstrem. Selama 4 tahun kepemimpinan Pol Pot, terjadi genosida yang menimbulkan jutaan korban jiwa dari masyarakat Kamboja. Selain itu, terjadi kelaparan masal dan wabah penyakit malaria yang berakar dari blunder kebijakan agraria Pol Pot. Krisis yang terjadi pada rezim Pol Pot menimbulkan perlawanan dari aktivis revolusioner Heng Samrin dan Hun Sen.
Mereka membuat Front Bersatu Kampuchean untuk Keselamatan Nasional (FUNSK) yang mengorganisir perlawanan terhadap rezim Pol Pot. Pada 7 Januari 1979, FUNSK melancarkan serangan terhadap Pol Pot dengan bantuan dari Vietnam. Serangan gabungan tersebut berhasil menggulingkan rezim Pol Pot dan pasukan Khmer Merah di Kamboja.
Dampak Konflik Kamboja
Konflik berkepanjangan di Kamboja membawa dampak yang besar bagi dunia Internasional. Beberapa dampak konflik Kamboja, yaitu:
· Munculnya masalah perbatasan negara di wilayah Indochina
· Munculnya krisis sosial dan genosida yang menewaskan jutaan warga Kamboja
· Krisis keamanan negara-negara di Asia Tenggara terancam.
C. Konflik Tiongkok
Pada awal abad ke-19, China masih dipimpin oleh sebuah kekaisaran yang dipimpin oleh sebuah dinasti asing yang bernama dinasti Manchu yang sudah berkuasa selama kurang lebih 200 tahun.
Di daerah selatan China terdapat seorang anak muda yang bernama Sun Yat Sen yang telah mendapatkan ide-ide barat yang di pelajari selama ia di Eropa.Ia kemudian mendirikan suatu perkumpulan yang bernama Zonggou Dongmenghui dan menyebarkan gagasannya untuk mendirikan pemerintahan baru China menggantikan dinasti Manchu yang dianggap tidak pantas lagi dalam memerintah China.
Setelah berhasil mendirikan pemerintahan Republik di Cina, dalam masa transisi itu pemahaman komunis yang dibawa oleh orang -- orang Rusia mulai masuk ke dalam pemikiran-pemikiran rakyat China.
Rakyat China sendiri mulai tidak mempercayai Partai Koumintang dalam menjalakankan pemerintahan karena terdapat berbagai masalah seperti banyaknya praktik korupsi.
Hal ini dimanfaatkan Partai Komunis China untuk beusaha menguasai pemerintahan China. Menyadari akan hal itu, Chiang Kai Shek berusaha untuk menyingkirkan kaum komunis, Sehingga terjadilah Konflik antara kaum nasionalis dan kaum komunis yang sama-sama ingin memperebutkan kekuasaan di China .
Lalu bagaimana berdirinya Partai Koumintang dan Partai Komunis China ? Bagaimana Jalannya konflik antara kaum nasionalis dan komunis ? Bagaimana pula dampak dari konflik antara kaum nasionalis dan komunis di Republik China ?
Berdirinya Partai Koumintang dan Partai Komunis China
Runtuhnya Dinasti Manchu terjadi karena kekecewaan rakyat terhadap Pemerintahan Manchu yang diangap tidak bisa lagi mengendalikan pemerintahan.Hal ini menyebabkan kekalahan demi kekalahan terhadap bangsa Barat baik dibidang diplomatik maupun militer.Akibatnya muncul berbagai pemberontakan-pemberontakan yang terjadi.
Salah satunya, pemberontakan yang dilakukan oleh Sun Yat Sen Sun dengan mendirikan perkumpulan yang bernama Zhongguo Dongmenghui, yang dimana anggotanya harus berikrar untuk : (1) Mengusir bangsa Manchu,(2) Merebut kembali China bagi Bangsa Tionghoa, dan (3) Mendirikan suatu negara berbentuk Republik dan pembagian tanah secara adil.Setelah berhasil mendirikan Republik China, perkumpulan itu berubah menjadi Koumintang (Partai Nasionalis Rakyat) pada bulan Agustus 1912 yang berlandaskan tiga asas rakyat.
Pada tahun 1917 di Rusia terjadi adanya revolusi yang merupakan awal dari perubahan bentuk pemerintahan menjadi komunis dibawah kepimpin Lenin.Karena kedekatan geografis, mereka membangun hubungan diplomatik dengan China serta adanya keinginan menyebarksan komunis di China.Pada tahun 1919 Voitchinski, salah satu agen dari komintern berhasil mendirikan sekolah komunis pertama di China.Selain itu ia ditugaskan untuk mencari kader-kader komunis yang revolusiener di China.
Pihak Komintren sendiri berupaya untuk mendirikan sebuah partai kaum buruh dan petani yang revolusioner untuk dijadikan implementasi keberhasilan revolusi gaya Bolshevik ke China.Lalu pada bulan Agustus 1920, Voitinsky menghubungi kaum komunis Tiongkok yang dihadiri oleh Chen Duxiu, Shi Cuntong, Li Hanjun, Shen Xuanlu, Yu Xiusong, untuk memulai pendirian Partai Kungchantang dan pada tanggal 23 Juli 1921 Partai Komunis China resmi didirikan di China.
Jalannya konflik antara kaum nasionalis dan komunis di China pada tahun 1927-1945
Pada tahun 1922 pemerintah Uni Soviet mengirimkan Abraham Adolf Joffe untuk membicarakan tentang persetujuan mengenai daerah yang pernah dirampas dari China yang akan dikembalikan kembali.Dr. Sun Yat Sen menerima tawaran tersebut dan ia berpendapat bahwasanya komunis tidak cocok diterapkan di China.Dengan demikian terjadilah hubungan antara Pemerintah Koumintang dan Uni Soviet.
Lalu pemerintahan nasionalis mengirimkan misi yang diketuai oleh Chiang Kai Shek ke Uni Soviet untuk belajar mengenai birokrasi pemerintahan dan sebagai balasannya Uni Soviet mengirimkan Borodin dan Jenderal Blucher ke China untuk mengatur kembali biroraksi Partai Koumintang dan mengajar di Akademi militer Whampoa.
Pada bulan Juni 1924 setelah keputusan Kongres Nasional Kaum Komunis diperbolehkan untuk bergabung kedalam Koumintang dengan syarat bahwa mereka akan tunduk kepada asas-asas Koumintang.Pada tahun selanjutnya 1925 Dr Sun Yat Sen wafat dan digantikan oleh Chiang Kai Sek yang tidak suka dengan kaum komunis dan berusaha untuk menyingkirkan kaum koumnis dari Koumintang karena ia menganggap bahwa kaum komunis dapat membahayakan persatuan negeri serta mengirim kembali Borodin dan Jenderal Blucher ke Uni Soviet.Hal ini memicu konflik antara kaum komunis dengan kaum nasionalis.
Pada tahun 1927 Mao Zedong terpilih menjadi pemimpin partai Komunis China dan melalui Tentara Merah di bawah pimpinan Zhou Enlai dan Zhu De mengadakan perebutan kekuasaan di Nanchang yang berhasil digagalkan oleh Kuomintang. Akibatnya kemudian adalah terjadinya peristiwa yang disebut dengan Shanghai Massacre, yaitu pembunuhan massal atau pembersihan terhadap kaum komunis yang dilakukan oleh Kuomintang.Sisa-sisa anggota Partai Komunis China mundur ke daerah-daerah yang tidak mudah diakses dan mulai menyadari bahwa kedudukannya di Propinsi Jiangsi tidak dapat dipertahankan lagi. Mereka lalu mengundurkan diri dan mengadakan perjalanan panjang yang dikenal dengan peristiwa Long March pada tahun 1934 ke wilayah Yanan dan tiba secara bergelombang di wilayah tersebut antara tahun 1935-1936.
Pada saat itu Jepang sedang melakukan ekspansi ke wilayah utara China sehingga pada tanggal 1 agustus 1935 Partai Komunis China menyerukan agar rakyat China bersatu melawan Jepang.Lalu pada bulan februari 1937 Partai Komunis China menyatakan untuk bergabung dengan pemerintahan nasional dan meleburkan Tentara Merah dengan Tentara Nasional dalam menghadapi agresi militer Jepang.Dengan demikian pertikaian antara kaum Komunis dan kaum Nasionalis berhenti dan bersatu untuk menghadapi Jepang.
Pasca Perang Dunia II berakhir dan Jepang menyerah,pertikaian kaum nasionalis dan kaum komunis kembali terjadi untuk merebutkan kekuasaan di China. Chiang Kai Shek sendiri merasa khawatir dengan Tentara Merah yang menguasai daerah pedesaan yang sangat luas sehingga ia meminta bantuan Amerika Serikat untuk membantu menyelesaikan masalahnya di China.Pada tahun 1945 Presiden Truman berusaha menghindarkan perang saudara di China dengan mengutus Jenderal George Marshall untuk bertindak sebagai perantara bagi antara Pemerintah Nasionalis dengan Partai Komunis China. Namun sepeninggal Marshall pertempuaran antara Pemerintah Nasionalis dengan Partai Komunis China kembali terjadi dengan skala yang semakin meluas.
Pada tahun 1947 pemerintahan nasionalis berhasil merebut kota Yanan dari pihak komunis.Meskipun pada awalnya terdesak, keadaan segera berbalik ketika kaum komunis menerapkan politik land reform.Alhasil pada tahun 1948 Tentara Merah berhasil merebut kota-kota yang dikuasi oleh kaum nasionalis seperti kota Jinan,Changchun, Mukden, dan Xuzhou.Pada tahun 1949 Beiping jatuh ke tangan Komunis dan merubah nama kota ini menjadi Beijing.Tentara Merah yang menguasai wilayah Utara segera melancarkan serangannya ke wilayah selatan dan memaksa pemerintahan Nasionalis memindahkan ibukotanya dari Nanjing ke Kanton.Lalu Tentara Merah berhasil merebut kota Taiyuan dan Nanjing. Kemudian berturut turut Kota Hangou, Sanghai, dan Qingdao jatuh ke dalam genggaman Tentara Merah .
Dampak dari konflik antara kaum nasionalis dan komunis di China
Setelah hampir seluruh wilayah China berada di tangan kaum komunis maka Mao Zedong memproklamasikan berdirinya Republik Rakyat China (RRC) yang beribukota di Beijing pada tanggal 1 Oktober 1949 .Lalu pada tanggal 14 Oktober Kanton berhasil dikuasai Tentara Merah dan selanjutnya Chongqing serta Propinsi Yunnan dan Hainan berhasil dikuasai komunis, sehingga pemerintah nasionalis tidak memiliki wilatah lagi di China daratan.Dengan kekalahan yang dialami kaum nasionalis dibawah Chiang Kai Shek, hal ini membuat pasukan nasionalis melarikan diri menuju Pulau Formosa (Taiwan) yang menyeberang Selat Formosa sejauh 100 km.Kemudian pada tanggal 7 Desember 1949 Chiang Kai Shek menyatakan Kota Taipei sebagai ibukota sementara Republik China di Pulau Taiwan.
D. Perang Korea
Perang Korea dimulai pada 25 Juni 1950, ketika 75.000 Tentara Rakyat Korea Utara terjun melintasi batas paralel ke-38, yang memisahkan Republik Demokratik Korea di Utara yang didukung Soviet, dan Republik Korea di selatan yang pro-Barat. Invasi ini adalah aksi militer pertama di Perang Dingin. Pada Juli pasukan Amerika Serikat (AS) memasuki medan perang atas nama Korea Selatan, dan seperti biasa mereka memerangi komunisme.
Perang Korea berlangsung 3 tahun dengan berakhir pada Juli 1953. Secara total sekitar 5 juta tentara dan warga sipil tewas dalam perang ini. Banyak orang AS menyebut Perang Korea adalah "Perang yang Terlupakan", karena perhatian media tidak sebesar Perang Dunia I, Perang Dunia II, atau Perang Vietnam.
Terbentuknya dua Korea
Sejak awal abad ke-20 Korea menjadi bagian dari kekaisaran Jepang, dan setelah kalahnya "Negeri Sakura" di Perang Dunia II semenanjung tersebut jatuh ke tangan Amerika dan Soviet. Pada Agustus 1945 dua ajudan muda di Kementerian Luar Negeri AS membagi semenanjung Korea menjadi dua dengan garis paralel ke-38. Rusia menduduki area di utara garis, sedangkan AS menempati sisi selatan. Dua negara lalu terbentuk di akhir dekade tersebut. Di selatan diktator anti-komunis Syngman Rhee (1875-1965) mendapat dukungan dari pemerintah AS, kemudian di utara bercokol diktator komunis Kim Il Sung (1912-1994) yang ditopang Soviet.
Tak ada satu pun dari mereka yang berdiam diri sesuai jatah wilayah dari garis paralel ke-38, dan konflik di perbatasan sering terjadi. Hampir 10.000 tentara Korut dan Korsel tewas dalam pertempuran sebelum Perang Korea dimulai.
Jalannya perang
Invasi Korut membuat AS khawatir itu adalah langkah pertama dalam upaya komunis menguasai dunia. Berpangku tangan bukan pilihan, sehingga para petinggi AS pun memutuskan negaranya turun ke medan perang. Dikutip dari History, awalnya perang ini bersifat defensif di Korsel untuk mengusir komunis dari Selatan. Tentara Korea Selatan berjaga di desa Panmunjom, zona demiliterisasi yang memisahkan kedua Korea. Secara teknis Korea Utara dan Selatan masih dalam kondisi perang karena Perang Korea 1950-1953 berhenti karena perjanjian gencatan senjata, bukan perjanjian damai.
Secara teknis Korea Utara dan Selatan masih dalam kondisi perang karena Perang Korea 1950-1953 berhenti karena perjanjian gencatan senjata, bukan perjanjian damai.(JUNG YEON-JE / AFP) Namun militer Korut jauh lebih terlatih dan lengkap peralatannya. Sebaliknya pasukan Korsel ketakutan, bingung, dan cenderung kabur dari medan perang jika ada gejolak. Suhu udara saat itu juga menjadi momok tersendiri bagi tentara AS, karena Korea mencatatkan salah satu musim panas terpanas dan terkering dalam sejarah. Akibatnya, banyak tentara Amerika yang kehausan dan terpaksa minum air sawah yang sudah bercampur kotoran manusia. Penyakit usus pun menyebar disertai penyakit-penyakit lainnya.
Pada akhir musim panas Presiden Harry Truman dan Jenderal Douglas MacArthur yang bertanggung jawab atas medan perang Asia, memutuskan tujuan perang baru. Bagi Sekutu, Perang Korea kini menjadi ofensif, untuk "membebaskan" Utara dari komunisme. Awalnya strategi baru ini sukses. Serangan amfibi di Incheon yang disebut Inchheon Landing mendorong Korut keluar dari Seoul dan kembali ke wilayahnya sesuai pembagian garis paralel ke-38. Akan tetapi setelah pasukan AS melintasi perbatasan dan menuju ke utara lewat Sungai Yalu yang merupakan perbatasan Korut dengan China, Beijing mulai khawatir dan menyebutnya "agresi bersenjata terhadap wilayah China."
Mao Zedong lalu mengirim pasukan ke Korut dan memperingatkan AS untuk menjauh dari perbatasan Sungai Yalu, kecuali jika memang ingin perang skala besar. Baca juga: Kisah Perang: 10 Film yang Jadi Senjata Propaganda, Sudah Nonton? Gencatan senjata terlama Hingga Juni 1951 garis depan terpaku pada kawasan yang kini disebut Zona Demiliterisasi tak jauh dari divisi pra-perang sepanjang garis paralel ke-38. Selama dua tahun konflik AS terus membombardir Korea Utara meski Soviet menyediakan bantuan udara, membuat pertempuran tersebut menemui jalan buntu.
Setelah dua tahun membangun kepercayaan disertai 158 pertemuan, gencatan senjata tercipta pada Juli 1953 dan diteken Korut, China, serta Komando PBB. Namun Rhee yang masih ingin mengalahkan "saudaranya", menolak untuk membubuhkan tandatangannya di kertas perjanjian. Perang Korea relatif singkat tetapi memakan sangat banyak korban jiwa yakni hampir 5 juta orang. Lebih dari setengahnya adalah warga sipil. Ini merupakan jumlah korban sipil tertinggi daripada Perang Dunia II dan Perang Vietnam.
Di kubu AS sendiri, korban tewasnya mendekati angka 40.000 dan lebih dari 100.000 yang luka-luka. Perjanjian gencatan senjata seharusnya diakhiri dengan perjanjian damai, tapi sampai sekarang tak kunjung terlaksana. Diberitakan AFP, Washington masih menempatkan 28.500 serdadunya di Korsel, dan Korut terus mengembangkan senjata nuklir serta rudal jarak jauh untuk membendung invasi AS. Negara yang kini dipimpin cucu Kim Il Sung, Kim Jong Un, tersebut masih menjadi subyek serangkaian sanksi dari Dewan Keamanan PBB. Hingga 70 tahun sejak berakhirnya konflik, baik Korut dan Korsel masih mengklaim sebagai penguasa sah dari Semenanjung Korea.
E. Krisis Kuba
Kuba, sebuah negara di Amerika Tengah/Karibia, adalah negara yang cukup penting pada saat perang dingin terjadi. Negara ini menjadi kunci kekuatan Uni Soviet yang cukup membuat pusing Amerika Serikat karena letaknya. Selain itu Kuba juga hampir menjadi pemantik perang nuklir global antara Amerika dan Uni Soviet. Perang ideologi setelah perang dunia ke 2 antara Amerika dan Uni Soviet, atau yang biasa disebut dengan perang dingin, membawa dampak yang cukup buruk ke seluruh dunia. Perang ideologi ini, membuat banyak negara melakukan revolusi dan perang saudara. Tak terkecuali Kuba.
Meningkatnya pergerakan revolusi di benua Amerika, khususnya Amerika Selatan dan Tengah juga berdampak pada Kuba. Pada saat itu Kuba melakukan sebuah revolusi.
1. Revolusi Kuba
Revolusi Kuba terjadi pada saat kepemimpinan Fulgencio Batista. Batista memerintah Kuba secara otoriter. Pemimpin revolusi Kuba yang paling terkenal adalah Fidel Castro. Castro melakukan beberapa kali gerakan revolusi, 1953–1955 dan 1955-1959.
Selain Castro dan kelompok The 26th Movement pimpinannya, Kuba juga memiliki kelompok revolusi lain. Kelompok revolusi lainnya adalah The Revolutionary Directorate yang dipimpin oleh Jose Antonio, dan kelompok The Second Front pimpinan Eloy Gutierrez.
Perjuangan revolusi dari tahun 1955-1959 selain berperang dengan senjata, Castro juga mencari bantuan dari luar negeri, seperti Meksiko. Kemudian mendapatkan bantuan dari Ernesto “Che” Guevara. Perjuangan yang dilakukan pada tahun 1955-1959 lebih bersifat gerilya.
1 Januari 1959, Batista yang kalah melarikan diri ke Amerika Serikat. Hal ini menandai keberhasilan Revolusi Kuba. Kemudian Fidel Castro naik menjadi pemimpin dan pemerintahan Kuba menjadi pemerintahan komunis. Dengan kejadian tersebut, akibatnya Amerika merasa kecurian.
2. Invasi Teluk Babi
Karena kebijakan politik yang tertutup, banyak penduduk Kuba yang meninggalkan negaranya menuju Amerika. Hal ini dilihat oleh Amerika sebagai ancaman akan ideologinya. Pemerintah Amerika kemudian menggunakan para imigran ini untuk menggulingkan pemerintahan Fidel Castro. Peristiwa ini dikenal sebagai invasi Teluk Babi, yang berlangsung pada 15-17 April 1961. Penyerbuan yang sebagian besar dilakukan oleh imigran ini didukung persenjataan oleh CIA.
Invasi ini dengan cepat dapat digagalkan oleh Castro. Selain itu Castro juga berhasil menyandera 1000 lebih tawanan.
Amerika yang kalah harus menanggung biaya makanan dan obat-obatan seharga 53 juta Dollar Amerika untuk ditukarkan dengan pembebasan tawanan. Kekalahan ini adalah pukulan telak bagi Amerika yang memang kita tahu gemar berperang.
Selain itu, karena peristiwa ini Kuba memutuskan hubungan diplomatiknya dengan Amerika serikat. Hal ini tentu membuat Uni Soviet senang, karena mendapat rekanan strategis di wilayah Amerika. Oh iya, tahu nggak sih kamu, kejadian ini memicu peristiwa terakhir dan hampir membuat peradaban manusia selesai lho. Kebanyang kan seberapa besar konflik ini terjadi.
3. Krisis Misil Kuba
Keberadaan negara komunis Kuba masih diiringi ketegangan dengan Amerika Serikat. Ketegangan berlanjut pada Krisis Misil Kuba (Cuban Missile Crisis) yang terjadi pada 14-28 Oktober 1962. Intelijen Amerika Serikat melaporkan adanya aktivitas pembangunan instalasi nuklir Uni Soviet yang termasuk rudal balistik jarak menengah.
Salah satu alasan Uni Soviet membangun instalasi nuklir itu adalah agar Amerika Serikat tidak menyerang Kuba lagi, mengingat sebelumnya Amerika Serikat terbukti melakukan Invasi Teluk Babi. Instalasi nuklir tersebut hanya berjarak 90 mil dari wilayah Amerika Serikat, yang jelas mengancam kawasan pantai timur ke Amerika Serikat sewaktu-waktu.
Presiden John F. Kennedy mencegah usaha tersebut dengan memblokade sekitar perairan Kuba. Usaha ini bermaksud mencegah masuknya kapal selam Uni Soviet yang diduga membawa peralatan nuklir ke Kuba. Krisis Misil Kuba berakhir dengan kesepakatan antara John F. Kennedy dengan Nikita Khrushchev pada tanggal 28 Oktober 1962.
Amerika Serikat berjanji tidak akan menguasai Kuba dan melucuti rudal-rudalnya di Turki. Sedangkan Uni Soviet akan menarik seluruh instalasi nuklirnya di Kuba. Penyelesaian krisis ini membuat lega warga dunia, karena jika berlanjut dalam perang fisik maka kehancuran dunia dapat lebih parah daripada Perang Dunia II.
Konflik di Kuba seperti Invasi Teluk Babi dan Krisis Misil Kuba menjadi contoh bahwa kawasan Amerika Latin menjadi tempat terjadinya Perang Dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet. Amerika Serikat tidak senang dengan pemerintahan Kuba yang komunis di bawah pimpinan Fidel Castro, karena Kuba akan cenderung berpihak pada Uni Soviet. Sedangkan Uni Soviet yang berkawan dengan Kuba ingin menempatkan pengaruh komunisme di kawasan Amerika, sekaligus sebagai bentuk persaingan terhadap kekuasaan Amerika Serikat.
Referensi:
https://blog.ruangguru.com/
https://search.kompas.com/search?q=kompas.com
https://www.kompasiana.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar