Labuhan Maringgai sebagai satu daerah di Lampung Timur yang terkenal dengan hasil baharinya. Di daerah yang berhadapan langsung dengan Laut Jawa ini juga menjadi salah satu destinasi wisata pantai di Lampung. Lalu seperti apakah sepak terjang Labuhan Maringgai dalam urusan niaga di masa lalu?
Oleh: Adi Setiawan
Suasana
Labuhan Maringgai Tahun 1929
(Sumber:
Nationaal Museum, 1927)
Sejak dahulu, daerah
Lampung memainkan peranan dalam perdagangan lada hitam di Nusantara. Keberadaan
lada hitam menjadi bagian dalam kehidupan ekonomi masyarakat Lampung. Tanaman
lada ditanam di daerah-daerah pedalaman. Saat panen lada tiba, pedagang saat
itu lazim menggunakan perahu sebagai sarana angkut antar pulau di Nusantara.
Oleh karena itu timbulah berbagai bandar perdagangan lada di Lampung. Terkhusus
di daerah timur Lampung, bandar perdagangan terdapat di beberapa tempat seperti
di Jabung tepi aliran Way Sekampung, dan Labuhan Maringgai di terletak di
pesisir pantai timur Lampung. Selain itu bandar-bandar tersebut, Sukadana juga
memainkan peranan dalam perniagaan lada hitam di Lampung.
Sementara itu di dalam Verzameling
Van Voorschriften Ten Dienste Van Havenmeesters En Als (1915:152) disebutkan
bahwa Labuhan Maringgai sebagai salah satu pelabuhan laut di Lampung, selain
daripada pelabuhan Kotaagung, Telukbetung, Kalianda dan Cabang.
Secara khusus di pesisir
pantai timur Lampung, Labuhan Maringgai merupakan pelabuhan laut yang memiliki
pengaruh dalam ekspor lada hitam ke luar Lampung. Peran serupa juga dilakukan
oleh Cabang di muara Way Seputih, dan Menggala di Way Tulangbawang di bagian
timur Lampung. Labuhan Maringgai menjadi titik keberangkatan bagi
beberapa perahu dagang, yang melakukan perjalanan melalui laut ke Jawa
(Broesma, 1916:117).
Dalam Encyclopaedie van Nederlandsch-Indië
1917-1939, menjelaskan
bahwa selama musim panen lada Labuhan Maringgai menjadi ramai. Hasil panen lada
diangkut ke Batavia dengan perahu-perahu besar dari pelabuhan ini. Sementara
itu, lewat pelabuhan ini pula komoditas seperti minyak bumi, beras,
pernak-pernik, kain dan barang-barang lainnya dari Jawa dikirim ke Lampung. Komoditas
lain yang juga dikirim ke Lampung melalui Labuhan Maringgai adalah kerbau (Het
Nieuws Van Den Dag Voor Nederlandsch-Indië, 21 Desember 1933).
(Sumber:
De Locomotief, 17 Desember 1927)
Adapun contoh jumlah lada
yang dikirim melalui Labuhan Maringgai pada tahun 1907, Labuhan Maringgai bersama
dengan Cabang dan Jabung mencatatkan pengiriman lada sebesar 1.260.000 kg
dengan nilai sebesar 503.000 gulden (Rapport Nopens Den Aanleg Van
Staatsspoorwegen in Zuid-Sumatra 1910-1911).
Kemudian pada tahun 1927,
pengiriman lada berjumlah 522.322 kg. Jumlah tersebut dikirim ke beberapa
daerah di Pulau Jawa. Labuhan Maringgai bersama dengan Kalianda, Menggala,
Telukbetung dan Kotaagung tercatat sebagai daerah pengiriman lada ke luar
Lampung, baik itu ke Pulau Jawa maupun Singapura (De Locomotief, 17
Desember 1927).
Sebagai daerah pesisir,
Labuhan Maringgai juga merupakan sumber hasil bahari terutama ikan laut. Masyarakat
di Labuhan Maringgai biasanya menangkap ikan di dekat pantai dengan jaring
kecil saat cuaca baik. Perikanan ini menghasilkan hasil bulanan sebesar 30
hingga 40 gulden kotor. Penangkapan ikan yang lebih besar di Labuhan Maringgai dilakukan
oleh orang-orang dari Jawa, sebagian besar dari Indramayu. Hasil tangkapan ikan
juga dijual ke daerah pedalaman seperti Sukadana (Broesma, 1916:217).
Lebih jauh, Broesma
menggambarkan kondisi masyarakat di Labuhan Maringgai sebagai bandar
perdagangan memiliki keragaman dalam hal suku. Menurut Broesma (1916:287)
jumlah penduduk di Labuhan Maringgai adalah 639 jiwa. Penduduknya sangat
beragam, terdiri atas 60 kepala keluarga orang Lampung, 1 orang Palembang, 42
orang Jawa, dan 41 orang Bugis. Laporan Broesma ini sepertinya menggambarkan
jumlah penduduk salah satu kampung di Labuhan Maringgai.
Sementara menurut Uitkomsten
Der In De Maand 1920 atau hasil sensus tahun 1920 Onderdistrik Labuhan Maringgai
yang merupakan satu daerah di bawah pemerintahan Onderafdeling Sekampung,
memiliki jumlah 10.330 jiwa ditambahkan warga Tionghoa sebanyak 62 jiwa.
Referensi:
Broersma,
R. 1916. De Lampongsche Districten. Ruswijk: Javasche Boekhandel & Drukke
De Locomotief,
17 Desember 1927
Encyclopaedie van Nederlandsch-Indië 1917-1939
Het Nieuws
Van Den Dag Voor Nederlandsch-Indië, 21 Desember 1923
Rapport
Nopens Den Aanleg Van Staatsspoorwegen in Zuid-Sumatra 1910-1911
Uitkomsten
Der In De Maand 1920
Verzameling
Van Voorschriften Ten Dienste Van Havenmeesters En Als 1915
Tidak ada komentar:
Posting Komentar