Rabu, 11 April 2018

HARGOMULYO SEBUAH DESA WARISAN KOLONISASI


HARGOMULYO SEBUAH DESA WARISAN KOLONISASI*

AGUS SETYAWAN
SISWA SMA NEGERI 1 SEKAMPUNG LAMPUNG TIMUR

Abstrak
Digulirkannya program Politik Etis oleh Pemerintah Hindia Belanda di awal abad 20 turut mempengaruhi dinamika penduduk di Lampung. Kolonisasi yang dilakukan pemerintah Hindia Belanda telah menjadikan Lampung sebagai tujuan proyek kolonisasi. Kolonisasi yang dilakukan pemerintah Hindia Belanda telah berdampak pada lahirnya desa-desa baru, salah satunya adalah Desa Hargomulyo atau bedeng 66. Desa Hargomulyo terbentuk pada 1941 dengan mayoritas kolonis berasal dari Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pelaksanaan kolonisasi di desa ini juga menemui problematika, terlebih di awal pembukaan lahan untuk pemukiman dan pertanian. Masalah yang timbul tersebut seperti wabah penyakit yang dialami oleh warga kolonis.
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah 1). Bagaimanakah proses pelaksanaan kolonisasi di Desa Hargomulyo?, 2). Apa sajakah kendala pelaksanaan kolonisasi di Desa Hargomulyo?, dan 3). Bagaimanakah perkembangan Desa Hargomulyo hingga saat ini?. Peneltian ini menggunakan metode : 1) heuristik, 2) kritik, 3) interpretasi, dan 4) historiografi.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan kolonisasi di Desa Hargomulyo merupakan program kolonisasi Gedong Dalem yang memiliki kaitan dengan proyek kolonisasi dengan 69 bedeng lainnya di sekitar Asisten Kewedanaan Trimurjo, Pekalongan, Batanghari dan Sekampung. Pelaksaan kolonisasi di Desa Hargomulyo tidak langsung berjalan baik, masalah yang dialami kolonis sering menghinggapi. Hingga tak jarang ada kolonisasi yang meninggal karena penyakit saat pembukaan hutan.



PENDAHULUAN
Indonesia adalah negara yang pernah dijajah oleh beberapa negara besar dari mulai Negeri Selekao Dasquinas atau Portugis hingga Negeri Kincir Angin atau Belanda. Penjajah-penjajah tersebut adalah negara memberi warna dalam sejarah Indonesia. Dari beberapa penjajah mungkin Belanda sudah tidak terdengar asing karena dari masa VOC hingga Hindia Belanda lah salah satu negara yang paling lama menjajah sekitar 350 tahun. Jadi dari segi budaya politik saat ini masih bisa kita rasakan. Salah satunya hal yang kebijakannya masih digunakan saat ini adalah memindahkan penduduk dari tempat yang padat ke tempat yang jarang atau yang disebut dengan kolonisasi yang dicanangkan oleh Van De Vanter (atau yang disebut Politik Etis).
Potret nyata dari kolonisasi di tanah lado adalah kolonisasi yang dilaksanakan di Desa Horgomulyo. Desa Hargomulyo termasuk kedalam Asisten Kewedanaan Sekampung dan mendapatkan nomor urut 66, sehingga masyarakat lebih lazim menyebut desa ini dengan bedeng 66.
Pelaksanaan kolonisasi di bedeng 66. Bukan tanpa masalah, wabah penyakit seperti malaria menjumpai warga kolonis terlebih saat pembukaan hutan belukar.
Dari uraian latar belakang masalah di atas, penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut :
1.    Bagaimanakah proses pelaksanaan kolonisasi di Desa Hargomulyo?
2.    Apa sajakah kendala pelaksanaan kolonisasi di Desa Hargomulyo?
3.    Bagaimanakah perkembangan Desa Hargomulyo hingga saat ini?
Dari rumusan masalah di atas maka penulis tertarik mengangkat judul penelitian “Hargomulyo Sebuah Desa Warisan Kolonisasi.”

METODE PENELITIAN
Penelitian ini memfokuskan pada pelaksanaan kolonisasi di Desa Hargomulyo, dengan metode penilitian sejarah yang mencakup empat tahap penelitian yaitu heuristik (pengumpulan sumber), kritik, interpretasi dan historiografi.
Dalam tahapan heuristik (pengumpulan sumber), penulis berusaha mengumpulkan sumber primer. Yaitu dengan melakukan teknik pengumpulan data secara wawancara kepada Mbah Slamet (85thn), saksi sekaligus pelaku kolonisasi di Desa Hargomulyo. Selain wawancara, penulis juga mendapatkan sumber dokumen monograf Desa Hargomulyo. Setelah sumber terkumpul penulis, melakukan kritik intern dan ekstern. Tahapan kritik ini untuk menguji keabsahan data yang telah terkumpul. Tahapan ketiga adalah interpretasi atau menafsirkan sumber. Tahap terakhir adalah historiografi yakni penulis sejarah. Pada tahap terakhir ini sumber atau data yang telah melalui tahapan kritik dan penafsiran direkonstruksi menjadi sebuah tulisan sejarah.

 PEMBAHASAN
Provinsi Lampung yang dahulunya namanya masih Karesidenan Lampung adalah daerah pertama yang menjadi tujuan kolonisasi. Karesidenan Lampung saat itu adalah penghasil karet dan lada, pemerintah Hindia Belanda yang diwakilkan oleh H.G. Heyting lalu pergi Karesidenan Lampung untuk melakukan kolonisasi (kaum kolonisasi tersebut berasal dari berbagai daerah di Jawa dari mulai Blitar, Lamongan, Jember, dan lain-lain). Sesampainya di Karesidenan Lampung kaum kolonis disebar dibeberapa wilayah Asisten Kewedanaan Lampung. Dari sekian program kolonisasi yang dilaksanakan Pemerintah Hindia Belanda, terdapat program kolonisasi Gedong Dalem yang mencakup 4 Asisten Kewedanan, antaranya yaitu Asisten Kewedanaan Trimurjo terdiri dari bedeng 1 dan 20, Asisten Kewedanaan Pekalongan terdiri dari bedeng 21 hingga 37, Asisten Kewedanaan Batanghari yang terdiri bedeng 38 hingga 52 serta Asisten Kewedanaan Sekampung yang terdiri dari bedeng 53 hingga 70.
      Salah satu dari asisten kewedanaan lebih tepatnya yang ada di  Asisten Kewedanaan Sekampung ada sebuah desa yang terletak di bedeng 66 yang disebut Desa Hargomulyo. Desa yang berbentuk sejak tahun 1941 kini sangat kental dengan sejarah, desa yang dahulunya adalah hutan belantara kini telah menjadi desa yang sangat maju. Desa Hargomulyo sendiri diambil dari nama desa yang ada di Jawa Timur lebih tepatnya di Kabupaten Ngawi. Hargomulyo sendiri memiliki makna Gunung yang mulia. Hargomulyo yang dahulunya adalah hutan yang lebat dan jarang ada penghuninya tidak seperti desa-desa lainnya, Hargomulyo mulai dibangun setelah kedatangan kaum kolonis yang berasal dari berbagai wilayah di Jawa, menurut penuturan dari Mbah Slamet bahwa kolonisasi tidak langsung berjalan baik dan tidak tiba-tiba sampai di Hargomulyo”.
Kaum kolonisasi memilih tinggal di tempat-tempat yang layak digarap apalagi kaum kolonisasi lebih memilih untuk hidup bertani ketimbang berkebun, setelah beberapa bulan pengiriman kaum kolonisasi dari bedeng ke bedeng mulai dicanangkan salah satu dari rombongan kaum kolonisasi tersebut diperintahkan untuk tinggal di bedeng 66, mereka mulai membuka hutan dan mendirikan rumah-rumah khas Jawa pada saat itu.
Menurut penuturan Mbah Slamet banyak orang yang meninggal karena penyakit saat pembukaan hutan”. Setelah selesai dan bisa dihuni, pemerintah Karesidenan Lampung mulai membentuk sistem pemerintahan yang dikepalai oleh Kepala Desa Hargomulyo. Setidaknya sudah beberapa kali pergantian Kepala Desa yang dilakukan oleh Desa Hargomulyo ini adalah daftar nama Kepala Desa Hargomulyo :
1.      Ngadi Wiranu                         1941 – 1944
2.      Sugiman Ibnu Saputro            1944 – 1965
3.      Buritanudin                             1965 – 1967
4.      Wiryo Wiharjo                        1967 – 1969
5.      Pujodiyono                              1969
6.      Soedarjo                                  1969 – 1998
7.      Rakimin                                   1998 – 2013
8.      Setyo Harsono                          2013 - Sekarang

Ada sekitar 10 RW dan 32 RT yang tersebar di Desa Hargomulyo. Desa ini sudah banyak berubah dari desa yang mengandalkan sektor pertanian dan perkebunan kini sudah mulai berubah menjadi desa kewirausahaan bahkan saat ini Hargomulyo dijuluki sebagai desa penghasil batu-bata terbesar di Sekampung. Tidak hanya itu diberbagai bidang, Desa Hargomulyo sudah melesat menjadi desa yang maju bahkan hampir menyamai Desa Sumberdege  (Ibukota Kecamatan Sekampung) yang sudah mulai maju dalam sektor ekonominya.

PENUTUP
Simpulan
Pelaksanaan kolonisasi di Desa Hargomulyo merupakan program kolonisasi Gedong Dalam yang memiliki kaitan dengan proyek kolonisasi dengan 69 bedeng lainnya di sekitar Asisten Kewedanaan Trimurjo, Pekalongan, Batanghari dan Sekampung. Pelaksaan kolonisasi di Desa Hargomulyo tidak langsung berjalan baik, masalah yang dialami kolonis sering menghinggapi. Hingga tak jarang ada kolonisasi yang meninggal karena penyakit saat pembukaan hutan.

Saran
Semoga desa yang kini sudah berumur 76 tahun tetap semangat dalam pembangun desa dan masyarakatnya. Dan pastinya pembangunan yang terjadi tidak melunturkan nilai-nilai luhur yang telah diwariskan oleh para pendiri desa. Dan sudah sewajibnya jika generasi muda Hargomulyo untuk mau meluangkan waktunya untuk bersama-sama melestarikan sejarah desa ini.

DAFTAR PUSTAKA
Dokumen :
Film Dokumenter Sejarah Kota Metro Monograf Desa Hargomulyo
Narasumber :
Slamet, salah satu kolonis di Desa Hargomulyo (Kec. Sekampung)
Wawancara tanggal 21 April 2017 

Catatan :
*Artikel ini telah dipublikasikan dalam lomba penulisan artikel sejarah tingkat SMA di Universitas Muhammadiyah Metro Tahun 2017.

















Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Menyaksikan Tanah Sabrang: Film Propaganda di Era Kolonial

Sebuah gedung pertunjukan film modern diresmikan di Kota Metro, sebuah daerah yang lahir dari proses kolonisasi di masa lampau. Hadirnya bio...

Populer