Motor dan Mobil menjadi dua pilihan kendaraan favorit bagi masyarakat Indonesia dalam beraktivitas. Hal yang sama juga terjadi di Lampung. Dari arsip foto, diketahui bahwa pada tahun 1930an jalanan di Lampung telah dilalui oleh kendaraan motor dan mobil.
Oleh: Adi Setiawan
Motor Harley Davidson
di Lampung dengan Plat BE Tahun 1935
(Sumber:
KITLV, 1935)
Setiap saat kita melihat
lalu lalang mobilisasi manusia dengan menggunakan berbagai kendaraan. Baik di
kota maupun di desa, keberadaan bermotor saat ini menjadi suatu hal yang mudah
dijumpai. Kendaraan bermotor menjadi pilihan manusia karena dirasa lebih mudah
dan efisien ketimbang kendaraan tradisional.
Perkembangan kendaraan
bermotor di Indonesia dimulai sejak era kolonial. Adapun pada tahun 1893 motor
pertama kali diimpor ke Indonesia melalui Pelabuhan Semarang. Motor pertama di
Indonesia itu adalah hasil produksi dari perusahaan Jerman bernama Hildebrand
und Wolfmüller.
Setahun setelah hadirnya
motor di Indonesia, mobil juga mulai melaju di Indonesia. Adapun sosok pertama
yang memiliki mobil di Indonesia adalah Susuhunan Pakubuwono X. Saat itu ia
memesan mobil Benz Viktoria seharga 10.000 gulden.
Pada perkembangannya
keberadaan motor dan mobil di Indonesia terus mengalami perkembangan dalam hal
kuantitas. Kendaraan bermotor kemudian menjadi pilihan, baik dalam angkutan
manusia maupun angkutan barang. Salah satu daerah yang tidak luput dari
keberadaan kendaraan bermotor adalah Lampung.
Mobil di Lampung dengan Plat BE 46 Tahun 1935
(Sumber:
KITLV, 1935)
Keberadaan kendaraan
bermotor di Lampung difungsikan dalam pengangkutan manusia dan barang. Daerah
ini di tahun 1930an memiliki kesibukan lalu lintas manusia dan barang. Adanya
perkebunan dan proyek kolonisasi menjadikan arus transportasi berkembang saat
itu. Beberapa foto lama mengabadikan masyarakat di Lampung yang bepergian
dengan berkendara motor dan mobil. Walaupun jumlah kendaraan bermotor saat itu
masih terbilang sedikit serta tidak semua orang dapat memiliki barang tersebut.
Keberadaan motor di
Lampung berdasarkan arsip foto, dijumpai pada tahun 1935 telah menunjukan
aktivitas manusia dengan motor. Dalam arsip KITLV A292, dengan judul Een
ritje met de Harley Davidson, nummer BE 1250, over de nieuw aangelegde
knuppelweg voor de kolonie Metro, Lampongs. In de zijspan ir J.H. Brinkgreve
menunjukan seorang pejabat kolonial bernama J.H. Brinkgreve yang mengendarai
motor Harley Davidson di jalanan Metro. Nampak pada motor yang dikendarainya
tertulis BE 1250.
Het Nieuws Van Den Dag
Voor Nederlandsch-Indië, memberitakan pada 23 September 1932
bahwa pada tahun 1925 terdapat sekitar 500 mobil di Lampung, sebagian besar
mobil Ford (yang terkenal dengan roda tinggi), yang dulunya merupakan salah
satu mobil paling irit. Perkembangan mobil di Lampung didukung oleh keberadaan General
Motors Agency pada tahun 1927. Adalah pengusaha bernama Lim Giok Keng yang
berkecimpung dalam penjulan mobil ini. Melalui perusahaannya Lim Giok Keng
memperkenalkan mobil merek Chevrolet ke Lampong. Perusahaan mobil
milik Lim Giok Keng ini tercatat tetap memiliki eksistensi pada tahun 1930an.
Pada tahun 1932, jumlah
kendaraan mobil di Lampung mencapai 1.800 mobil. Di antara mobil-mobil tersebut
berjenis mobil penumpang dan truk. Kendaraan berjenis truk di Lampung bukan
hanya sekedar untuk mengangkut barang, akan tetapi dalam arsip KITLV A292 juga
menunjukan truk yang digunakan mengangkut penumpang.
Truk di Lampung yang Mengangkut Barang dan Penumpang
(Sumber:
KITLV, 1935)
Moda transportasi mobil
penumpang seperti bus menjadi salah satu pilihan guna berpergian antar daerah
di Lampung. Tercatat pada tahun 1930an pengangkutan penumpang dari Oosthaven ke
Metro banyak menggunakan kendaraan ini. Uniknya, perkembangan pesat mobil
penumpang di Lampung membuat penurunan penumpang kereta api, yang membuat Zuid
Sumatra Staatsspoorwegen merasa rugi.
Bus dari Oosthaven (Pelabuhan Panjang) ke Metro
(Sumber:
KITLV, 1935)
Perkembangan kendaran
bermotor di Lampung kemudian membuat pemerintah kolonial saat itu membuat
kebijakan pungutan pajak kendaraan bermotor. Selain pendapatan dari pajak,
pemerintah juga membuka lahan-lahan parkir. Adapun untuk mengoperasikan lahan
parkir ini pemerintah kolonial menyediakan lahan untuk disewakan. Harga sewa
lahan parkir ini sejumlah 200 gulden per bulan. Adapun tarif parkir pada tahun
1932, bagi pemilik dan supir taksi dikenakan dua puluh sen per hari untuk
parkir di Oosthaven atau Pelabuhan Panjang (Het Nieuws Van Den Dag Voor Nederlandsch-Indië,
14 Desember 1932).
Jika kita lihat data
sejarah di atas, bahwa diawal perkembangan mobil di Lampung didominasi oleh
mobil-mobil buatan Amerika Serikat dan Eropa. Hal itu tentu sejalan dengan
perkembangan industri transportasi yang saat itu memang memulai perkembangnya
di dua benua tersebut. Berbeda dengan hari dulu, keberadaan merek mobil di
Lampung saat ini sangat beragam. Saat ini secara kuantitas mobil dari perusahaan
Jepang dan Asia Timur lainnya sangat mendominasi.
Referensi:
Het Nieuws Van Den Dag
Voor Nederlandsch-Indië, 23 September 1932
Het Nieuws Van Den Dag
Voor Nederlandsch-Indië, 14 Desember 1932
Tidak ada komentar:
Posting Komentar