Penulis: Adi Setiawan
Saat pena berganti senapan, kala itulah pelajar turun ke medan juang.
Aroma asap revolusi kemerdekaan
Indonesia tercium hampir di seluruh pelosok negeri. Kegembiraan karena datangnya kebebasan disambut oleh rakyat Indonesia kala itu. Cita-cita
untuk mendirikan negara Indonesia akhirnya terwujud setelah berkumandangnya
proklamasi kemerdekaan. Ini adalah fase dimana bangsa Indonesia benar-benar
diuji, apakah negara yang baru lahir ini akan dapat tumbuh atau hancur kembali
dienyahkan oleh agresi militer Belanda.
Datangnya
Belanda ke Indonesia pasca proklamasi, sebenarnya adalah hal yang patut
disangsikan. Karena Indonesia telah merdeka, apa hak Belanda ke Indonesia
kembali. Indonesia bukan lagi bagian dari wilayahnya. Namun Belanda bergeming,
mereka terus menyatakan jika tanah air Indonesia adalah bagian integral dari
wilayahnya. Satu hal yang sungguh dipaksakan.
Hiruk
pikuk kemerdekaan, kemudian berubah menjadi dentuman senapan yang menghiasi
hari-hari di awal kemerdekaan Indonesia. Negara yang baru membuat fondasi ini,
berusaha digempur habis-habisan oleh militer Belanda. Sungguh pemandangan yang
membuat hati bangsa Indonesia tergerak untuk melawan tindakan tersebut.
Sebagai
negara baru tentu Indonesia belum memiliki angkatan perang yang mantap, namun
ini bukan menjadi persoalan yang membuat bangsa ini lemah dalam mempertahankan
kemerdekaannya. Rakyat terpanggil bersama angkatan perang untuk menghalau
langkah Belanda kembali menguasai Indonesia.
Menarik, mereka yang terpanggil untuk membela negara bukan hanya sekedar pemuda
berusia dewasa. Namun di era revolusi kemerdekaan pelajar yang berusia antara
16-20 tahun juga bersedia angkat senjata mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Sungguh loyalitas yang luar biasa dari pelajar kala itu.
Kini
pena dan buku silih berganti dengan senapan dan amunisi, mereka rela
menanggalkan sementara kegiatan belajarnya demi terjun ke medan perang. Dalam
buku Peranan Pelajar dan Mahasiswa Dalam Perang Kemerdekaan yang terbit
tahun 1978 dijelaskan bahwa pelajar yang memiliki pandangan dan tekad suci
melakukan perjuangan dengan membentuk organisasi satuan pelajar bersenjata. Di
Pulau Jawa dimana sebagai wilayah yang terus mendapatkan gempuran dari militer
Belanda, pelajar membentuk organisasi bersenjata. Hal ini nampak di Jawa Timur,
di sana mereka membentuk Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP) dan Tentara
Genie Pelajar (TGP). Begitupun di Jawa Tengah dan Jawa Barat, organisasi
bersenjata yang didirikan oleh pelajar tumbuh berkembang. Melalui koordinasi,
tentara pelajar kemudian menjadi bagian dari tentara reguler.
Sebagi
pelajar yang ikut berjuang ternyata TRIP memiliki tekad yang luhur, mereka
selalu berpegang teguh pada semboyan “berjuang sambil belajar dan belajar
sambil berjuang”. Ini lah tekad yang selalu dipegang oleh TRIP, belajar dan
berjuang mereka tempat dalam prioritas yang sama.
Beberapa
contoh organisasi bersenjata yang didirikan oleh pelajar kala revolusi
kemerdekaan diantaranya adalah Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP) Jawa
Timur yang anggotanya para pelajar SMP, SMT (Sekolah Menengah Tinggi) dan STM
(Sekolah Teknik Mengengah). Mereka turut andil dalam peristiwa heroik perobekan
bendera Belanda di Hotel Yamato, Surabaya. Begitupun dalam aksi Agresi Militer
Belanda II, TRIP juga turut ambil bagian dalam perang gerilya bersama tentara
reguler. Dalam kesempatan ini, TRIP ternyata telah dikenal di masyarakat.
Hingga mereka lebih dikenal dengan panggilan ‘Mas TRIP’ di tengah masyarakat
Jawa Timur.
Di
Solo muncul pula Tentara Pelajar (TP), para pelajar di Solo membentuk
laskar-laskar seperti Laskar Kere, Laskar Alap-alap, Laskar Garuda, Laskar
Pandawa, dan Laskar Satria. Umumnya laskar-laskar tersebut telah
dipersenjatai dari hasil merebut senjata tentara Jepang. Beberapa aksi yang
dilakukan oeh TP Solo dalam membela Republik saat terjadi Agresi Militer
Belanda I, bahkan dalam Agresi Militer Belanda II TP Solo ikut bergerilya,
begitupun dalam perebutan kembali Kota Solo pada 10-14 Agustus 1949.
Sementara
itu, di Yogjakarta selayaknya di Solo, setelah Jepang resmi kalah para pelajar
kemudian merebut senjata milik tentara Jepang. Laskar bersenjata kemudian lahir
di Yogja. Munculnya Tentara Pelajar di Yogyakarta tidak dapat dilepaskan dari
organisasi Ikatan Pelajar Indonesia (IPI). Pada bulan Oktober 1946, dalam IPI
dibentuk komite khusus bagian pertahanan yang dipimpin oleh Martono. Di bagian
pertahanan inilah para pelajar yang memiliki niat ikut berjuang di medan perang
dilatih dan diseleksi kemampuannya.
Maka
dibentuklah dua kompi yaitu Kompi I yang terdiri atas pelajar yang berstatus
sebagai pasukan tetap dan dibekali dengan senjata, dan Kompi II terdiri atas
pasukan cadangan dengan tidak bersenjata atau senjata yang terbatas. Kapasitas
Tentara Pelajar Yogyakarta dalam pertempuran tidak dapat diragukan. Tercatat TP
ini beberapa kali menunjukan kebaraniannya dalam front pertempuran di sekitar
Yogyakarta, bahkan TP Yogyakarta juga turut berperan dalam Serangan Umum 1
Maret 1949.
Selain
Tentara Pelajar ada pula Tentara Genie Pelajar (TGP). TGP muncul dibeberapa
kota di Jawa seperti Yogya, Malang, Madiun, Pati, dan Solo. Peranan mereka di
masa revolusi juga tak dapat diabaikan. Kegiatan sabotase kerap mereka lakukan
guna memukul pergerakan pasukan musuh. Pada tahun 1948, TGP direformasi menjadi
Batalyon TGP Brigade 17 TNI yang berpusat di Madiun di bawah pimpinan Kapten
Hartawan yang membawahi empat kompi yaitu Kompi I di Malang, Kompi II di
Madiun, Kompi III di Solo, dan Kompi IV di Yogya.
Di
beberapa daerah peranan pelajar dalam mempertahankan kemerdekaan sungguh besar.
Mereka terus berjuang, meninggalkan bangku sekolah demi tercapainya cita-cita
luhur Indonesia merdeka seutuhnya. Karena bagi mereka sekolah dan berjuang
adalah dua hal yang sama-sama penting, hingga bukan menjadi alasan untuk tidak
mau berjuang karena sedang bersekolah. Ini lah semangat yang laur biasa, penuh
pengorbanan demi tercapainya kemerdekaan yang sebenarnya.
Referensi
:
Sigit Sugito dan Suharsana, 1978. Peranan
Pelajar dan Mahasiswa dalam Perang Kemerdekaan. Jakarta : Pusat Sejarah
ABRI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar