Kegiatan diawali dengan pembersihan makam oleh aparatur dan warga Desa Trimulyo, Mahasiswa KKN ITERA, Mahasiswa Pendidikan Sejarah Universitas Muhammadiyah Metro dan komunitas pegiat sejarah. Kegiatan dilanjutkan dengan pemasangan papan informasi di area makam R. Soekarso.
Berdasarkan catatan sejarah, R.
Soekarso mulanya merupakan salah satu pegawai pemerintah kolonial yang bertugas
di Dinas Pekerjaan Umum (Verkeer en Waterstaatsdienst) di wilayah Kolonisasi
Sukadana.
Setelah proklamasi kemerdekaan R.
Soekarso menjadi Kepala Djawatan PU di Kawedanaan Metro, Kabupaten Lampung
Tengah. Saat Belanda tengah berupaya kembali menjajah melalui aksi agresi
militernya, R. Soekarso banyak mengambil peran penting perjuangan melawan
Belanda, diantaranya turut menginisiasi Rapat Kilat 1 Januari 1949 di Gedung PU
Metro untuk menyusun strategi menghadapi Belanda, menjadi Koordinator
Penerangan, Agitasi, dan Propaganda Pemerintahan Darurat Kawedanaan Metro di
bedeng 49 Batanghari, hingga turut bergerilya bersama TNI serta Laskar Rakyat.
Saat pemerintahan darurat tak
berhasil dipertahankan, perang gerilya terus dilangsungkan hingga kondisi
terdesak, R. Soekarso tertangkap dan ditembak Belanda. R. Soekarso gugur pada
19 April 1949 dan dimakamkan tak jauh dari lokasi ia dieksekusi di bedeng 63
atau kini Desa Trimulyo, Kecamatan Sekampung, Lampung Timur.
Di Kota Metro, bekas ibukota Kabupaten Lampung Tengah, nama R. Soekarso kemudian diabadikan menjadi salah satu nama jalan di pusat kota dan masih dipertahankan hingga saat ini, ujar Kian Amboro.
Selain pemasangan papan informasi juga dilakukan diskusi singkat terkait dengan perjuangan R. Soekarso. Adi Setiawan, salah seorang pegiat sejarah dari Warta Sejarah menjelaskan mengenai kronologis terjadinya Agresi Militer Belanda II di Lampung yang dampaknya memunculkan pemerintahan darurat di Metro. Dijelaskan pula mengenai peristiwa R. Soekarso gugur di Desa Trimulyo.
Dalam
kegiatan diskusi tersebut, Setio Widodo, selaku Ketua MGMP Sejarah Lampung
Timur menambahkan bahwa perjuangan R. Soekarso memiliki keterkaitan dengan
peristiwa-peristiwa perang gerilya di daerah Lampung Tengah di tahun 1949,
seperti peristiwa di Tempuran Trimurjo dan Peristiwa di Gantiwarno, Pekalongan.
Kian Amboro, salah seorang
akademisi Universitas Muhammadiyah Metro menerangkan bahwa dengan pemasangan papan informasi ini diharapkan dapat
membantu dalam memberikan edukasi sejarah kepada pengunjung. Harapannya
generasi muda akan mengetahui perjuangan Raden Soekarso di era kemerdekaan,
ujar Kian Amboro.
Kegiatan bakti sosial ini
didukung oleh pemerintah Desa Trimulyo beserta warga. Kepala Desa Trimulyo,
Sugiyatman, S.E serta Sekretaris Desa, Abid Ardiyanto, S.Pd menyambut positif
kegiatan ini. Dengan pemasangan papan informasi sejarah mereka berharap akan
semakin memberikan dampak informatif kepada masyarakat di Desa Trimulyo tentang
sejarah keberadaan makam pahlawan di desa mereka. Abid Ardiyanto menambahkan
pihak desa ke depan akan terus melakukan perawatan papan informasi yang
terpasang agar setiap pengunjung yang datang untuk berziarah dapat mendapatkan
informasi mengenai pahlawan yang dimakamkan di komplek tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar